Stoicism: Kebahagiaan Datang dari Ketidakpedulian

Hernawan | Lintang Larissya
Stoicism: Kebahagiaan Datang dari Ketidakpedulian
Ilustrasi Bahagia. (pexels.com)

Stoicism adalah sebuah filsafat Yunani Kuno yang mengajarkan tentang bagaimana agar tetap stoic dalam kehidupan yang dinamis. Filsafat kuno ini dianut oleh beberapa filsuf Yunani, seperti Seneca, Epictetus, dan Marcus Aurelius.

"Seorang stoic adalah seseorang yang mengubah ketakutan menjadi kehati-hatian, rasa sakit menjadi transformasi, kesalahan menjadi inisiasi, dan keinginan menjadi usaha" - Nassim Taleb.

Stoicism atau stoikisme didirikan di Athena oleh Zeno dari Citium pada awal abad ke-3 SM. Stoic mengajarkan bahwa orang harus bebas dari hasrat, tidak tergerak oleh sukacita atau kesedihan, serta tunduk tanpa mengeluh atas apapun yang terjadi dan tidak dapat dihidari.

Ilmu satu ini mengajarkan bagaimana kebahagiaan bisa didapatkan apabila memfokuskan diri pada apa yang dapat dikendalikan.

Dalam hidup terdiri dari dua hal, yakni hal yang dapat dikendalikan dan hal yang tidak dapat dikendalikan. Hal-hal yang dapat dikendalikan bergantung pada pertimbangan, perkataan, dan cara bagaimana kita bersikap.

Contohnya adalah kebahagiaan. Seharusnya kebahagiaan letaknya berada dalam kendali kita. Apabila ada hal yang memengaruhi kebahagiaan yang berasal dari luar kendali, maka yang perlu dilakukan adalah mengendalikan hal tersebut sesuai dengan apa yang kita bisa.

Misalnya adalah ketika kita kecewa terhadap perilaku orang lain kepada kita dan membuat diri ini kesal atau marah, yang perlu dilakukan agar kita tetap bahagian dan menjadi pribadi yang positif adalah mengendalikan apa yang dapat dikendalikan dari diri sendiri. Oleh karena itu, mengelola pikiran adalah kuncinya. Terkadang memang ketidakpedulian perlu dimiliki agar kebahagiaan dapat digenggam.

Stoicism menekankan tentang bagaimana menemukan kebahagiaan dalam diri sehingga dapat menjalani hidup dengan bahagia dengan menerima apapun kehendak alam.

Jadi haruskah pasrah dengan segala hal? Tidak.

Dalam stoicism, semua hal yang terjadi dalam kehidupan manusia adalah netral. Tidak ada positif dan negatif maupun hal yang baik dan hal buruk. Bagaimana itu bernilai adalah interpretasi kita terhadapnya.

Menurut Wikihow, berikut cara menjalani Filosofi Stoik dalam kehidupan.

  1. Terimalah apa saja yang tidak bisa diubah.
  2. Biasakan berpikir sebelum berbicara atau memberikan reaksi emosional.
  3. Jangan terlalu mengkhawatirkan reaksi orang lain.
  4. Jadilah pribadi yang rendah hati dan mau belajar pengetahuan baru.
  5. Jangan terlibat terlalu dalam dengan urusan orang lain.

Penilaian terhadap sesuatu akan memengaruhi tindakan dalam menyikapinya. Hal eksternal yang terjadi dan tidak sesuai dengan kehendak kita, sudah seharusnya tidak dipedulikan dan biarkan begitu saja sesuai dengan kehendak alam.

Tapi hal internal yang dapat kita kendalikan, lakukanlah yang terbaik saat mengendalikan hal tersebut. Jangan lupa untuk selalu membangun pertahanan seperti mempersiapkan diri saat enghadapi kemalangan dan berdamai dengan emosi-emosi negatif. Tidak perlu pula berlarut-larut dalam kegagalan sampai harus mengutuki diri sendiri.

Perlu diingat bahwa dunia tidak hanya mengitari diri kita sendiri. Jatuh-bangun, menang-gagal, sedih-senang merupakan hal yang biasa dalam proses hidup. Namun, kebahagiaan tergantung pada bagaimana diri kita memilih untuk bahagia atau tidak.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak