Kisruh Jaminan Hari Tua (JHT)

Hikmawan Firdaus | Supriyadi supriyadi
Kisruh Jaminan Hari Tua (JHT)
BPJS Ketenagakerjaan, Ilustrasi aturan JHT terbaru (ist)

Jika anda seorang pekerja yang bekerja di perusahaan kemudian terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau berhenti bekerja (mengundurkan diri) maka anda tidak bisa mengambil  keseluruhan Jaminan Hari Tua (JHT) anda, jika anda ingin mengambil keseluruhan dari JHT tersebut maka anda harus menunggu usia 56 tahun. Inilah inti dari isi Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT yang hari-hari ini banyak orang yang memprotesnya terutama dari pihak buruh atau pekerja yang merasa dirugikan atas keluarnya kebijakan tersebut.

JHT ini bisa diberikan seluruhnya sebelum usia 56 tahun apa bila seorang pekerja atau buruh telah pensiun, meninggal dunia, atau cacat tetap. Ini berarti bahwa bagi buruh atau pekerja yang tidak mengalami ketiga hal tersebut maka seorang buruh atau pekerja untuk memperoleh JHT secara keseluruhan harus menunggu usia 56 tahun. Suatu kebijakan yang ada baiknya untuk dikaji kembali.

JHT sejatinya merupakan iuran bersama antara buruh atau pekerja dan pengusaha. Buruh membayar 2 persen, sedangkan pengusaha membayar 3,7 persen sehingga total menjadi 5,7 persen dari upah yang diterima setiap bulannya. Uang iuran ini sejatinya merupakan uang tabungan yang bisa dimanfaatkan untuk menyambung hidup dan keperluan lainnya jika sewaktu-waktu seorang pekerja atau buruh terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau berhenti bekerja (mengundurkan diri).

Dengan uang JHT tersebut bagi pekerja atau buruh yang sudah terkena PHK atau berhenti bekerja (mengundurkan diri) diharapkan bisa menggunakan uang tersebut menyambung hidup untuk mencukupi kebutuhan pokok sehari-hari selama penantian memperoleh pekerjaan yang baru. Apa jadinya jika seorang pekerja atau buruh yang masih usia paruh baya, semisal berada di usia 40 tahun sampai dengan 50 tahun kemudian terkena PHK atau berhenti bekerja (mengundurkan diri) namun kemudian dia ingin mencairkan JHT tersebut harus menunggu usia 56 tahun? Padahal seorang pekerja atau buruh butuh makan hari ini. Tentunya ini sesuatu yang kurang bijak terutama buat para buruh atau pekerja.

JHT jika bisa dicairkan oleh para pekerja atau buruh yang terkena PHK, mengundurkan diri atau berhenti bekerja sebelum usia 56 tahun sebenarnya bisa lebih bermanfaat untuk digunakan atau dimanfaatkan oleh para pekerja atau buruh tersebut. Uang yang sejatinya merupakan uang tabungan tersebut bisa dimanfaatkan oleh para pekerja atau buruh sebagai modal untuk berwira swasta atau membuka usaha, jika uang tersebut bisa dibayarkan keseluruhannya sebelum usia 56 tahun.

Kita menyadari bahwa hari-hari banyak sekali pekerja atau buruh yang terkena PHK dampak dari pandemi Covid-19 yang belum sepenuhnya mereda. Kita juga menyadari bahwa ketersediaan lowongan pekerjaan di negeri ini jauh lebih sedikit dari pada jumlah orang yang ingin bekerja. Pertumbuhan perusahaan-perusahaan baru yang membutuhkan tenaga kerja juga masih terbatas. Untuk itu, alangkah baiknya jika JHT tersebut bisa dicairkan seorang pekerja atau buruh yang terkena PHK atau mengundurkan diri atau berhenti bekerja sebelum usia 56 tahun. Uang JHT tersebut setidaknya bisa dimanfaatkan untuk menyambung hidup atau yang lebih urgen lagi bisa digunakan untuk membuka wira usaha bagi mereka pekerja atau buruh yang terkena PHK, mengundurkan diri atau pun tidak bekerja lagi. Apakah untuk memulai berwirausaha harus menunggu usia 56 tahun?

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak