Beasiswa KIP Kuliah di Perguruan Tinggi dan Keramahannya pada Kelas Sosial Menengah-Atas

Ayu Nabila | Budi Prathama
Beasiswa KIP Kuliah di Perguruan Tinggi dan Keramahannya pada Kelas Sosial Menengah-Atas
Ilustrasi beasiswa dari perguruan tinggi. (Pixabay/actaylorjr)

Pendidikan adalah hak bagi seluruh warga negara, termasuk bagi mereka yang berasal dari keluarga ekonomi kelas bawah. Sayangnya, justru kerap kali kita menemukan ada kesenjangan yang makin melebar dalam akses pendidikan tingkat tinggi. Salah satu contohnya program beasiswa kuliah (KIP Kuliah) yang sering kali malah dinikmati oleh keluarga yang mampu secara finansial. 

Polemik ini bisa kita saksikan dari berbagai perguruan tinggi dengan program beasiswa yang ditawarkan. Sebenarnya, awal peluncuran beasiswa KIP Kuliah ini ditujukan kepada mereka yang tidak mampu secara ekonomi untuk membantu mahasiswa juga bisa mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. Namun, dalam perkembangannya beasiswa ini justru bisa dinikmati oleh mahasiswa yang berasal dari keluarga ekonomi yang mampu secara finansial. 

Berdasarkan survei kecil-kecil penulis dan berbagai literasi dari media digital, berikut beberapa penyebab kenapa orang kaya juga bisa menikmati program beasiswa KIP Kuliah dari perguruan tinggi. 

Verifikasi yang tidak ketat pada seleksi calon penerima beasiswa

Proses verifikasi dan seleksi calon penerima beasiswa sering kali tidak dilakukan secara ketat dan komprehensif. Kriteria penilaian yang hanya berfokus pada aspek akademik, justru membuka celah kepada mereka yang mampu secara finansial untuk bisa lolos mendapatkan beasiswa KIP Kuliah. 

Parahnya lagi, jika proses seleksi hanya memperhatikan pada dokumen administrasi yang ditunjukkan saat melakukan pendaftaran. Jika proses verifikasi seperti ini jelas masih memiliki celah yang sangat besar untuk bisa disusupi calon penerima yang berasal dari keluarga ekonomi mampu secara finansial. 

Pada kenyataannya, banyak mahasiswa yang berasal dari keluarga ekonomi mampu secara finansial dapat memenuhi persyaratan akademik. Mereka yang umumnya berasal dari lulusan sekolah-sekolah favorit dengan fasilitas pengajaran yang lebih baik ketimbang dengan sekolah-sekolah yang berada di daerah pinggiran atau pedesaan. 

Akhirnya, keluarga yang berasal dari ada kemampuan finansial justru bisa merampas kesempatan berharga untuk mendapatkan beasiswa di perguruan tinggi. Belum lagi, kalau proses administrasi yang hanya melihat pada surat keterangan miskin. Nyatanya, persyaratan administrasi seperti ini sangat mudah dimanipulasi. 

Oleh karena itu, dalam proses verifikasi dan seleksi calon beasiswa perlu ada langkah yang ketat dengan menelusuri secara tuntas calon mahasiswa yang berhak mendapatkan beasiswa, harus memastikan benar-benar berasal dari keluarga tidak mampu, bukan malah dari keluarga yang mampu memanipulasi data. 

Kurang transparansi dan akuntabilitas dengan dana beasiswa

Proses pemberian beasiswa yang sering kali tidak transparan, sehingga sulit bagi masyarakat untuk mengawasi dan memastikan bahwa beasiswa tersebut benar-benar tepat sasaran. Selain itu, pertanggungjawaban dana beasiswa ini juga kurang mendapatkan pengawasan secara ketat. 

Kriteria penerima beasiswa yang tidak jelas, minimnya verifikasi, lemahnya pengawasan, serta kurangnya keterlibatan masyarakat, justru membuat beasiswa ini bisa dinikmati oleh orang-orang yang mampu secara finansial. 

Jelas saja, kondisi ini memberikan dampak negatif ada program beasiswa yang sejatinya memberikan akses merata bagi semua masyarakat untuk bisa mengakses pendidikan tinggi secara merata. 

Adanya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme

Seakan bukan dosa kalau praktik korupsi dan nepotisme dalam lembaga sehingga sering saja dilakukan, tak terkecuali di lingkup perguruan tinggi dalam hal pemberian beasiswa kepada mahasiswa. 

Dalam beberapa kasus, orang-orang yang memiliki koneksi dengan birokrat kampus justru memanfaatkan celah ini untuk mendapatkan beasiswa, walaupun sebenarnya berasal dari keluarga yang mampu secara finansial sementara ada yang lebih berhak mendapatkan. 

Bahkan bisa saja mereka memberikan suap atau memanfaatkan hubungan kekerabatan untuk mendapatkan prioritas. Praktik semacam ini jelas merugikan masyarakat yang tidak mampu dan tidak memiliki koneksi ke perguruan tinggi padahal harusnya menjadi target utama mendapatkan beasiswa. 

Rendahnya kesadaran masyarakat

Sebenarnya permasalahan ini tidak hanya berasal dari perguruan tinggi, tetapi juga bisa dari masyarakat. Kurangnya kesadaran masyarakat yang mempunyai ekonomi yang cukup, tapi justru mereka sibuk juga ingin mendapatkan beasiswa. 

Ya, memang persoalan ekonomi tidak ada habisnya dan segala bentuk bantuan tentu tidak ada yang mau menolak. Hanya saja di sini perlu ada kesadaran, bahwa sejatinya beasiswa itu hanya untuk orang miskin bukan mereka yang mempunyai finansial yang cukup. Terlebih lagi, kurangnya pemahaman seperti apa ukuran finansial sehingga bisa dikategorikan sebagai masyarakat yang mampu dan tidak berhak mendapatkan beasiswa dari perguruan tinggi. 

Beberapa permasalahan-permasalahan ini harusnya mampu diberantas. Karena kalau tidak, tentu program beasiswa ini makin memprihatinkan dan tujuan mulia dari program ini untuk mewujudkan pemerataan akses pendidikan bagi seluruh lapisan masyarakat justru makin sulit tercapai.   

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak