Seringkali kita beranggapan bahwa karya sastra, khususnya yang berupa karya fiksi, seperti halnya puisi, novel, cerpen, dan drama, hanyalah sebuah karya yang hanya sebatas fiksi dan tidak akan mendapat tempat yang baik di tengah-tengah masyarakat. Adapun karya sastra yang berupa non-fiksi, seperti halnya esai, ulasan, maupun kritik sastra, saat ini pun tak banyak dikenal atau diperhitungkan di tengah-tengah masyarakat.
Apresiasi masyarakat yang kurang terhadap karya sastra, membuat karya sastra acapkali dipertanyakan eksistensinya. Para sastrawan pun tak lagi berbicara tentang perasaan pada umumnya, dan kini mulai mengangkat isu-isu sosial yang terjadi di masyarakat. Lalu untuk menjaga eksistensi sebuah karya sastra, apakah perlu mengangkat isu-isu yang terjadi di tengah-tengah masyarakat pada umumnya?
Karya sastra merupakan salah satu bagian dari karya seni, baik yang berupa fiksi maupun non-fiksi. Semuanya secara keseluruhan memiliki suatu nilai 'artistik' dalam isinya, meskipun dari kedua jenis tersebut terdapat fungsi dan tujuan yang berbeda.
Lalu bagaimana caranya agar sebuah karya sastra bisa eksis di tengah-tengah masyarakat?
Semua karya sastra yang diciptakan oleh para sastrawan memiliki penggemar/pengangumnya yang berbeda. Sama halnya seperti karya seni pada umumnya, tak semua orang menyukai atau mengapresiasi salah satu buah karya dari seniman yang bersangkutan. Begitupun dengan karya sastra, tak semua orang yang membaca karya sastra memiliki kepedulian yang sama terhadap sosio-kultural yang terjadi di tengah-tengahnya. Ada yang mencari sebuah karya sastra karena memang orang tersebut ingin mempelajari sebuah karya sastra dan ketatabahasaannya, ada pula yang mencari karya sastra karena orang tersebut ingin mempelajari sosio-kultural atau bahkan politik pada sebuah karya sastra, yang ditulis berdasarkan sudut pandang senimannya.
Dalam hal yang sifatnya personal, karya sastra hadir sebagai sebuah mimesis (gambaran samar peristiwa) yang menyuguhkan berbagai kemungkinan sesuai dengan pengalaman atau pengetahuan pembacanya. Dalam hal ini sebuah karya sastra berfokus pada tafsiran pembacanya, yang bebas menafsirkan apapun dari sebuah karya sastra. Dengan kata lain, dalam hal yang sifatnya personal ini, sebuah karya sastra sangat menghendaki yang namanya multitafsir.
Adapun untuk hal yang sifatnya general (umum) karya sastra hadir sebagai bentuk kenyataan yang riil, yang bukan lagi digambarkan melalui suatu mimesis atau perumpamaan-perumpamaan. Dalam hal yang sifatnya general ini, karya sastra menyuguhkan suatu persoalan atau isu-isu yang sifatnya politis sesuai dengan kacamata pribadi sastrawan yang menciptakan karya sastra tersebut.
Dalam khazanah sastra kita, termasuk juga kesenian yang lain, ada kelompok yang menganut paham dari seni untuk seni, dan ada juga yang menganut paham dari seni untuk rakyat. Kita bebas untuk memilih, ingin cenderung ke paham yang mana, atau mungkin kita hanya ingin berdiri di antara kedua paham itu. Tak masalah. Karena karya sastra, juga karya seni pada umumnya, bukanlah suatu kebenaran yang konkret, meskipun membawa isu-isu yang riil; tetapi tetap saja, sebuah karya sastra, tetap berasal dari kacamata si penciptanya, yang mungkin terbatas dalam melihat keadaan di sekelilingnya.
Demikian ulasan dari saya, semoga kalian semua dapat memetik buah dari analisis saya. Kurang dan lebihnya saya ucapkan terima kasih.