Perkembangan Bank Syariah atau Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan dari segi kuantitas maupun jenisnya. Bank Syariah melaksanakan aktivitas penghimpunan dana serta penyaluran dana. Dalam aktivitas penghimpunan dana Bank Syariah menerima simpanan dari masyarakat dalam bentuk giro, tabungan, serta deposito.
Sedangkan untuk aktivitas penyaluran dana Bank Syariah memberikan jasa dalam bentuk bagi hasil. Terdapat beberapa akad dalam Bank Syariah untuk melaksanakan aktivitas bagi hasil salah satunya merupakan prinsip bagi hasil musyarakah.
Musyarakah adalah akad kerja sama di antara para pemilik modal yang mencampurkan modal mereka untuk tujuan mencari keuntungan. Dalam musyarakah masing-masing mitra (Lembaga Keuangan Syariah dan nasabah) sama-sama menyediakan modal untuk membiayai suatu usaha tertentu, baik yang sudah berjalan maupun yang baru.
Dalam kamus istilah keuangan dan perbankan syariah yang dikeluarkan Bank Indonesia dijelaskan musyarakah (musyarakah)—saling bekerja sama, berkongsi, berserikat, bermitra (cooperation, partnership) —adalah pembiayaan berdasarkan akad kerja sama antar dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan nisbah yang disepakati, sedangkan kerugian ditanggung oleh para pihak sebesar partisipasi modal yang disertakan dalam usaha.
Dalam PSAK 106 tentang musyarakah dibahas mengenai pengertian dari musyarakah yaitu akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan risiko berdasarkan porsi kontribusi dana. Dana tersebut meliputi kas atau aset nonkas yang diperkenankan oleh syariah.
Dalam Accounting, Auditing, Governance Standard for Islamic Financial Institutions, memberikan definisi terkait dengan musyarakah yaitu suatu bentuk kemitraan di antara bank Islam dan para nasabahnya, dimana masing-masing bagian akan memberikan sumbangsihnya kepada modal tersebut dengan tingkat yang setara atau berbeda-beda untuk mendirikan suatu proyek baru atau bagian dalam proyek yang telah ada, dimana masing-masing mereka akan menjadi pemegang saham modal atas dasar tetap atau menurun dan akan memperoleh bagian keuntungan sebagaimana mestinya. Akan tetapi, kerugian akan dibagi bersama secara sebanding sesuai dengan sumbangsih modal dan apabila tidak ditentukan lain, tidak akan ditetapkan lain.
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 106: Akuntansi Musyarakah (PSAK 106) pertama kali dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI) pada 27 Juni 2007. PSAK ini menggantikan ketentuan terkait penyajian laporan keuangan syariah dalam PSAK 59: Akuntansi Perbankan Syariah yang dikeluarkan pada 1 Mei 2002. PSAK 106 juga memberikan ketentuan pengakuan akuntansi untuk mitra aktif dan mitra pasif, pada saat akad, selama akad, dan saat akhir akad. Pernyataan ini juga memberikan ketentuan minimum penyajian bagi mitra aktif dan mitra pasif. Untuk mendukung transparansi pelaporan transaksi, mitra mengungkapkan hal-hal yang terkait transaksi musyarakah, seperti isi kesepakatan utama usaha musyarakah, pengelola usaha, dan pengungkapan sesuai PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan.
Dalam musyarakah para pihak sama-sama menyediakan modal untuk membiayai usaha tertentu, baik yang sudah berjalan maupun yang baru akan dilaksanakan. Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek musyarakah dan dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek. Selanjutnya salah satu pihak (mitra usaha) dapat mengembalikan modal yang diterima tersebut berikut bagi hasil yang telah disepakati secara bertahap atau sekaligus kepada mitra kerjanya.
Pembiayaan musyarakah dapat diberikan dalam bentuk kas, setara kas atau aktiva non kas, termasuk aktiva tidak berwujud, seperti lisensi dan hak paten. Laba musyarakah dibagi di antara para pihak, baik secara proporsional sesuai besarnya modal yang disetorkan (berupa kas maupun aktiva lainnya) atau sesuai nisbah yang disepakati oleh para pihak. Sedangkan rugi dibebankan secara proporsional sesuai dengan besarnya modal yang disetorkan.