Jangan Sungkan pada Proses!

Munirah | Budi
Jangan Sungkan pada Proses!
Peserta pengkaderan BEM FMIPA Unsulbarl

Cahaya mulai menyingsing, seperti hari-hari yang telah berlalu. Pagi itu nampak cerah saat usai kerjaan di rumah, atau tepatnya selesai mengerjakan tugas sebagai anggota keluarga yang ikut terlibat untuk mengambil 'manyang' pada pohon aren sebagai bahan dasar pembuatan gula merah. Iya, kalau 'manyang' istilah lokal di daerah saya tercinta, terlihat seperti air yang diambil dari pohon aren.

Kulanjutkan untuk keluar dari rumah dengan tujuan ikut pada prosesi akademik di Kampus. Mengingat telah tiba untuk beranjak ingin pergi PKL (Praktek Kerja Lapangan), dengan perasaan gembira melangkah dan berangkat dari rumah.

Tingkah cepat-cepat pun dengan menancapkan tarikan gas motor yang sedikit lebih cepat lajunya menuju ke Majene, lirikan mata memandang pada setiap ruang dalam perjalanan, konsentrasi pikiran dalam berkendara masih terasa normal, dan mestinya itu yang utama. Saat masih dalam perjalanan, secara tiba-tiba nyaring bunyi handphone terdengar mengenyam. Entah siapa dan dari mana asalnya?

Karena sangat berbahaya ketika angkat telpon saat sementara berkendara, motor pun mulai saya berhentikan dan singgah sejanak di pinggiran jalan raya. Ku coba mengangkat telpon, oh ternyata teman se-angkatan dan se-jurusan di Kampus yang sudah lama tidak pernah komunikasi, kirain siapa.

Proses akademiknya lebih cepat ketimbang saya yang sedikit lambat, makanya kami pun sudah lama tidak pernah berada dalam satu forum lagi untuk belajar di Kampus. Tetapi, satu keyakinan bahwa saya bakalan dapat mengejarnya dan selesai masa studi kami masing-masing secara barengan.

"Dengan bung Budi," suara sapaan terdengar di handphone.

"Iya, saya sendiri. Ada apa ya bung?" jawabku dengan sedikit bertanya-tanya, lho kok barusan nelpon ya.

Oh, ternyata Harman dan Riswan selaku ketua BEM FMIPA Unsulbar. Ia pun menyampaikan maksud dan tujuannya dengan meminta kepada saya agar bisa membawa materi pada pengkaderan BEM FMIPA.

Sejenak terdiam dan tidak langsung mengiakan, ku sampaikan bahwa, "saya sebenarnya belum pernah di kader di BEM FMIPA, jadi agak malu juga ketika membawa materi di pangkaderan tersebut!"

Karena ia pun mampu menjelaskan dan memberikan pemahaman dengan bahasa yang sederhana. Lewat itu juga ia menyampaikan bahwa materi yang akan saya bawakan adalah 'kepemimpinan dan manajemen organisasi.'

Ada apa gerangan dengan materi itu, bagi saya meteri itu terlalu berat. Berbicara kepemimpinan tentu berbicara perilaku, sikap, attitude, dan terlebih berbicara seseorang yang dapat menjadi contoh terbaik.

Ditambah lagi dengan embel-embelnya manajemen organisasi, manajemen dengan kemampuan khusus untuk memberdayakan segala sumber saya yang ada di dalam organisasi.

Jelas menjadi tantangan segala ruang proses, disisi lain kemauan untuk belajar masih sangat tinggi, namun masih mengundang banyak tanya. Apakah saya layak berbicara tentang kepemimpinan dan manajemen organisasi dengan kapasitas saya?

Bukankah itu materi yang sakral, dan mestinya pamateri dapat menjadi contoh sesuai yang disampaikan. Termasuk sesuai perilaku dan tindakannya, "situru' kero anna' loa."

"Ahh, pikiran apa ini," sanggahku sendiri dalam pikiran. Semua orang tidak ada yang sempurna, semua pernah gagal, dan segala peluang mesti mampu dimanfaatkan dengan baik. Tidak ada yang salah jika kita ingin belajar, apabila kita selalu mengatakan tidak bisa, jadi pertanyaanya kapan bisanya?

Akhir dari obrolan itu, saya pun terima dan bersiap jadi pemateri pada pangkaderan BEM FMIPA dengan materi 'Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi.' Jadwal saya pun sudah dikirim dan masuk di pesan whatsapp, di mana nama saya tertera sebagai pemateri ke-5 dari deretan nama-nama yang ada. Dengan tanggal dan jam yang tertulis Jumat, 25 Juni pukul 21.30-23.00 dengan jelas.

Setelah usai hasil percakapan di telpon, dengan segera saya pun melanjutkan perjalanan ke Majene dengan tujuan awal ingin mencari kantor tempat PKL.

Satu hari setelah itu, waktu siang sampai sore hari berada di sekretariat organisasi GMNI Cabang Majene. Organisasi yang sudah lama saya tergabung di dalamnya, ada banyak proses telah saya dapatkan karenanya.

Seperti kebiasaan yang tidak pernah usang, canda tawa pun terjadi dalam sorak-sorai di lingkaran. Cerita humor, ideologi sampai persoalan sex-sexan pun hangat jadi tertawaan dan perbincangan, bukan berarti adegan lucu ya.

Tentu tidaklah salah dari itu, bahkan hal seperti itulah mesti dapat menjadi kajian dan tidak boleh dihindari. Sehingga ada salah satu teman pada obrolan itu di GMNI Majene mengatakan perlu juga ada pendidikan edukasi sex.

Pendidikan edukasi sex bukanlah tema sensitif, apalagi sampai merasa jijik berbicara hal seperti itu, kayak berpikir bengkok saja. Tentu semua orang butuh sex, maka penting kiranya pendidikan sex, hal itu juga bertujuan agar tidak terjerumus pada sex bebas yang dikendalikan hanya nafsu semata.

Agaknya sudah melebar deh, tadinya bicara kepemimpinan, lho kok malah sampai bicara edukasi sex. Itulah dinamika hidup, di mana pun kita berada mesti juga dapat beradaptasi. Dan semua yang terjadi dapatlah menjadi bagian pembelajaran, buang negatifnya dan ambil positifnya. Prinsip seperti itulah yang mesti tertanam dalam diri, yeah.

Matahari pun sudah saatnya ingin tenggelam, lantunan suara merdu azan terdengar nyaris. Panggilan untuk menghadap kepada Sang Pencipta sudah tiba saatnya. Magrib mulai menghanyutkan, alam bersahabat dengan kesejukan dan kenikmatan sampai pada kegelapan yang terus mendekat dan menghampiri.

Di Gubuk Marhaenis disebut sebagai sekretariatnya GMNI Majene, duduk melingkar sambil makan malam sebelum saya berangkat ke lokasi pengkaderan. Dan tidak lama berselang, pesan whatsapp dari ketua BEM FMIPA masuk yang bertuliskan, "bung posisi, apakah sudah bisa merapat ke lokasi."

Dengan cepat saya balas, "saya di gubuk, saya juga sudah mau merapat nih." jawabku melalui pesan whatsapp yang baru saja selesai makan.

Ku mulai siap-siap, dan seketika aku pun berangkat bersama motor setia saya, sang 'Force' menuju ke lokasi pengkaderan.

Setiba di lokasi, terlihat deratan mahasiswa berbaris dengan rapi, memasang kuping dan mata dengan baik-baik. Arahan terlontar dengan penuh makna, suara gemuruh mahasiswa terdengar lantang, tak ubahnya seperti orang terdorong untuk melawan penindasan yang nyata di depan mata.

Malam itu, saya haru dan terpukau menyaksikan semangat mahasiswa. Semangat menumbuhkan nalar kritis, semangat belajar dan semangat bertanggungjawab terhias. Harapan itulah mestinya mampu terwujud dalam kenyataan pada setiap gerak-gerik mahasiswa.

Ku mulai dengan keberanian dan kemauan belajar, duduk dan kadang berdiri yang dikelilingi beberapa mahasiswa yang telah siap sedia menerima materi. Karakter wajah banyak terlihat, pancaran sinar pun juga dapat menyengat perasaan. Wajah-wajah yang sukar dan akan menjadi teman diskusi malam itu.

"Karena pemateri kita sudah berada di depan, jadi langsung saja saya serahkan kepada beliau." Mansur selaku pengantar mempersilahkan saya untuk memulai materi saat ia baru usai mengajukan beberapa pertanyaan kepada peserta.

Tanpa basa-basi pun, ku mulai materi dengan membaca "basmalah" dan nantinya akan kuakhiri dengan salam persatuan.

"Saya bukanlah pemateri, melainkan teman diskusi bagi teman-teman." Kata itulah saya sampaikan di awal kepada para peserta. Dan selanjutnya saya mencoba untuk menumbuhkan sedikit pertanyaan kepada peserta, "kenapa kita mesti berorganisasi?"

Suara-suara pendapat timbul dalam forum itu, bahkan sanggahan-sanggahan ada yang terlontar, bahwa perlu pendefenisian secara kata-perkata pada judul materi yang sudah terpampang di papan tulis. Luar biasa kritisnya dan terkesan lucu juga, namun perlulah diapresiasi sebagai bagian dari nalar kritis.

Saya mencoba menyampaikan dengan baik sesuai kemampuan yang saya miliki, meski ada banyak kekurangan, namun bagiku itulah bagian dari proses dan tantangan yang harus dihadapi.

Berani ambil tanggungjawab, berarti berani pula menanggung segala resikonya. Karena tidak ada proses yang langsung bisa berhasil, semua pernah mengalami kegagalan, namun dari banyaknya kegagalan, maka itu dapat menjadi penerpa agar manusia bisa terbentuk.

Kebingungan mulai nampak, saat sorak-sorai mengenai sejarah organisasi pergerakan di Indonesia mulai y saya sebutkan. Seperti Jong Java, Jong Celebes dan Jong Sumatera. Dan organasasi pada kebangkitan nasional seperti Budi Utomo, SI, Indesh Partij, ISDV dan Perhimpunan Indonesia. 

Seakan hanya mengawang, telah terlihat dan nampak wajah kebingunan, bahkan rasa jenuh dan ngantuk pun kadang muncul.

Perlahan saya mencoba menghidupkan suasana, terkadang saya lontarkan pertanyaan dan permintaan para peserta agar memberikan juga berpendapatnya.

Walau banyak kata-kata di dalam forum itu, namun bisa saja hanya menjadi wejangan semata, konsumsi sekecap di malam itu saja. Namun, intinya itu saya sampaikan dengan penuh kerelaan dan sepengetahuan yang saya miliki.

Perlu digaris bawahi terkait dengan materi mengenai kepemimpinan dan manajemen. Dua kata itu terkorelasi dan tidaklah bisa dipisahkan. Bahkan saling melengkapi dan menjadi catatan penting yang harus dimiliki dalam organisasi.

Kepemimpinan adalah sebuah seni atau perilaku untuk dapat memberikan pengaruh terhadap orang lain, mampu menggerakkan demi tujuan bersama. Seterusnya, manajemen adalah kemampuan memanfaatkan segala sumber daya yang ada. Maka mesti itu mampu terpatri dalam mengelola organisasi ketika bergabung.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak