Teknologi telah menghadiahkan generasi kita kini berbagai kemudahan dan kemajuan yang barangkali dahulu hanya sekadar angan atau tak mampu untuk dibayangkan.
Roda-roda kehidupan berputar sangat cepat. Jika ingin mengirim pesan, kita tidak perlu lagi meluangkan banyak waktu untuk duduk di kursi yang nyaman, mengambil selembar kertas, mengukirkan tinta pena ke dalam bentuk kata-kata, memasukkan lipatan kertas ke dalam amplop, menempelkan perangko, dan menitipkan pada pos agar sampai pada penerima.
Kita tidak lagi menunggu dengan risau apakah pesan tersebut sampai, dibaca, dan dibalas. Cukup dengan memiliki telepon genggam, kuota internet, dan kemampuan baca tulis, kita sudah bisa mengirim pesan kepada siapa saja yang dikehendaki sejauh manapun ia berada. Kurang dari satu menit, pesan tersebut sampai kepada penerimanya, dan bisa mendapat tanggapan saat itu juga.
Tapi, apakah bantuan teknologi ini dapat memudarkan nurani? Menjadikan kita sulit untuk memahami manusia, karena kita sudah jarang untuk berbicara sambil bertatap mata. Interaksi kita menatap layar dan mengetik dengan jari, dengan sedikit tenggang rasa.
Yang lebih ekstrem, saat kita berinteraksi secara langsung dengan seseorang, kita masih bisa berinteraksi juga dengan orang lain di dunia maya.
Bahkan, kita sudah tidak perlu heran dan merasa asing jika ada dua muda mudi yang lebih bersedia melepaskan genggaman tangan kekasihnya daripada harus melepaskan genggaman teleponnya.
Bagaimana kita tetap menjadi manusia yang memanusiakan orang lain di tengah kecanggihan teknologi abad ini yang telah banyak mengubah pola-pola interaksi?
Bagaimana kita mempelajari manusia dan memahaminya jika tetap bersua tapi kekurangan makna?
Saya tidak menyarankan sebuah solusi baru. Tetapi solusi yang jarang disadari, yaitu dengan membaca karya sastra.
Karya sastra sebagai hasil ide manusia yang dituangkan dengan bahasa mengandung begitu banyak pantulan kehidupan beserta manusia-manusianya. Tokoh-tokoh yang digambarkan dalam karya sastra tidak akan jauh berbeda dengan sifat-sifat dasar yang dimiliki manusia nyata bahkan bisa lebih kompleks daripada yang selama ini kita ketahui.
Perjalanan kisah yang disajikan akan mengaktifkan imajinasi kita sebagai pembaca untuk membayangkan suatu kondisi, untuk turut merasakan suatu perjalanan kehidupan yang berisi penderitaan, perjuangan, pergulatan emosi dan batin, kebahagiaan, dan berbagai kemelut rasa yang dialami manusia.
Petualangan imajinasi saat membaca ini, akan merasuki diri-diri pembaca dan memetik sebuah pelajaran yang sudah mulai dilupakan manusia masa kini.
Pengilhaman dari hasil membaca akan membantu kita untuk memahami sisi-sisi manusia, kisah dan kasih, tenggang rasa, etika dan tata krama, serta hal lainnya yang akan mengaktifkan rasa kemanusiaan kita. Sebutlah, membaca karya sastra sebagai penetral dari kekotoran kita dalam melupakan aspek kemanusiaan dewasa ini.
Pilihlah buku dan jenis bacaan sesuai keinginan Anda. Bisa berupa prosa, puisi, drama, dan sebagainya.
Indonesia tidak kekurangan penulis-penulis hebat dengan kebolehan karyanya. Negara ini juga tidak lupa untuk menerjemahkan karya-karya sastra asing sebagai tambahan sumber bacaan warga negaranya.
Jika Anda pengguna telepon genggam, alasan tidak membaca karena tidak mampu membeli buku, tidak lagi dapat diterima. Anda dapat mengunduh aplikasi untuk membaca yang menyediakan ribuan jenis bacaan dalam bentuk buku elektronik yang bisa anda akses kapan saja dan di mana saja. Juga tidak harus menunggu terbitan koran yang memuat karya sastra, media online kini juga sudah banyak yang memuat karya sastra berupa cerpen dan puisi yang dapat diakses secara gratis.
Dengan berbagai kemudahan yang diberikan teknologi, seharusnya kita masih bisa mempelajari dan memahami manusia lewat membaca karya sastra di tengah pola interaksi sosial yang mulai merenggangkan kita.
Setidaknya, teknologi belum menghilangkan kemampuan literasi generasi ini. Literasi terus digalakkan perkembangannya. Dengan hal ini, tidak menutup kemungkinan bahwa karya sastra adalah sebagai salah satu sumber ajaran kemanusiaan yang tidak akan hilang oleh pesatnya penggunaan teknologi.