Perang Rusia vs Ukraina sepertinya akan memasuki babak baru yang lebih besar di awal tahun 2023 ini. Hal ini setelah pihak barat seperti Inggris, Amerika Serikat dan beberapa negara NATO (North Atlantic Treaty Organization) lainnya setuju untuk mengirimkan peralatan tempur berat seperti tank dan kendaraan pendukungnya kepada pihak Ukraina.
Dilansir dari situs The Guardian, pada hari rabu (25/1/2023) presiden Amerika Serikat Joe Biden setuju untuk mengirimkan beberapa unit tank M1 Abrams ke pihak Ukraina. Langkah ini tentunya merupakan tanggapan atas rencana Jerman dan Polandia yang akan mengirimkan tank Leopard 2 ke Ukraina dan Inggris yang akan mengirimkan Main Battle tank andalan mereka yakni Challenger 2.
Sontak, hal ini cukup mengejutkan beberapa pihak yang di mana Amerika Serikat dan para sekutu NATO sejak konflik Rusia-Ukraina pecah pada bulan Februari 2022 enggan mengirimkan tank tempur andalannya. Hal tersebut tentunya dianggap sebagian pengamat sebagai babak baru dalam konflik antara Rusia dan Ukraina yang telah berlangsung selama kurang lebih 1 tahun ini.
Arena Uji Coba Senjata Skala Besar
Tentunya dengan pengiriman alutsista secara besar-besara baik yang dipergunakan oleh pihak Ukraina ataupun Rusia membuat sebagian orang berpendapat bahwa konflik ini merupakan ajang uji coba senjata masing-masing pihak. Sejak konflik tersebut terjadi, banyak pihak yang tentunya mengirimkan senjatanya ke medan konflik tersebut, khususnya untuk dipergunakan oleh pihak Ukraina.
Hal ini tentunya menimbulkan anggapan bahwa konflik ini digunakan sebgaian produsen persenjataan guna mendapatkan predikat “battle proven” di medan perang. Sejak perang ini dikobarkan, sudah banyak sistem persenjataan yang turut serta dalam konflik tersebut. Mulai dari tank, jet tempur, helikopter, kendaraan militer, berbagai jenis rudal dan amunisi serta drone turun dalam medan laga tersebut.
Tentunya hal tersebut merupakan hal yang lumrah, karena status battle proven bagi sistem alutsista adalah adalah syarat yang cukup mutlak bagi perdagangan senjata. Mendapatkan predikat battle proven bagi sebuah sistem alutsista dapat meningkatkan minat calon pelanggan untuk membeli persenjataan tersebut.
Di sisi lain, perang ini juga menjadi ajang uji coba bagi persenjataan yang belum mencapai tahap produksi massal guna mencari tahu kelemahan dari sistem senjata tersebut. Hal ini dapat diambil contoh dari penurunan jet tempur generasi ke-5 Sukhoi SU-57 yang diberitakan juga turun dalam konflik di Ukraina. Jet ini sendiri meskipun dianggap sudah mulai diperguanakan oleh pihak Rusia, akan tetapi belum diketahui apakah sudah diproduksi massal atau belum.
Konflik yang Kian Mengarah Antara Rusia dan NATO
Konflik antara Rusia dan Ukraina tersebut tentunya kian menegaskan bahwa peperangan ini kian mengarah kepada adu kekuatan antara pihak Rusia dan NATO meskipun tidak secara langsung. Namun, banyak yang beranggapan bahwa beberapa negara NATO juga turut menerjunkan personil militernya dengan menyamar sebagai tentara Ukraina ataupun melalui kelompok tentara bayaran atau para veteran perang.
Langkah tersebut diambil karena pihak barat masih dianggap belum mau menurunkan personil militer reguler karena apabila langkah tersebut diambil sama saja dengan mengajak Rusia berperang secara terbuka.
Pasca runtuhnya Uni Soviet yang notabene adalah rival utama blok barat dan NATO tentunya Rusia memegang andil sebagai evolusi dari musuh tersebut bagi NATO. Belum lagi beberapa manuver politik, ekonomi dan militer yang dilakukan oleh Rusia juga dianggap sebagai hal yang cukup beresiko dan berbahaya bagi negara-negara aliansi NATO. Meskipun secara tidak langsung NATO tidak ikut campur secara nyata, namun hal ini juga memperkuat alasan bahwa konflik di medan Ukraina sejatinya adalah perang antara Rusia dan NATO.