Aturan larangan mudik sudah usai, bahkan arus balik pun sudah berlalu. Apa yang bisa disimak langsung maupun melalui media, rasakan bahkan alami langsung sekaitan momen larangan mudik beberapa waktu lalu rasanya sangat sayang dilewatkan begitu saja.
Betapa tidak, aturan larangan mudik yang secara resmi ditetapkan oleh pemerintah itu menyulut kontroversi, perdebatan, bahkan korban. Menyulut kontroversi, disebabkan aturan ini sedari awal diliputi kekurangmatangan dalam perencanaan, keragu-raguan dan inkonsistensi. Ini krusial bermuara kepada tidak efektifnya kebijakan ini berjalan.
Buktinya, pada tanggal 16 Maret 2021, pada berbagai kanal media diungkapkan bahwa pada prinsipnya perjalanan mudik hari raya tahun 2021 tidak dilarang. Menteri Perhubungan RI Budi Karya Sumadi menyatakan bahwa pemerintah tidak melarang mudik pada 2021.
Namun, sehari setelahnya juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19 memberikan isyarat bahwa kebijakan terkait mudik belumlah final. Hal tersebut juga didukung oleh pernyataan Ketua Satgas Penanganan Covid-19 yang meminta masyarakat untuk bersabar.
Selanjutnya pada tanggal 22 Maret 2021, Wapres Ma’aruf Amin juga menyatakan bahwa belum ada keputusan terkait pelaksanan mudik. Kemudian pada tanggal 26 Maret 2021, keputusan final terkait perjalanan mudik tahun 2021 diputuskan. Muhadjir Effendi, selaku Menko Bidang Pembangunan Manusia menyampaikan bahwa perjalanan mudik tahun 2021 dilarang dan berlaku untuk seluruh lapisan masyarakat. Keputusan tersebut merupakan arahan Presiden dan hasil rapat koordinasi tingkat menteri.
Dari segi korban, yang paling konkrit, setidaknya aturan yang terkesan dipaksakan ini menyebabkan secara langsung maupun tidak langsung kepada tewasnya 3 orang korban. Ketiga korban yang tewas tersebut adalah pemudik Sumbar. Dari media kita baca, Tim SAR menemukan tiga jasad pemudik di Sungai Taluak Subanio, Nagari Muaro Paiti, Kecamatan Kapur IX, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat (sumber dari berbagai media). Ketiga korban yang merupakan kakak-beradik diketahui menaiki perahu menyusuri sungai demi menghindari pos penyekatan di jalur normal.
Hakikat Kebijakan Publik
Thomas R. Dye, dalam bukunya Understanding Public Policy, menyatakan. Kebijakan publik adalah hal-hal yang dipilih untuk dilakukan dan yang tidak dilakukan oleh pemerintah. Ini menyiratkan, sesungguhnya segala hal yang dilakukan dan yang tidak dilakukan oleh pemerintah akan memiliki dampak bagi publik.
Sementara David Easton menyampaikan bahwa kebijakan publik sebagai pengalokasian nilai-nilai secara paksa dan sah kepada seluruh masyarakat. Easton menekankan aspek implementasi yang kuat akibat adanya kekuatan hukum yang legal.
Dari dua pendapat ahli tersebut kita dapat melihat bahwa kebijakan publik, meskipun berasal dari pemerintah harus bermuara kepada masyarakat. Hal yang paling utama adalah bahwa setiap kebijakan publik yang ditetapkan pemerintah haruslah bermanfaat bagi masyarakat. Agar kebijakan tersebut bermanfaat sudah tentu kebijakan publik tersebut harus direncanakan, diimplementasikan, dan dievaluasi dengan baik dan efektif.
Berkaca dari aturan larangan mudik 2021, pemerintah mestinya mau melakukan evaluasi dan bahkan introspeksi terhadap Surat Edaran Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Nomor 13 tahun 2021 Tentang Peniadaan Mudik Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah. Ini urgen, pertanyaan utamanya adalah; sejauh mana kebijakan yang cenderung dipaksakan itu efektif dan bermuara kepada lahirnya asas kemanfaatan bagi masyarakat.
Sebagai bahan diskusi saja, aturan larangan mudik terkesan tidak konsisten bahkan paradoks dengan kebijakan lain di sektor pariwisata, di mana sejak awal Menteri Parekraf menyatakan bahwa destinasi wisata selama libur lebaran tetap buka.
Meskipun di lapangan kita temui berbagai kebijakan yang merevisi kebijakan pusat (di berbagai media kita simak, destinasi wisata di berbagai lokasi di daerah diputuskan ditutup, baik sementara maupun permanen semasa libur Idul Fitri 2021), namun tetap saja ini membingungkan dan sekali lagi menunjukkan inkonsistensi pemerintah.
Ditambah lagi fakta yang terjadi di lapangan selama aturan larangan mudik 6-17 mei 2021 (yang ternyata bahkan dipercepat sejak 22 April dan diperpanjang sampai 24 Mei), tidak sedikit warga yang tetap mampu menerobos titik-titik penyekatan.
Di berbagai media, terutama di detik-detik akhir menjelang hari H lebaran, pihak kepolisian kewalahan dan bahkan cenderung memberi ruang arus mudik di jalur darat. Yang lebih ironis, sejak awal, Menteri Perhubungan bahkan menyatakan, sebanyak 27 juta orang tetap akan mudik meski aturan larangan mudik diberlakukan. Ini menyiratkan kurang kuatnya sejak awal efektivitas larangan mudik berhadapan dengan antusiasme dan psikologi sosial masyarakat di lapangan.
Perlunya Perencanaan dan Strategi Efektif
Ditinjau dari segi asas kebijakan publik yang baik dan efektif, Michael Hallsworth and Jill Rutter peneliti dari Institute for Government dalam sebuah penelitiannya menemukan 7 karakteristik dari sebuah kebijakan publik yang baik dan efektif. Karekteristik yang pertama adalah kejelasan tujuan dari sebuah kebijakan. Kedua, Ide dari sebuah kebijakan haruslah terbuka dan berdasarkan bukti. Ketiga, Kebijakan publik dirancang dengan sangat seksama dan teliti. Keempat, kebijakan publik haruslah responsif terhadap keterlibatan aktor-aktor eksternal.
Sementara karakteristik kelima adalah penilaian yang menyeluruh serta kejelasan peran dan akuntabilitas pemerintah. Karakteristik keenam adalah adanya sebuah mekanisme umpan balik dari masyarakat. Ketujuh, adanya evaluasi yang efektif. Karakter-karakteristik tersebut haruslah diperhatikan pemerintah ketika akan memutuskan suatu kebijakan publik.
Dibawakan lagi ke fenomena larangan mudik, yang terjadi di lapangan adalah, kebijakan ini sekadar memindahkan ‘jadwal’ ledakan jumlah terpapar pandemi Corona belaka. Kompas, 9 Juni 2021 menurunkan laporan utamanya mengenai lonjakan kasus Covid-19 di sejumlah daerah yang merupakan imbas dari pascalibur Lebaran 2021.
Tercatat, ada 12 provinsi di tanah air yang mengalami lonjakan kasus positif Covid-19 sepanjang minggu ketiga Mei 2021-minggu pertama Juni 2021. Ini merupakan data objektif mengenai kegagalan kebijakan larangan mudik, jika memang alasan utama penerapan kebijakan ini adalah mencegah peningkatan drastis kasus Covid-19 dalam skala nasional akibat imbas mudik Idul Fitri 1442 H.
Pengarusutamaan Disiplin Prokes
Ke depan, adalah urgen bagi pihak eksekutif untuk benar-benar menjalankan proses analisis mendalam dan tahapan perencanaan sebelum menetapkan sebuah kebijakan publik. Di negara yang sudah mapan penanganannya, disiplin terhadap Protokol Kesehatan tetap merupakan kebijakan paling utama dan mangkus dalam mengantisipasi ledakan kasus Covid-19.
Sebagai contoh konkrit, iven-iven olahraga kini mulai diperbolehkan dengan semakin meningkatkan aturan protokol Kesehatan. Di dalam negeri bahkan sudah keluar izin dari Polri untuk bergulirnya Kembali Liga 1 dan 2 kompetisi sepakbola nasional. Sejumlah persyaratan diajukan dan wajib dipatuhi, sebagaimana kompetisi sejenis sudah pula diterapkan di liga-liga sepakbola professional di negara-negara Eropa.
Terbaru, Kemendikbud pun menegaskan akan menerapkan PTM (Pembelajaran Tatap Muka) sejak semester Juli-Desember 2021, tentunya dengan aturan dan protokol kesehatannyang super ketat dan pembatasan dalam berbagai hal di sana-sini.
Kita tampaknya masih menunggu keserentakan kebijakan yang dibarengi dengan analisis dan perencanaan matang di bidang kebijakan dan komunikasi publik oleh seluruh komponen dan elemen pemerintah, baik di tingkap pusat maupun lokal. Mesti diingat pula, jika pun kebijakan itu sudah baik dan terbukti berdasarkan kajian mendalam, perlu dipikirkan pula cara mengkomunikasikannya secara efektif ke tengah masyarakat. Masyarakat jangan lagi dibuat bingung atau semakin menderita di tengah badai pandemi yang entah kapan berakhir.
MOHAMMAD ISA GAUTAMA
Pengamat Kebijakan Publik, Dosen Sosiologi Komunikasi dan Sosiologi Media, Universitas Negeri Padang.