ENDIKUP dan Pidato Terakhir Gustiwiw: Perpisahan yang Tak Pernah Benar Usai

Hernawan | Suhendrik Nur
ENDIKUP dan Pidato Terakhir Gustiwiw: Perpisahan yang Tak Pernah Benar Usai
Sebuah persembahan terakhir Gusti Irwan Wibowo/ Gustiwiw dalam pidato singkatnya yang berjudul "Pesan Pemuda untuk Indonesia" (Kanal YouTube KEDUBES)

Langit Indonesia malam itu biasa saja. Tapi bagi mereka yang menyimak unggahan terbaru di kanal YouTube KEDUBES, hari itu serasa lain. Sebuah video berjudul “Pesan Pemuda Untuk Indonesia” muncul, sebuah pidato epic yang berdurasi 5 menit 41 detik, yang tak hanya mengajak kita untuk berpikit, namun juga mengaduk-ngaduk perasaan kita. Kata-kata itu, jika ditonton dengan lebih seksama, akan terasa seperti sebuah salam perpisahan. Seolah-olah Gusti Irwan Wibowo yang lebih kita kenal dengan Gustiwiw, dengan tenang dan juga sadar sudah menyiapkan ini semua.

Dan ya benar saja, beberapa minggu sebelumnya, ketika sang Musisi, podcaster, dan penyiar itu berpulang karena serangan jantung. Namun takdir seakan telah mengatur ritme kehidupan ini dengan begitu puitis. Tepat di tanggal 6 Juli 2025 yang juga bertepatan dengan ulang tahun ibunya, album terakhirnya yang bertajuk ENDIKUP diluncurkan. Album ini, seperti halnya dengan pidatonya, bukanlah sekedar karya penutup, tapi ini merupakan sebuah pernyataan, surat cinta, sekaligus sebuah wasiat yang optimis.

Di Antara Nada dan Nalar: Lahir ENDIKUP

ENDIKUP, sebuah akronim daripada “Enak di Kuping” bukan hanya album biasa. Ia tidak dikurasi samata hanya untuk menyenangkan telinga, tapi juga dapat mengguncang kesadaran. Dalam Sembilan lagu yang berdurasi ringan, Gustiwiw bermain-main dengan berbagai nuansa, dari dangdut, pop, melayu, bahkan orkestra. Lirik-lirik yang disajikan pun terkesan jenaka, kadang konyo, tapi selalu menyelipkan berbagai lapisan reflektif.

Ambil contoh saja dari lagu yang berjudul “Hari yang Mantap”. Sekilas lagu ini tedengar seperti sebuah ajakan untuk berpesta. Tapi bila kita mendengar lebih dalam lagi, ia menyimpan pesan: bahwa semangat dan kebahagiaan bukanlah hasil dari keadaan luar, melainkan pilihan sadar dari dalam diri.

Bahwa di tengah dunia yang absurd ini, kita tetep bisa bilang “Hari ini matap.” Album ini juga menjadi sebua ruang kolaboratif, mengajak Danilla, Nehru Rindra, Hifdzi Khoir, hingga Bilal Indrajaya ikut bersuara menyanyikan lagu. Semuanya seolah ikut berduka namun bukan dalam diam, meraka ikut serta menyanyikan sebuah harapan.

Ketika Musik Bertemu Pidato: Salam Kebangsaan Terakhir

Namun kejutan terbesar bukan hanya pada lagu-lagu. Dalam video pidato yang diunggah di hari yang sama, Gustiwiw berdiri di balik podium sederhana dengan latar merah-putih. Ia membuka dengan kalimat yang tegas dan menusuk:

“Salam kebangsaan, saya Gusti Irwan Wibowo. Di hari yang mantap ini, saya sebagai perwakilan diplomatik dari sebuah bangsa yang kian menjauh dari dasar-dasar dan nilai-nilai bangsa.”

Tak ada basa-basi. Ia langsung mengarah pada intinya: bahwa bangsa ini sedang kehilangan arah. Nilai-nilai awal kemerdekaan tak lagi dijadikan dasar pijakan. Kekayaan bangsa, terutama hutan yang menjadi paru-paru dunia, habis dirampas oleh keserakahan. Ia berkata dengan nada getir tapi tetap berwibawa:

“Seluruh dunia bergantung pada bangsa kita. Tapi kita diam saja ketika hutan-hutan kita ditebang, dibakar, diambil sumber-sumber kekayaannya... kita dibuai bahkan menikmati kehancuran bangsa kita sendiri.”

Pidato ini tak berhenti pada kritik. Ia juga menjadi seruan spiritual dan ekologis yang jarang terdengar dari seorang musisi muda. Ia bicara tentang para leluhur yang menjaga tanah ini selama ratusan tahun. Tentang bagaimana budaya Nusantara dibentuk bukan untuk menaklukkan alam, tapi berdamai dengannya. Lalu dengan lirih tapi pasti, ia menyentil keserakahan zaman ini:

“Ego kita hanya memikirkan kekayaan diri sendiri serta golongannya, mengorbankan kebudayaan yang ribuan tahun dibangun.”

Dan akhirnya, ia menyerukan kebangkitan:

“Jaga, rawat kebinekaan. Ini saatnya kita bersatu melihat kembali nilai-nilai Indonesia, nilai-nilai bangsa, nilai-nilai tanah air dan alamnya.”

Pidato dan Album: Dua Warisan, Satu Semangat

Jika ENDIKUP adalah nada, maka pidatonya adalah naskah. Yang satu menyentuh hati lewat irama, yang lain menusuk batin lewat kata. Keduanya menyampaikan satu hal: bahwa bangsa ini tak boleh menyerah. Bahwa generasi muda tak boleh apatis. Bahwa warisan budaya, ekologi, dan kebangsaan Indonesia bukan sekadar wacana akademik—melainkan tanggung jawab nyata.

Gustiwiw memposisikan dirinya bukan sebagai korban zaman, tapi pelaku zaman. Ia menyampaikan kritik dengan humor, menyampaikan harapan dengan irama, dan menyampaikan cinta tanah air dengan jujur. Bahkan di akhir pidatonya, ia berkata:

“Rakyat Indonesia adalah sang penjaga tanah air Indonesia, sang penjaga bumi, sang penjaga keberlangsungan hidup umat manusia di seluruh dunia. Wahai generasi bangsa, pahami nilai-nilai kebangsaan. Masa depan ada di tangan kita dan tetap mawas diri. I love bangsa.”

Itu bukan sekadar penutup. Itu semacam pelantikan: kepada kita semua, sebagai generasi yang ia titipi mimpi.

Perpisahan yang Tak Menyisakan Duka

Yang paling menakjubkan dari seluruh rangkaian ini adalah caranya mengucapkan selamat tinggal: dengan ringan, namun meninggalkan dampak yang mendalam. Gustiwiw memilih untuk berpamitan dengan senyuman, nada-nada ceria, dan pidato penuh makna. Tidak ada tangisan publik, tidak ada narasi menyedihkan.

Hanya ada pesan: untuk hidup sepenuh-penuhnya, mencintai bangsa setulus-tulusnya. Kini, setelah ia pergi, yang tertinggal bukan sekadar lagu dan video. Tapi semangat. Nada yang menyemangati. Kata yang menggugah. Panggilan yang tak bisa kita abaikan. Karena ENDIKUP bukan hanya akhir. Ia adalah pengingat. Dan pidatonya bukan sekadar orasi. Ia adalah warisan moral dan ekologis dari seorang anak bangsa, yang mencintai negeri ini hingga detak terakhirnya.

Salam:
Suhendrik N.A.
Penulis lepas, yang percaya bahwa nada dan kata adalah senjata terakhir untuk menjaga kewarasan bangsa.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak