Luka yang Ditinggalkan: Sampah di Gunung dan Tanggung Jawab Kita

Bimo Aria Fundrika | muahmad luthfi hafidzna
Luka yang Ditinggalkan: Sampah di Gunung dan Tanggung Jawab Kita
gunung kerenceng jawa barat

Gunung selalu punya daya tarik. Ada yang datang demi ketenangan, ada yang mencari tantangan, ada pula yang sekadar ingin memotret kabut tipis di puncak untuk dipajang di media sosial. Udara segar, pepohonan hijau, dan suara hutan yang menenangkan membuat siapa pun merasa sedang masuk ke dunia lain—jauh dari riuh kota. Namun di balik pesona itu, ada luka yang terus menganga: sampah.

Fenomena sampah di gunung bukan hal baru. Jalur yang semestinya dipenuhi lumut, dedaunan, atau jejak hewan liar, justru dipenuhi bungkus mie instan, botol plastik, puntung rokok, bahkan kaleng minuman berkarat. Pemandangan ini bukan hanya merusak estetika. Ia mengancam ekosistem. Satwa bisa terjebak atau terluka. Air bisa tercemar. Dan pada akhirnya, manusia juga yang akan menanggung akibatnya.

Gunung: Rumah, Bukan Sekadar Destinasi

Sayangnya, sebagian besar orang masih melihat gunung hanya sebagai destinasi wisata. Mereka datang, mendaki, mencapai puncak, lalu turun. Selesai. Padahal, gunung adalah rumah bagi ribuan makhluk hidup. Setiap langkah manusia membawa konsekuensi. Setiap sampah yang ditinggalkan, sekecil apa pun, adalah ancaman bagi keseimbangan rumah itu.

Pendaki kerap membawa perlengkapan modern, makanan instan, minuman kemasan, dan camilan praktis. Semua sah-sah saja. Masalahnya, banyak yang lupa: apa yang dibawa naik seharusnya juga dibawa turun. Mendaki bukan hanya soal mencapai puncak, tetapi soal bagaimana kita menghormati alam. Gunung adalah guru yang sabar. Ia mengajarkan keteguhan lewat jalur menanjak, keikhlasan lewat hujan mendadak, dan kebersamaan lewat tawa sepanjang perjalanan. Sayangnya, pelajaran itu sering dikhianati dengan jejak sampah.

Dalam Perspektif Spiritual

Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Mulk ayat 15:

"Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan."

Ayat ini adalah peringatan sekaligus pengingat. Bumi dipermudah untuk manusia. Gunung, hutan, laut—semuanya rezeki. Tapi bagaimana balasan kita? Banyak yang mendaki hanya untuk pamer, bukan untuk bersyukur. Kita menikmati udara segar, tapi meninggalkan sampah yang meracuni udara itu sendiri.

Tanggung Jawab Kecil, Dampak Besar

Menjaga gunung tidak harus menunggu gerakan nasional. Tidak perlu pula menunggu komunitas besar. Kesadaran pribadi jauh lebih penting. Bawa kantong untuk sampah pribadi. Kurangi konsumsi plastik sekali pakai. Kalau menemukan sampah di jalur, pungutlah. Terdengar sederhana, tapi inilah langkah nyata.

Pendaki yang memungut sampah sering dianggap “pahlawan kesiangan”. Padahal, justru merekalah yang mengerti arti pendakian sesungguhnya. Gunung tidak butuh pahlawan besar. Gunung butuh langkah kecil yang konsisten dari banyak orang. Bayangkan jika setiap pendaki membawa pulang sampahnya sendiri, bahkan ditambah sampah orang lain, gunung-gunung kita akan kembali bersih.

Warisan untuk Generasi Setelah Kita

Gunung bukan milik kita semata. Ia adalah warisan. Anak cucu berhak mengenalnya sebagaimana kita mengenalnya hari ini: sejuk, indah, penuh pelajaran hidup. Jangan biarkan mereka hanya mewarisi cerita tentang gunung yang rusak.

Setiap sampah adalah luka. Luka kecil yang terus menumpuk, menjadi penyakit bumi, lalu kembali menyakiti manusia. Sebaliknya, setiap langkah menjaga gunung adalah obat. Kebaikan kecil yang berbuah besar di masa depan.

Pendakian sejati bukan hanya perjalanan fisik menuju puncak. Ia adalah perjalanan batin untuk belajar syukur, kesabaran, dan tanggung jawab. Gunung sudah memberi banyak pelajaran. Kini giliran kita membalasnya. Bukan dengan meninggalkan luka, tapi dengan jejak kebaikan. Mari jaga gunung. Mari jaga bumi. Untuk kita, dan untuk mereka yang akan datang.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak