Aroma Politik di Balik Penetapan Hari Kesaktian Pancasila

Hernawan | Agung
Aroma Politik di Balik Penetapan Hari Kesaktian Pancasila
Ilustari gedung Pancasila (pixabay)

Pancasila sebagai dasar negara tentu memiliki sejarah yang panjang dalam penyusunannya. Pancasila digunakan sebagai kaca mata untuk melihat fenomena dan kondisi bangsa hari ini. Pancasila dianggap sebagai pandangan hidup, berarti praksis tindakan kita selalu berdasarkan koridor nilai Pancasila.

Mengenai Hari Kesaktian Pancasila, masih banyak perbincangan di lingkup akademisi, terlebih pada sejarah kelam sampai Lahirnya Hari Kesaktian Pancasila. Hari Kesaktian Pancasila diperingati setiap tanggal 1 oktober. Hal ini pastinya memiliki alasan dan landasan historis.

Mengenai Pancasila, kita semua tahu bahwa bapak penggali falsafah negara ini adalah Presiden Pertama, Ir. Soekarno atau akrab disapa Bung Karno. Selain itu, tak terlepas pula dari peranan BPUPKI.

BPUPKI adalah badan bentukan Jepang yang bertugas menyusun hal-hal fundamen untuk berdirinya Negara. Pada sidang pertama BPUPKI, ada dua hal yang menjadi topik pembahasan yaitu Kemerdekan dan Dasar Negara.

Pada sidang BPUPKI, pembahasan dasar negara beberapa tokoh sudah menyampaikan ide dan gagasannya, seperti Prof. Muhammad Yamin dan Soepomo. Pada kondisi sidang yang tidak Stabil (Fanatik antara golongan), 1 juni 1945, Bung karno berjalan ke atas mimbar dan memulai pidatonya. Singkat cerita, penjabaran isi 5 dasar negara Bung Karno memberikan nama Pancasila berdasarkan konsultasinya dengan Sahabat dekatnya.

Konstelasi politik pemerintahan Bung Karno berjalan dengan baik, sampai pada tahun 1965 terjadi gejolak politik yang sangat besar. Pada 1965, ada dua kekuatan politik yang besar yaitu Partai Komunis Indonesia dan Pasukan Angkatan Darat. Gejolak keduanya mulai memanas, sampai ke permukaan, media massa, stasiun TV, dan surat kabar dipenuhi propaganda yang sengit.

Puncaknya, ketika terjadi gerakan 30 september 1965/PKI, beredar informasi bahwa para kader PKI menculik 6 jenderal dan satu perwira dan dibunuh dalam satu malam saja.

Sedangkan menurut Bung Karno, hal ini dinamakan Traged Gerakan Satu Oktober Tahun 65 (GESTOK 65) dikarenakan kejadiannya masuk pada tanggal satu oktober 1965. Polemik inilah yang membuat sistem pemerintahan Bung Karno melemah dan ia dituntut turun dari jabatan Presiden.

Penggulingan tidak dapat dielakkan karena kondisi politik pada saat itu sangat kacau. Soeharto sebagai pahlawan tragedi Gestok 65 menjadi kandidat terpilih dan pada masa orde barulah Hari Kesaktian Pancasila ditetapkan.

Namun, ketika kita berpikir merayakan Hari Kesaktian Pancasila menurut satu tragedi saja, ingat bahwa Pancasila sejak lahir disakralkan dan menjadi dasar negara yang sangat dianggap sakti.

Bagaimana tidak, banyak negara lain belajar Pancasila karena amelihat dari keberagaman yang memiliki persatuan yang sama (Nasionalisme).

Sehingga peringatan Hari Lahir Pancasila sangat tidak relevan untuk kita rayakan, karena setiap hari adalah Hari Pancasila.

Selain itu, selama Pancasila menjadi dasar negara, mutlak adanya kebijakan sesuai dengan koridor dasar negara kita.

Hal yang perlu diwaspadai adalah kelompok-kelompok yang ingin mengubah haluan negara dengan mengganti Pancasila. Pasalnya, hal itu sangat melukai perjuangan para pahlawan dan the founding father kita.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak