Pendidikan moral adalah suatu kebutuhan untuk memperbaiki keadaan bangsa dengan menerapkan sikap jujur kepada generasi muda (Haerani, 2020). Pendidikan moral merupakan suatu hal yang amat pokok untuk membentuk karakter seseorang.
Beberapa faktor penyebab krisis moral di kalangan generasi muda yaitu keluarga yang tidak harmonis, krisis identitas dan kontrol diri yang lemah, sikap mental yang tidak sehat, pelampiasan rasa kecewa, pengaruh media sosial serta dorongan kebutuhan ekonomi (Salmiah, 2020). Permasalahan krisis moral akibat pergaulan bebas merupakan hal yang sangat krusial.
Bukti Nyata
Bukti bahwa Indonesia sudah mengalami krisis moral ditunjukkan dengan maraknya remaja yang melakukan hubungan seksual. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mencari tingginya angka pergaulan bebas yang terjadi pada remaja.
Berdasarkan data dari BKKBN pada tahun 2013, menunjukkan sebanyak 4,38 % remaja usia 10-14 tahun telah melakukan hubungan seks bebas, begitu juga remaja pada usia 14-19 tahun sebanyak 41,8 % (Ayu Prabasari et al., 2018).
Kasus tersebut diperkuat dengan hasil survei Komisi Nasional Perlindungan Anak yang dilakukan pada tahun 2008, menyatakan bahwa 97% remaja SMP dan SMA pernah menonton blue film atau film porno, 93.7% remaja pernah melakukan genital stimulation (meraba alat kelamin) dan oral seks, bahkan 62.7% remaja mengatakan tidak lagi perawan dan 21.2% mengaku pernah aborsi karena seks bebas (BKKBN, 2010) dalam (Purnama et al., 2020). Angka terjadinya hubungan seks bebas pada remaja saat ini masih tinggi berdasarkan data-data yang sudah disebutkan di atas.
Penyebab
Penyebab tingginya kasus kejadian perilaku seks bebas tersebut dikarenakan oleh adanya perubahan kognitif, emosional dan psikologik (Ayu Prabasari et al., 2018). Lunturnya nilai moral akibat pergaulan bebas membawa banyak dampak negatif seperti hamil di luar nikah, pernikahan dini, putus sekolah, dan tindakan aborsi illegal yang menyalahi hukum, bahkan berujung kematian (Widyastuti, 2009) dalam (Purnama et al., 2020).
Didukung oleh survey yang dilakukan BKKBN tahun 2008 di 33 provinsi di Indonesia menyebutkan bahwa ada 21% kejadian tindakan aborsi yang dilakukan remaja putri (Ningrum, 2015). Bahkan terdapat 70.000 remaja yang meninggal akibat kehamilan dan kelahiran berdasarkan data BKKBN tahun 2013 (Anderson et al., 2021). Tentunya kasus tersebut sangat mengkhawatirkan.
Kenyataannya, kemerosotan moral anak bangsa tidak terjadi tanpa alasan. Ada beberapa faktor pendukung terjadinya pergaulan bebas, salah satunya adalah kemajuan teknologi yang memudahkan remaja mengakses blue film atau film porno melalui internet ditambah lagi pergaulan yang bebas dapat memicu terjadinya penyimpangan perilaku remaja.
Selain itu, dorongan untuk melakukan hubungan seksual tidak terlepas dari pengaruh teman sebaya dan lingkungan sekitar. Kurangnya pengetahuan seksual juga menjadi salah satu faktornya. Terlebih lagi dalam perkembangannya, remaja membutuhkan lingkungan adaptif yang mampu membuat kondisi aman dan nyaman untuk bertanya sehingga dapat membentuk karakter diri yang bertanggung jawab.
Sejatinya fase remaja adalah fase yang membutuhkan pengawasan dan pengertian dari orang tua. Rasa penasaran akan hal baru terutama seksual harus diimbangi dengan pengetahuan, baik secara formal di sekolah atau nonformal di lingkungan masyarakat.
Masa peralihan anak-anak menuju remaja terutama pada siswa-siswi SMA adalah masa untuk mulai mencari jati diri, timbul rasa suka pada lawan jenis, muncul buih-buih cinta yang berlebih, serta kemampuan berpikir abstrak atau berkhayal mulai berkembang (Widyastuti, 2009 dan Laksmiwati, 1999) dalam (Purnama et al., 2020).
Pengetahuan tentang seksual dan komunikasi yang baik dengan orang tua adalah jawaban utama dalam menangani pergaulan bebas yang berakibat pada rusaknya moral anak bangsa. Pengetahuan tentang sistem reproduksi dan bahaya pergaulan bebas harus diterapkan sejak dini saat anak berada pada masa pubertas.
Pendidikan moral perlu digalakkan dengan memberi edukasi tentang bahaya pergaulan bebas, membentuk suatu kegiatan yang positif dan menciptakan gerakan anti seks penting dilakukan untuk mencegah naiknya angka pergaulan bebas remaja di Indonesia.
Faktor yang mempengaruhi terjadinya pergaulan bebas
a. Kurangnya pengetahuan mengenai sex education.
Hal yang menyebabkan remaja melakukan seks bebas ialah kurangnya pengetahuan mengenai perkembangan sistem reproduksi dan bahaya pergaulan bebas. Umumnya remaja yang melakukan hal tersebut memiliki pendidikan akhir SMA atau bahkan SMP sehingga perlu adanya sex education diimbangi dengan pengawasan dari orang tua agar pembicaraan mengenai sex education tidak lagi dianggap tabu.
b. Lingkungan sekitar dan pengaruh teman sebaya
Adanya pengaruh lingkungan yang negatif seperti nongkrong malam dengan mengonsumsi miras dan narkoba serta penerangan yang redup memicu terjadinya pergaulan bebas remaja. Hal tersebut diperkuat oleh hasil wawancara dengan Abah Petruk (tokoh masyarakat Gang Dolly dulunya) yang menyatakan bahwa ketika malam minggu tiba para remaja bahkan dari daerah lain mengadakan pesta miras dan narkoba yang sangat berpotensi terjadinya pergaulan bebas pada remaja.
c. Minimnya perekonomian keluarga dan kurangnya perhatian dari orang tua
Berdasarkan hasil wawancara dengan Abah Petruk diperoleh hasil bahwa perekonomian masyarakat yang menurun akibat pandemi berpotensi pada pergaulan bebas remaja. Orang tua menyuruh anak mereka bekerja untuk mencukupi kebutuhan dengan mengamen, menjadi kernet bis atau serabutan.
Hal tersebut yang menyebabkan lingkungan remaja menjadi negatif sehingga remaja cenderung berperilaku amoral yang disebabkan karena tuntutan untuk bekerja yang berpengaruh pada mental dan psikis remaja.
Upaya yang sudah dilakukan pemerintah atau instansi terkait dalam menangani pergaulan bebas remaja yang masih sering terjadi
Menurut hasil wawancara yang dilakukan menunjukkan sudah adanya upaya yang dilakukan pemerintah seperti membubarkan club malam yang berpotensi terjadinya pergaulan bebas, menjaga bahkan menutup tempat-tempat yang sering dijadikan untuk narkoba, miras atau bahkan perilaku seks bebas.
Upaya tersebut berhasil menurunkan angka kasus pergaulan bebas dan perilaku amoral remaja, tetapi hal tersebut tidak bertahan lama. Menurut pernyataan dari Abah Petruk, para remaja masih melakukan kegiatan malam yang menyimpang seperti meminum minuman keras, narkoba, bahkan berhubungan seksual dengan sembunyi-sembunyi sehingga perlu adanya tindakan pencegahan lain untuk menangani masalah pergaulan bebas dan perilaku amoral remaja.