Era "Suka-Suka Gua": Ketika Etika dan Sopan Santun di Ruang Publik Kian Tergerus

Hayuning Ratri Hapsari | Christina Natalia Setyawati
Era "Suka-Suka Gua": Ketika Etika dan Sopan Santun di Ruang Publik Kian Tergerus
Ilustrasi interaksi sosial (Freepik/tirachardz)

Perubahan zaman yang begitu cepat membawa dampak yang signifikan terhadap berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk nilai-nilai moral dan etika.

Jika kita cermati, nilai-nilai seperti adab, sopan santun, etika, dan pembawaan diri yang baik di ruang publik semakin terkikis dan tergantikan oleh sikap bebas dan egois. Fenomena ini patut menjadi perhatian serius karena berpotensi merusak tatanan sosial dan menghambat kemajuan peradaban.

Etika dan adab ibarat fondasi sebuah bangunan. Jika fondasinya lemah, maka bangunan itu tidak akan kokoh dan mudah runtuh. Begitu pula dengan masyarakat. Jika nilai-nilai etika dan adab terus terkikis, maka keharmonisan dan kesejahteraan masyarakat akan sulit terwujud.

Konsep kebebasan yang semakin terbuka sering kali disalahartikan sebagai lisensi untuk bertindak semaunya tanpa mempertimbangkan hak dan perasaan orang lain.

Kebebasan berekspresi, misalnya, kerap disalahgunakan untuk menyebarkan ujaran kebencian, hoaks, atau informasi yang tidak bertanggung jawab. Padahal, kebebasan harus diimbangi dengan rasa tanggung jawab dan kesadaran akan dampak tindakan kita terhadap lingkungan sosial.

Egoisme atau sikap mementingkan diri sendiri semakin menonjol dalam kehidupan sehari-hari. Tuntutan hidup yang serba cepat dan persaingan yang ketat membuat banyak orang cenderung mengutamakan kepentingan pribadi dibandingkan kepentingan bersama.

Akibatnya, empati dan kepedulian terhadap sesama semakin berkurang. Fenomena ini dapat kita lihat dalam berbagai bentuk, mulai dari perilaku tidak peduli terhadap lingkungan sekitar hingga tindakan kekerasan yang terjadi di berbagai tempat.

Perilaku tidak sopan di ruang publik telah menjadi permasalahan yang semakin kompleks di era modern ini. Misalnya, bicara dengan kosakata kasar, nada tinggi, dan maksud mencela yang bertolak belakang dengan nilai-nilai etika yang dahulu dijunjung tinggi.

Jika kita lihat saat ini, setiap orang baik yang belum kita kenal atau yang kita akrabi selalu memiliki gaya bicara kasar yang khas. Umpatan kini seolah menjadi partikel umum yang wajib hadir dalam setiap ucapan kita sehari-hari. Miris.

Pergeseran nilai dalam masyarakat modern telah menyebabkan adab sopan santun yang dulu dianggap penting kini sering dicap sebagai sesuatu yang kuno atau bahkan kampungan.

Pengaruh budaya populer yang menonjolkan individualisme dan kebebasan berekspresi, perkembangan teknologi komunikasi yang cepat, serta proses globalisasi dan westernisasi telah turut berkontribusi pada fenomena ini.

Akibatnya, banyak orang merasa bahwa bersikap sopan santun justru akan menghambat mereka dalam berinteraksi dan bersosialisasi. Padahal, adab sopan santun merupakan fondasi penting dalam membangun hubungan yang harmonis dan masyarakat yang beradab.

Beberapa faktor dapat menjadi penyebab utama terjadinya penurunan etika dan adab di ruang publik. Pertama, kurangnya pendidikan karakter sejak dini. Pendidikan karakter yang memadai dapat menanamkan nilai-nilai moral dan etika pada individu sejak usia dini.

Kedua, pengaruh lingkungan sekitar. Jika individu tumbuh di lingkungan yang kurang memperhatikan etika dan adab, maka kemungkinan besar ia akan meniru perilaku tersebut.

Ketiga, perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat. Media sosial dan internet memberikan kemudahan bagi individu untuk menyebarkan informasi, namun juga membuka peluang untuk melakukan tindakan yang tidak bertanggung jawab.

Konsumerisme yang berlebihan juga menjadi faktor pendorong utama. Orientasi pada materi dan kesuksesan duniawi membuat banyak orang mengabaikan nilai-nilai spiritual dan moral.

Contoh buruk dari tokoh publik juga menjadi faktor yang tidak dapat diabaikan. Perilaku tidak etis yang dilakukan oleh tokoh publik dapat menjadi panutan bagi masyarakat, terutama generasi muda.

Faktor globalisasi juga turut mempengaruhi. Pertukaran budaya yang cepat dan masif dapat menyebabkan hilangnya identitas budaya lokal dan melemahnya nilai-nilai tradisional.

Generasi muda saat ini, dipengaruhi teknologi dan gaya hidup budaya luar lebih populer dengan kebebasan tanpa aturan dan hanya fokus pada diri sendiri dengan dalih peluapan ekspresi diri.

Sayangnya, tujuan positif ini hanya sebagai tameng untuk menutupi sisi negatif kebebasan tanpa batasan dan akhirnya menciptakan suatu era ‘suka-suka gua’ dengan mengabaikan nilai-nilai etika yang sebelumnya dipegang erat oleh masyarakat Indonesia.

Di tengah derasnya arus modernisasi, nilai-nilai luhur seperti etika dan adab seakan terkikis. Kita perlu kembali ke akar, merefleksikan diri, dan bersama-sama membangun masyarakat yang lebih beradab.

Mari mulai dari diri sendiri, dengan tindakan-tindakan kecil seperti membuang sampah pada tempatnya, menghargai antrean, dan menggunakan bahasa yang santun. Setiap individu memiliki peran penting dalam menciptakan perubahan yang lebih baik.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak