Pra-Peradilan Tom Lembong di Tengah Pusaran Dugaan Korupsi Impor Gula

Hayuning Ratri Hapsari | Yayang Nanda Budiman
Pra-Peradilan Tom Lembong di Tengah Pusaran Dugaan Korupsi Impor Gula
Tom Lembong (instagram.com/tomlembong)

Mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong, telah ditahan oleh Kejaksaan Agung sejak ia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi impor gula pada Selasa (29/10/2024).

Penetapan status tersangka terhadap Tom Lembong dan DS dilakukan setelah Kejaksaan Agung melakukan penggeledahan di Kementerian Perdagangan pada 3 Oktober lalu. Namun, penetapan tersangka terhadap mantan Menteri Perdagangan periode 2015-2016 ini menuai kritik.

Beberapa pihak menilai tuduhan tersebut tidak berdasar, karena Indonesia tidak pernah mengalami surplus gula, seperti yang dikatakan oleh Kejaksaan Agung.

Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, menganggap tudingan tersebut tidak masuk akal, mengingat Indonesia sudah lama dikenal sebagai negara net-importir gula.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) bahkan menunjukkan bahwa pada Mei 2015, Indonesia mengimpor 3,3 juta ton gula, yang memperkuat anggapan bahwa penetapan tersangka terhadap Tom Lembong tampak dipaksakan.

Sejumlah pihak juga mempertanyakan dasar hukum yang digunakan oleh Kejaksaan Agung, yakni Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan (Kepmenperindag) Nomor 527/MPP/Kep/9/2004 yang mengatur ketentuan impor gula, yang tidak mengharuskan adanya rapat koordinasi.

Pada masa itu, Kementerian Perindustrian dan Perdagangan masih berwenang menangani masalah ini, sehingga sulit untuk membayangkan adanya kebutuhan untuk koordinasi lebih lanjut.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, menyatakan bahwa impor gula kristal putih seharusnya hanya dilakukan oleh BUMN.

Namun, Tom Lembong dikatakan telah memberikan izin kepada PT AP, perusahaan swasta, untuk mengimpor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton. Impor ini kemudian diolah menjadi gula kristal putih atau gula konsumsi.

Tindakan ini dinilai sebagai penyalahgunaan wewenang, karena pada saat itu Indonesia sedang mengalami surplus gula, sehingga impor gula tidak diperlukan. Selain itu, izin impor gula seharusnya diberikan hanya kepada BUMN, bukan perusahaan swasta seperti PT AP.

Menyikapi kasus ini, Thomas Trikasih Lembong berencana mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa (5/11/2024). Tim kuasa hukumnya menilai penetapan tersangka dan penahanan tersebut tidak sah, dan prosedur hukum yang diterapkan telah dilanggar.

Menurut mereka, pihak penyidik belum menunjukkan bukti-bukti yang dapat memberatkan Lembong, dan mereka berpedoman pada putusan Mahkamah Konstitusi yang memungkinkan tersangka untuk mengajukan praperadilan.

Sebagian kalangan berpendapat bahwa penetapan Lembong sebagai tersangka terkesan terburu-buru dan tidak didukung bukti yang cukup.

Meskipun Kejaksaan Agung mengklaim telah menyelidiki kasus ini sejak tahun lalu dan memeriksa 90 saksi, banyak yang menilai bahwa Kejaksaan Agung terlalu cepat dalam menahan mantan Menteri Perdagangan tersebut, apalagi tanpa bukti yang meyakinkan bahwa ia menikmati keuntungan dari kebijakan yang ia buat hampir satu dekade lalu.

Sebagian publik mencurigai adanya politisasi dalam kasus ini. Beberapa pihak beranggapan bahwa kasus ini merupakan upaya politik dari lawan politik Tom Lembong, mengingat ia merupakan Co-Captain Tim Nasional Pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dalam Pilpres 2024.

Selain itu, Tom juga aktif berorasi dalam aksi "Darurat Demokrasi" yang menentang revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah pada Agustus lalu.

Di tengah perdebatan yang terjadi, Kejaksaan Agung harus memastikan bahwa proses hukum yang dilakukan benar-benar transparan dan tidak pilih kasih. Jika tidak memiliki bukti yang cukup, Kejaksaan sebaiknya tidak memaksakan kasus ini ke pengadilan.

Sebaliknya, jika terbukti Tom Lembong menerima keuntungan dari kebijakan impor gula tersebut, ia harus diadili sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Namun, Kejaksaan Agung juga harus memeriksa semua pihak yang terlibat dalam impor gula, termasuk empat Menteri Perdagangan setelah Lembong yang juga mengeluarkan izin serupa.

Dengan mengungkap kasus ini secara tuntas dan transparan, Kejaksaan Agung dapat meyakinkan publik bahwa mereka benar-benar berkomitmen untuk memberantas korupsi, khususnya dalam sektor impor gula.

Kejaksaan Agung perlu menunjukkan dirinya sebagai lembaga penegak hukum yang independen dan tidak dapat dipengaruhi oleh kepentingan politik apa pun.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak