Dear Pak Jokowi, Niat Baik Subsidi Silang UKT Malah Berujung Timpang

Rendy Adrikni Sadikin | Anik Sajawi
Dear Pak Jokowi, Niat Baik Subsidi Silang UKT Malah Berujung Timpang
Ilustrasi aktivitas perkuliahan di kampus yang menerapkan UKT sejak 2013.(Unsplash/Dom Fou)

Pembayaran biaya pendidikan sejak 2013 sudah berubah dari Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) menjadi Uang Kuliah Tunggal (UKT). Landasan hukumnya termaktub dalam Permendikbud No 55 Tahun 2013. Awalnya, aturan itu lahir dari niat baik pemerintah untuk memberikan kesetaraan akses pendidikan tinggi bagi semua golongan.  

Menurut saya, ide UKT awalnya memang sangat mulia, dengan melakukan subsidi silang antara mahasiswa kaya dan miskin sebagai dasar konseptualnya. Tujuannya tentu tidak jauh-jauh untuk memberikan dukungan finansial lebih kepada yang membutuhkan. Sementara, mahasiswa dengan kemampuan ekonomi lebih tinggi nantinya akan membayar lebih.

Tapi, realitanya acapkali berbeda. Banyak mahasiswa dari keluarga miskin yang justru mendapat beban UKT yang besar. Sebaliknya, mahasiswa dari keluarga berada mendapat subsidi signifikan. Pemicunya: ketidakmampuan sistem mendeteksi kondisi ekonomi sebenarnya mahasiswa secara akurat karena data yang dipakai hanya menggunakan unggahan melalui laman web yang disediakan.

Dampak UKT Terhadap Mahasiswa Saat Ini

Dulu sebelum UKT berlaku, mahasiswa yang membayar dengan sistem SPP masih dibebani membayar biaya PPL, KKN dan Wisuda namun besaran SPP-nya masih terjangkau. Namun saat  sistem UKT ditetapkan meski tidak lagi membayar PPL, KKN dan Wisuda tetap saja besarannya sangat memberatkan. Bahan tidak sedikit mahasiswa dari keluarga miskin terkadang terbebani dengan UKT besar yang seharusnya menjadi hak istimewa mereka.

Beberapa bahkan terpaksa menunda atau bahkan menghentikan studi mereka karena tidak mampu memenuhi kewajiban pembayaran. Sementara itu, mahasiswa dari keluarga berada yang seharusnya memberikan kontribusi lebih besar kepada pendidikan mereka, sering kali tidak merasakan dampak finansial yang signifikan.

Tantangan administratif, seperti kurangnya data yang akurat mengenai kondisi ekonomi mahasiswa, seringkali menjadi penyebab ketidakadilan dalam penentuan UKT. Di samping itu, ada tantangan sosial, di mana mahasiswa kurang berani atau tidak tahu cara melaporkan kondisi ekonomi mereka yang sebenarnya, takut dianggap lemah atau malu.

Penerimaan maba di Stipram Yogyakarta, Rabu (4/9/2024). [Kontributor Suarajoja.id/Putu]
Penerimaan maba di Stipram Yogyakarta, Rabu (4/9/2024). [Kontributor Suarajoja.id/Putu]

Harapan Kosong Perubahan Masa Depan

Jika melihat niat awalnya, idealnya UKT harus menjadi instrumen untuk mencapai kesetaraan, bukan untuk meningkatkan kesenjangan. Pemerintah perlu melakukan evaluasi mendalam terhadap sistem ini, menggali informasi secara lebih akurat, dan memberikan solusi yang dapat mengakomodasi keragaman kondisi ekonomi mahasiswa.

Sebab sangat penting perhatian pemerintah dalam menyusun kebijakan UKT yang adil tidak bisa diabaikan. Evaluasi mendalam terhadap data ekonomi mahasiswa dan mekanisme penentuan UKT perlu dilakukan secara berkala. Pemerintah dapat memastikan bahwa UKT tidak menjadi beban berlebihan bagi mahasiswa dari keluarga ekonomi menengah ke bawah.

Alasannya, ketidakmampuan sistem dalam mendeteksi kondisi ekonomi mahasiswa dapat diatasi dengan menyederhanakan sistem administrasi. Pemerintah dianjurkan tidak menggunakan formulir yang cenderung memiliki potensi manipulasi karena diisi mandiri. Sebab meskipun mahasiswa perlu didorong untuk lebih aktif dalam UKT ini, tanpa perhatian pemerintah semua akan percuma.

Evaluasi dan Perbaikan Subsidi Silang

Evaluasi dan perbaikan UKT perlu menjadi komitmen pemerintah. Tentu tidak salah dengan memperhatikan feedback dari mahasiswa dan melibatkan mereka dalam proses perubahan, sistem UKT dapat terus diperbaiki agar menjadi lebih adil dan sesuai dengan semangat awalnya. Nantinya melalui kerjasama yang baik antara mahasiswa, pemerintah, dan lembaga pendidikan, diharapkan UKT dapat menjadi instrumen yang  jauh lebih baik.

Saran saya perbaikan sistem UKT perlu dimulai dengan analisis mendalam terhadap kondisi ekonomi mahasiswa. Pemerintah dapat bekerja sama dengan lembaga keuangan dan instansi terkait untuk memperoleh data yang akurat. Penggunaan teknologi seperti aplikasi daring dapat memudahkan mahasiswa dalam melaporkan kondisi ekonomi secara real-time.

Pun pemerintah juga dapat merancang mekanisme penentuan UKT yang lebih akurat dan sensitif terhadap perubahan kondisi ekonomi mahasiswa. Pembaruan tersebut perlu dilakukan secara berkala untuk memastikan bahwa UKT selalu mencerminkan keadaan terkini. Ketidaksetaraan biaya hidup antar daerah dapat menjadi pertimbangan penting.

Transparansi dalam Penentuan UKT              

Transparansi dalam proses penentuan UKT sangat penting. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dapat meningkatkan keterbukaan dengan memberikan akses informasi kepada mahasiswa dan masyarakat umum tentang kriteria penentuan UKT serta mekanisme evaluasinya.

Nantinya, peningkatan transparansi dalam proses penentuan UKT akan berimplikasi lebih besar. Utamanya dengan melibatkan mahasiswa dalam tahap-tahap pengambilan keputusan, proses tersebut akan lebih terbuka dan dapat diterima oleh semua pihak. Tanpa ujug-ujug muncul besaran biaya UKT yang memberatkan mahasiswa.

Perbaikan dan transparansi sistem UKT menjadi hal yang wajib, tentu dengan pendekatan yang komprehensif dan partisipasi aktif semua pihak. Jika tidak, pendidikan di Indonesia hanya akan diakses oleh kalangan tertentu saja. Imbasnya harapan UKT dapat menjadi alat yang memberikan keadilan dan kesempatan bagi setiap mahasiswa bakalan pupus juga jadi nggak baik-baik amat.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak