Indonesia Raja Sawit Dunia, Berkah atau Celaka?

Hernawan | Yoga Putra
Indonesia Raja Sawit Dunia, Berkah atau Celaka?
Perkebunan kelapa sawit di Indonesia. [perkebunan.litbang.pertanian.go.id]

Elaeis Guineensis atau lebih dikenal dengan sebutan Kelapa Sawit merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati yang paling produktif di dunia. Minyak nabati atau minyak sawit yang dihasilkan telah digunakan dalam berbagai macam produk, baik makanan maupun non makanan. Kebutuhan minyak sawit dalam berbagai jenis produk tentunya berdampak pada meningkatnya permintaan global terhadap minyak kelapa sawit itu sendiri.

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan Indonesia. Pada tahun 2020, United States Departement of Agriculture (USDA) juga menempatkan Indonesia sebagai peringkat pertama negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia, dengan produksi mencapai 44,5 juta metrik ton atau setara dengan 58% dari seluruh produksi minyak sawit dunia. Kemudian disusul Malaysia dengan produksi mencapai 19,7 juta metrik ton, Thailand 3,12 juta metrik ton, Colombia 1,65 juta metrik ton dan Nigeria 1,4 juta metrik ton. 

Selaras dengan publikasi USDA, Direktorat Jenderal Perkebunan mencatat produksi kelapa sawit Indonesia pada tahun 2020 mencapai 48,2 juta ton (angka sementara) mengalami peningkatan mencapai 1,17 juta ton dari tahun sebelumnya, di mana Provinsi Riau menempati urutan pertama dengan produksi mencapai 9,98 juta ton, kemudian disusul Provinsi Kalimantan Tengah dengan produksi mencapai 7,68 juta ton, Sumatera Utara 5,77 juta ton, Kalimantan Barat 5,47 juta ton, dan Sumatera Selatan 4,26 juta ton.

Selain produksi, nyatanya Indonesia juga dinobatkan sebagai negara dengan luas areal perkebunan kelapa sawit terbesar di dunia. Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan, pada tahun 2020 luas areal kelapa sawit Indonesia mencapai 14.858.300 hektar (angka sementara). Di mana sebagian besar kelapa sawit di Indonesia diusahakan oleh perusahaan besar swasta (PBS), yakni sebesar 55,76% atau seluas 8.285.370 hektar dan perusahaan besar negara (PBN) sebesar 3,83% atau 569.166 hektar.

Perkebunan rakyat (PR) menempati posisi kedua dalam kontribusinya terhadap total luas areal perkebunan sawit di Indonesia yakni seluas 6.003.764 hektar atau 40,41%.

Dengan angka produksi dan luas areal perkebunan kelapa sawit yang mampu mendapat predikat peringkat pertama dunia, tentunya komoditi kelapa sawit sangat berkontribusi bagi perekonomian Indonesia.

Hal ini terlihat dalam publikasi Badan Pusat Statistik mengenai statistik perdagangan luar Indonesia ekspor, dimana nilai ekspor minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO)  yang mencapai US$18,44 miliar atau Rp 263 triliun (kurs Rp 14.200/US$) pada 2020, tumbuh 18,43% dibandingkan tahun 2019. 

Selain berdampak positif bagi Indonesia, nyatanya kelapa sawit juga memberikan dampak negatif bagi lingkungan di Indonesia, seperti meluasnya perkebunan sawit tiap tahun yang berdampak pada semakin sempitnya lahan hijau di Indonesia, yang akan mengakibatkan perubahan iklim (climate change) yang tak menentu, pemanasan global (global warming) dan sederet bencana lainnya.

Dengan berbagai dampak negatif yang ditimbulkan pemerintah melalui Kementrian Pertanian pada tahun 2009 mengeluarkan kebijakan sertifikat Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO), yang bertujuan untuk menjaga lingkungan dan menjamin kualitas produk agar bersaing secara global.

Namun ISPO itu belum sepenuhnya dijalankan, sebagai bentuk keseriusan pemerintah dalam menangani berbagai dampak dan polemik, yang ditimbulkan dari industri kelapa sawit, pemerintah juga menerbitkan Permen No. 38 Tahun 2020 Tentang Penyelenggaraa Setifikasi Kelapa Sawit serta sederet aturan lainnya.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak