Air bersih, sebagai kebutuhan pokok dalam kehidupan sehari-hari, memiliki peran sentral dalam memenuhi keperluan minum, mandi, memasak, dan mencuci. Pentingnya manajemen air yang optimal menjadi kunci bagi desa dalam menjaga kualitas air dan kesehatan masyarakatnya.
Ketersediaan sarana dan prasarana di desa tidak hanya mencerminkan aspek fisik semata, melainkan memiliki dampak yang signifikan pada kesejahteraan secara menyeluruh. Fasilitas sanitasi air menjadi salah satu indikator penting dalam menentukan tingkat kenyamanan suatu rumah tangga.
Dalam konteks ini, desa bukan hanya menjadi tempat tinggal, tetapi juga laboratorium hidup yang menunjukkan bagaimana investasi dalam sarana dan prasarana dapat memengaruhi positif kualitas hidup dan kesehatan masyarakat. Dengan begitu, pemahaman akan keterkaitan erat antara keberlanjutan air bersih, manajemen sarana, dan kesejahteraan masyarakat menjadi inti dari upaya pembangunan yang berkelanjutan.
Permasalahan sanitasi, khususnya di wilayah pedesaan, memunculkan kekhawatiran yang mendalam dan menarik perhatian berbagai pihak saat ini. Kompleksitas permasalahan tersebut menambah urgensi dalam penanganannya, terutama dalam konteks sanitasi air bersih.
Peran sanitasi ini menjadi krusial dalam upaya meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan masyarakat, terutama bagi mereka yang berada pada lapisan masyarakat yang lebih rendah. Terkait erat dengan peningkatan kebersihan, sanitasi mencakup aspek kebersihan diri, penanganan limbah air rumah tangga dari kegiatan sehari-hari seperti mandi dan mencuci, serta manajemen limbah tinja dari toilet.
Faktor lingkungan menjadi fokus penting, karena sanitasi juga berperan dalam pencegahan penyebaran penyakit yang dapat timbul akibat kurangnya fasilitas sanitasi yang memadai (Hargono, dkk., 2022: 2). Dengan demikian, pemahaman mendalam terhadap aspek-aspek sanitasi menjadi landasan utama dalam mengatasi tantangan yang dihadapi, dengan harapan dapat menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan layak huni.
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), krisis air bersih dan sanitasi di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah mengakibatkan setidaknya 829.000 kematian. Diare, sebagai penyakit utama, menjadi penyebab 60% dari total kematian yang secara langsung terkait dengan buruknya kondisi sanitasi.
Dampak sanitasi yang buruk tidak hanya mengancam kesehatan, tetapi juga merugikan kesejahteraan manusia, pembangunan sosial, dan pertumbuhan ekonomi. Lebih dari 2 miliar orang tinggal di wilayah yang kekurangan air, situasi yang semakin memburuk karena perubahan iklim dan pertumbuhan populasi yang cepat.
Menyadari urgensi masalah ini, dunia perlu meningkatkan laju perbaikan sanitasi sebanyak empat kali lipat dari tingkat saat ini untuk mencapai target 2030 terkait air bersih, sanitasi, dan kebersihan. Indonesia, sebagai negara yang berkomitmen terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) ke-6, telah melaksanakan berbagai program sejak 2012 untuk mendukung pencapaian target serupa di negara-negara berkembang melalui skema Kemitraan Selatan-Selatan (KSS) (Virgianita., dkk, 2023: 34-35).
Meskipun telah ada progres, masih terdapat tantangan yang signifikan, termasuk aspek-aspek seperti kuantitas dan kualitas air, kontinuitas pelayanan, pendanaan, pelayanan kepada kaum miskin, manajemen, dan kelembagaan. Oleh karena itu, peran Indonesia dalam mendukung inisiatif global ini menjadi semakin penting dalam menghadapi tantangan kompleks terkait air bersih dan sanitasi (Mesakh., dkk, 2015: 272).
Infrastruktur sanitasi yang berkelanjutan memiliki peran krusial dalam menjaga kesehatan masyarakat. Penyediaan akses yang memadai terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi yang layak tidak hanya mengurangi risiko penyebaran penyakit menular, terutama yang terkait dengan air dan limbah, tetapi juga memberikan perlindungan vital terhadap penyakit seperti diare, kolera, dan infeksi lainnya.
Sanitasi yang buruk seringkali terkait dengan kondisi kemiskinan, dan dengan membangun infrastruktur sanitasi yang berkelanjutan, dapat membantu mengurangi beban penyakit yang dapat menyebabkan penurunan produktivitas dan pendapatan. Selain manfaat kesehatan, ini juga menciptakan lingkungan yang lebih sehat, memberikan dampak positif pada kualitas hidup masyarakat secara keseluruhan.
Infrastruktur sanitasi yang berkelanjutan tidak hanya melibatkan penyediaan fasilitas, tetapi juga menerapkan praktik-praktik ramah lingkungan. Pengelolaan limbah yang baik dan efisien tidak hanya mencegah pencemaran lingkungan, tetapi juga melindungi ekosistem air. Dengan demikian, upaya untuk menjaga keberlanjutan infrastruktur sanitasi tidak hanya memberikan manfaat kesehatan dan sosial, tetapi juga berdampak positif pada keberlanjutan lingkungan secara keseluruhan.
Peran teknik industri dalam pengembangan layanan air bersih dan revitalisasi infrastruktur sangat penting. Dengan manajemen efisien, penelitian operasional, dan teknologi terkini, teknik industri meningkatkan efisiensi produksi dan mengurangi kerugian distribusi air bersih. Pemanfaatan teknologi seperti IoT dan sensor mendukung monitoring real-time infrastruktur air bersih, termasuk mendeteksi kebocoran dan memastikan distribusi air merata.
Dalam mengatasi revitalisasi infrastruktur sanitasi, teknik industri merancang proyek berkelanjutan setelah evaluasi menyeluruh terhadap sistem distribusi air. Dalam mendukung sanitasi yang baik, teknik industri juga berperan dalam manajemen pengelolaan limbah industri, mengontrol dampak pencemaran dengan langkah-langkah siklus hidup limbah.
Selain itu, dengan pendekatan holistik, inovatif, dan berkelanjutan, teknik industri menjadi kunci untuk menciptakan sistem pengelolaan air bersih yang efisien, adaptif, dan berlanjut dalam jangka panjang. Melalui keterlibatan teknik industri, layanan air bersih dapat menjadi lebih mudah diakses, berkelanjutan, dan mampu memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan kebutuhan masa depan.