Kita selaku seseorang muslim wajib menekuni ilmu hadist sebab buat mengenali (memilah) hadist- hadist yang shahih dari yang selainnya. Ialah mengenali kondisi dari sesuatu hadist, apakah hadist tersebut shahih, hasan, ataupun apalagi dhaif (lemah, sehingga tidak bisa digunakan selaku pegangan).
Hadist ialah sumber kedua dalam pengambilan suatu hukum sehabis Al-Quran, secara bahasa hadist berarti khabar, ialah kabar, peristwa. Tetapi secara sebutan hadist merupakan suatu yang ditumpukan kepada Rasulullah SAW baik dalam perkataan, perbuatan maupun taqrir. Mengingat hadist ialah sumber kedua dalam referensi pengambilan hukum, hingga sangat berarti untuk kita umat Islam buat menekuni serta menggali hadist- hadist.
Disini aku hendak mangulas tentang hadist berdasarkan kualitas. Para ulama yang pakar mempelajari hadist serta mengerti benar sanad ataupun matannya mengelompokkan hadist bersumber pada kualitasnya. Penggolongan hadist tersebut diantaranya hadis yang bersumber pada mutu yang awal merupakan Hadist Maqbul. Hadist Maqbul merupakan hadist yang bisa diterima selaku hujjah atau dalil dan bisa dijadikan selaku landasan hukum. Hadist Maqbul dipecah jadi 2, ialah hadis shahih serta hadist hasan.
Hadis Shahih, secara sebutan bagi Shubhi al- Shalih, hadits shahih merupakan hadits yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh periwayat Yang Adil serta dhâbith sampai bersambung kepada Rasulullah ataupun pada sanad terakhir berasal dari golongan teman tanpa memiliki syâdz (kejanggalan) maupun‘ illat (cacat). Imam Ibn al- Shalah dalam kitabnya‘ Ulûm al- Hadits yang diketahui pula dengan Muqaddimah Ibn al- Shalah, mendefinisikan hadits shahih dengan hadits yang ditumpukan kepada Nabi yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh periwayat Yang Adil serta dhâbith sampai hingga akhir sanad, tidak terdapat syâdz (kejanggalan) serta tidak memiliki 'illat (cacat)”.
Hadist shahih memiliki banyak kriteria antara lain terdapat ketersambungan sanad, ketersambungan sanad (ttishalul sanad) berati tiap-tiap perawi berjumpa antara satu sama yang lain. Yang kedua terdapat Perawi Adil, perawi adil ialah mempelajari satu per satu biografi perawi serta memandang gimana pendapat ulama hadist terhadap individu mereka. Butuh dikenal, adil (merupakan) yang diartikan dengan berkaitan dengan muruah ataupun nama baik.
Berikutnya yang ketiga terdapat Hafalan Perawi Kokoh, tidak hanya mengenali muruah perawi, mutu hafalannya pula butuh dicermati. Jika hafalannya kokoh, mungkin besar hadistnya shahih. Tetapi jika tidak kokoh, terdapat mungkin hadist tersebut hasan, apalagi dhaif.
Yang keempat terdapat tidak terdapat Illah, Illah yang diartikan di mari merupakan suatu yang bisa mengganggu keshahihan hadis, tetapi tidak sangat nampak. Serta yang terakhir terdapat kriteria shahih yang tidak terdapat Syadz, Syadz berati perawi tsiqah berlawanan dengan rawi lain yang lebih tsiqah darinya. Dengan demikian, buat membenarkan keshahihan hadis, butuh dikonfirmasi dengan riwayat lain, apakah tidak berlawanan dengan hadis lain ataupun tidak.
Sebagian contoh yang ialah hadis shahih terdapat banyak, tetapi kali ini aku hendak menguraikan hadisnya cuma 2 ialah tentang niat serta sabar.
Artinya:“ Sebenearnya amal seorang itu bergantung dengan niatnya”[Hadist Riwayat Bukhari& Muslim]
Maksudnya:“ Sebetulnya dikatakan sabar merupakan kala di dini bencana.”[HR. Bukhari, nomor. 1283]
Berikutnya aku hendak mangulas tentang Hadis Hasan, bagi komentar Ibnu Hajar, ”hadist hasan merupakan hadist yang dinukilkan oleh orang yang adil, yang kurang kokoh ingatannya, yang muttasil sanadnya, tidak cacat serta tidak ganjil.”
Imam Tirmidzi mengartikan hadist hasan selaku berikut:“ Masing- masing hadist yang pada sanadnya tidak ada perawi yang tertuduh dusta( pada matan- nya) tidak terdapat kejanggalan( syadz) serta( hadist tersebut) diriwayatkan pula lewat jalur lain”. Dari penjelasan di atas hingga bisa difahami kalau hadist Hasan tidak memperlihatkan kelemahan dalam sanadnya kurang kesempurnaan hafalannya.
Ada pula kriteria hadis hasan pula, tidak berbeda jauh dengan hadis shahih, antara lain terdapat ketersambungan sanad, ketersambungan sanad (ittishalul sanad) berati tiap-tiap perawi berjumpa antara satu sama yang lain.
Yang kedua terdapat Perawinya mempunyai watak dhabith, Tetapi mutu perawinya lebih rendah dari perawi hadis shahih. Berikutnya ialah tidak terdapat syadz, Syadz berati perawi tsiqah berlawanan dengan rawi lain yang lebih tsiqah darinya. Serta yang terakhir ialah tidak terdapat illah, Illah yang diartikan di mari merupakan suatu yang bisa mengganggu keshahihan hadis, tetapi tidak sangat nampak.
Contoh hadis hasan ialah terdapat hadis tentang parfum.
“ Wujud parfum pria, baunya terlihat sebaliknya rupanya tersembunyi. Ada pula wujud parfum perempuan, rupanya terlihat tetapi, baunya tersembunyi.”( HR. Tirmidzi, nomor. 2787; An- Nasa’ i, nomor. 5120)
Inti ajaran Islam dibentuk di atas 2 pondasi: Al- Qur’an serta sunnah. Keduanya mempunyai kaitan yang sangat erat, banyak ayat- ayat Al- Qur’ an yang tidak dapat dimaksud dengan benar serta pas tanpa dorongan penjelasan dari Sunnah Nabi Saw. Salah satu contoh merupakan tentang tata metode shalat yang tidak bisa jadi diraktekan tanpa dorongan dari sunnah Nabi. Sebab Al- Qur’an sendiri tidak mengatakan tata metode shalat itu serta Al- Qur’ an cuma menegaskan cuma wajibnya shalat 5 waktu itu saja.
Sebab berartinya pengetahuan tentang hadist ini, Imam Abu Hanifah sempat berujar, "Tanpa Sunnah tidak seorangpun dari kita yang bisa menguasai Al- Qur’ an". Menekuni hadits Nabi SAW memiliki keistimewaan tertentu sebagaimana dijanjikan oleh Rasulullah SAW dalam haditsnya kalau orang yang menekuni serta menghafal hadits-haditsnya hendak dianugerahi oleh Allah Swt wajah yang bercahaya, penuh dengan pancaran nur keimanan yang menunjukkan ketenangan hati serta keteduhan batin. Sabda Nabi Saw, "Allah membuat bercahaya wajah seorang yang mendengar dari kami suatu hadits, setelah itu menghafalnya serta menyampaikanny”( Abu Daud dalam Sunannya serta At- Tirmidzi dalam Sunannya).