Femisida: Pembunuhan Perempuan Karena Gendernya

Candra Kartiko | Ernik Budi Rahayu
Femisida: Pembunuhan Perempuan Karena Gendernya
Ilustrasi Perempuan (pexels.com/Pedro Dias)

Bulan Maret merupakan bulan yang penting bagi perempuan, hal ini dikarenakan setiap tanggal 8 Maret kita semua merayakan hari perempuan internasional. Peringatan ini didedikasikan untuk seluruh perempuan di dunia, peringatan ini juga bentuk upaya dalam hal mencapai kesetaraan sosial tentunya dalam berbagai bidang.

Seperti yang kita tahu, Hari perempuan internasional mengusung tema yang berbeda di setiap tahunya. Pada tahun 2023 tema yang diusung bertagar #EmbraceEquality atau #RangkulKesetaraan yang berarti bahwa setiap orang berhak untuk menantang steriotipe dan diskriminasi dalam hal gender.

BACA JUGA: Seleksi Masuk PTN, Mampukah secara Berkeadilan?

Berbicara mengenai diskriminasi gender, baru-baru ini publik tengah dihebohkan dengan kasus pembunuhan mahasiswa yang dibunuh oleh mantan pacarnya di Pandeglang, Banten. Selain itu, tragedi tragis juga menimpa model asal Hong Kong Abby Choi yang dibunuh oleh mantan mertua dan suaminya sendiri. Tahukah kalian bahwa kedua kasus tersebut merupakan contoh dari peristiwa femisida? Penasaran? Simak artikel ini sampai habis ya!

Femisida

Femisida biasanya populer dengan dijabarkan sebagai “perempuan dibunuh karena dirinya perempuan” maksudnya adalah pembunuhan dilakukan dengan alasan status keperempuannya contohnya superioritas (perasaan lebih unggul) dari perempuan, dominasi, hegemoni, agresi, misogini (anggapan perempuan pantas untuk ditindas), rasa ingin memiliki atau posesif, ketimpangan relasi kuasa, dan lain-lain.

Komnas Perempuan mendefinisikan femisida adalah bentuk penghilangan nyawa perempuan yang berhubungan dengan identitas gendernya, dan juga puncak dari kekerasan terhadap perempuan yang berakhir pada hilangnya nyawa perempuan.

Berikut ini merupakan 11 jenis pembunuhan perempuan karena gender yang diakui dan dijelaskan dalam Deklarasi Wina pada 2013, yaitu sbb:

  1. Pembunuhan akibat kekerasan yang dilakukan oleh pasangan intim;
  2. Penyiksaan dan pembunuhan karena kebencian atas perempuan (misogini);
  3. Pembunuhan atas perempuan dan anak perempuan atas nama “kehormatan” (honor killing);
  4. Pembunuhan yang direncanakan dalam situasi perang atau konflik bersenjata;
  5. Pembunuhan atas perempuan terkait mahar perkawinan;
  6. Pembunuhan atas perempuan dan anak perempuan karena orientasi seksual dan identitas gender mereka;
  7. Pembunuhan atas perempuan dan anak perempuan masyarakat adat karena jenis kelamin mereka;
  8. Pembunuhan atas bayi perempuan dan janin karena jenis kelamin mereka;
  9. Kematian akibat mutilasi genital atau sunat perempuan;
  10. Kematian akibat tuduhan melakukan praktik sihir;
  11. Pembunuhan atas perempuan terkait dengan kejahatan terorganisir, narkoba, perdagangan manusia, dan penyebaran senjata api.

Dari dua kasus seperti pembunuhan  model asal Hongkong yakni Abby Choi serta Mahasiswi yang dibunuh oleh mantan pacarnya di Padeglang merupakan contoh kasus femisida intim. Dari dua kasus tersebut sebenarnya kita sudah dapat ambil sampel bahwa kasus femisida ini benar adanya.

Lalu apa yang menyebabkan sulitnya kasus femisida ditemukan? Alasan utamanya adalah semua pihak seperti aparat penegak hukum, korban, dan masyarakat minim pengetahuan mengenai femisida ini sehingga yang terjadi femisida hanya akan ditindak sebagai kasus pembunuhan biasa.

BACA JUGA: Perpindahan Penduduk Global: Menghadapi Tantangan dan Membangun Diversitas

Kasusnya Ada, Data Sulit Ditemukan

Hal ini tentu dapat dibuktikan dari data yang diperoleh Komnas Perempuan melalui pemantauannya lewat media daring rentang Juni 2021 - Juni 2022 dan penelitian atas putusan pengadilan yang difokuskan pada femisida pasangan intim namun difokuskan kasus KDRT yang berujung pada pembunuhan setidaknya ada 84 kasus femisida jenis pasangan intim yang dilakukan oleh suami maupun mantan suami korban.

Sedangkan dalam penelitian atas putusan pengadilan yang didasarkan tiga kata kunci (korban adalah istri, pembunuhan terhadap istri, dan penganiayaan terhadap istri) menemukan 15 kasus pembunuhan terhadap istri sejak 2015. 

Nah, itu dia penjelasan mengenai kasus pembunuhan perempuan karena gender atau femisida. Sering kali kasus femisida hanya dianggap sebagai pembunuhan biasa, padahal femisida adalah bukti bahwa ketimpangan gender masih terjadi. Bertepatan dengan Hari Perempuan Internasional hendaknya ini menjadi refleksi bagi kita semua untuk selalu mengkampanyekan dukungan kita semua agar mencapai kesetaraan!

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak