Tradisi Lompat Batu Nias: Integrasi Budaya Lokal dalam Pembelajaran Fisika

Hernawan | Okta Rini Yelsi
Tradisi Lompat Batu Nias: Integrasi Budaya Lokal dalam Pembelajaran Fisika
Suasana lompat batu di Nias. (Suara.com/Silfa Huamirah).

Tidak diragukan lagi bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya. Banyak faktor penyebab kekayaan ini, mulai dari letak geografis Indonesia yang merupakan wilayah kepulauan, hingga faktor sejarah terbentuknya bangsa Indonesia. Hal ini membuat Indonesia memiliki keragaman budaya yang sangat khas, seperti suku bangsa,  bahasa, serta adat dan kesenian.

Keragaman budaya ini tentunya memberikan manfaat yang sangat besar kepada negara kita, di antaranya memberikan identitas Indonesia di mata dunia, menjadi aset wisata, sebagai sarana untuk mempererat persaudaaran, media hiburan, bahkan bisa dijadikan media pembelajaran dalam pendidikan.

Budaya-budaya unik yang dimiliki bangsa ini tentu harus kita jaga dan lestarikan bersama. Budaya yang merupakan kekayaan Indonesia harus diwariskan kepada generasi-generasi muda penerus bangsa, baik melalui seni, pariwisata, maupun pendidikan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam bidang pendidikan adalah dengan mengintegrasikan budaya yang ada ke dalam bidang pendidikan.

Pendidikan memiliki peran penting dalam perkembangan kebudayaan. Namun, pada kenyataannya sekolah-sekolah di Indonesia masih sangat jarang yang mengintegrasikan budaya dengan mata pelajaran di kelas.

Pembelajaran mengenai budaya hanya untuk sekedar menambah pengetahuan saja, misalnya melalui mata pelajaran seni musik, seni tari, seni lukis, dan lain-lain, tidak terintegrasi dengan pembeajaran lain. Hal ini menyebabkan nilai-nilai kearifan lokal yang dianut oleh masyarakat diabaikan dalam pembelajaran, khususnya sains.

Lompat Batu sebagai Penerapan Gerak Parabola

Ketika mempelajari fisika, tentu tak lepas dari fenomena-fenomena dalam kehidupan. Namun, selama ini kita selalu disuguhkan dengan fenomena sains dari dunia Barat. Ketika kita mengulik lebih jauh, ternyata budaya-budaya kita pun memiliki fenomena-fenomena fisika yang tak kalah menarik. Salah satunya dalam tradisi lompat batu di Nias

Lompat batu merupakan tradisi masyarakat di Kepulauan Nias, Sumatera Utara. Tradisi lompat batu ini dilakukan oleh pria atau pemuda Nias dengan cara melompati tumpukan batu yang tingginya 2 meter.

Dulu, lompat batu ini merupakan sarana latihan prajurit agar bisa menghadang musuh dalam berperang. Walaupun sekarang sudah tidak ada peperangan lagi, tradisi lompat batu masih terus tumbuh dan berkembang di daerah Nias. Tradisi ini dilakukan untuk menunjukkan bahwa seorang pria sudah dewasa. Lalu, bagaimana hubungannya dengan fisika?

Dalam tradisi lompat batu terdapat penerapan gerak parabola, karena lintasan yang dilalui oleh pelompat batu berbentuk parabola. Berikut adalah tinjauan gerak yang dilakukan pelompat batu pada sumbu x dan y

  1. Pelompat memulai lompatan pada batu pijakan, dalam Bahasa Nias disebut tara hoso. 
  2. Pelompat batu bergerak vertikal ke atas
  3. Lintasan gerak pelompat batu membentuk kurva parabola

Dalam gerakan lompat batu tersebut, dapat diperoleh beberapa data besaran, yaitu waktu (t), posisi arah horizontal (x), posisi arah vertikal (y), sehingga dapat dihitung berapa kecepatan masing-masingnya. Hubungan antara besaran-besaran ini juga dapat digambarkan melalui grafik. Selain itu, besaran lain, seperti percepatan, ketinggian maksimum juga dapat diperoleh.

Dalam kegiatan lompat batu, pelompat harus berlari cepat agar mempunyai kekuatan yang besar sebelum melakukan tolakan pada batu pijakan dan membutuhkan kemiringan yang tepat pula.

Semakin besar kecepatan awal yang dilakukan pelompat, maka akan kian besar pula gaya tolakan pelompat, sehingga ia bisa memindahkan tubuhnya ke arah atas batu. Lintasan yang dilalui pelompat batu ketika di udara membentuk sebuah jalur kurva, yaitu parabola. 

Tradisi lompat batu ini sangat bagus diintegrasikan dalam pembelajaran fisika materi gerak parabola. Cara ini bisa mengubah persepsi siswa yang kebanyakan menganggap bahwa fisika itu sulit dan hanya berisi hitung-hitungan, menjadi pembelajaran yang menyenangkan serta bermakna. Sebab, selain belajar konsep fisika siswa juga belajar mengenal budaya bangsanya.

Proses belajar mengajar semacam ini dinamakan dengan pembelajaran kontekstual. Pengintegrasian budaya lokal seperti ini dapat diterapkan oleh pendidik dalam menjelaskan konsep fisika dengan cara yang lebih mudah dipahami, sekaligus upaya dalam mengenalkan serta melestarikan budaya-budaya di Indonesia.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak