Ada banyak anggapan yang berkembang di masyarakat yang menyebutkan bahwa pria seharusnya kuat, tegas, dan tidak mudah menunjukkan kelemahan. Ini adalah pola pikir yang sudah ada sejak lama, bahkan dibentuk sejak masa kecil.
Sebagian besar pria tumbuh dengan prinsip bahwa mereka harus bisa mengatasi segala sesuatu sendiri dan menahan perasaan, bahkan saat sedang dilanda masalah besar.
Sampai tak jarang, perasaan tersebut mereka pendam dalam-dalam, takut jika mengungkapkannya mereka akan terlihat lemah di mata orang lain.
Pernahkah kamu mendengar ungkapan seperti, "Jangan nangis, kamu kan laki-laki"? Atau, "Anak laki-laki itu harus kuat"? Kita semua pasti pernah, entah dari orang tua, teman, atau bahkan saudara.
Stigma ini terus berkembang, membuat pria berpikir bahwa untuk dianggap 'maskulin', mereka harus bisa menahan segala perasaan mereka.
Menjadi pribadi yang kuat dalam banyak kasus malah berarti menutupi sisi rapuhnya. Maka, berbagi cerita tentang perasaan atau masalah pribadi jadi terasa tabu dan bukan pilihan.
Namun kenyataannya adalah, menahan perasaan itu bisa membawa dampak yang jauh lebih buruk. Pria yang menekan perasaan biasanya lebih rentan terhadap stres, kecemasan, bahkan depresi. Karena perasaan yang terpendam itu terus-menerus mengendap, tanpa ada ruang untuk diungkapkan.
Bukan hanya soal kesehatan mental, tetapi juga dalam hubungan sosial yang juga bisa membuat hubungan menjadi terhambat.
Ketika kita tidak bisa berbagi perasaan, kita merasa terisolasi, meskipun dikelilingi banyak orang yang peduli.
Lalu, mengapa berbicara itu penting? Karena berbicara tentang perasaan bukan berarti kita lemah. Melainkan, itu menunjukkan bahwa kita memiliki keberanian untuk mengakui sisi rapuh kita.
Di saat pria mulai berbicara dan berbagi cerita, selain melepaskan beban emosional, mereka juga membuka pintu untuk memahami diri mereka sendiri dan orang lain dengan lebih baik.
Itu adalah langkah pertama untuk merasa lebih baik, lebih lega, dan lebih terkoneksi dengan orang lain.
Mungkin kita semua bisa mulai membuka ruang bagi pria untuk berbicara tanpa rasa takut dihakimi. Tidak ada salahnya untuk berbagi perasaan, karena itu adalah hal manusiawi yang semua orang, tanpa terkecuali, butuhkan.
Menumbuhkan kebiasaan berbicara sejak dini dan mendukung pria untuk merasa nyaman dengan kerentanannya adalah cara kita untuk menciptakan masyarakat yang lebih sehat secara emosional.
Jadi, bukankah saatnya kita mengubah stigma tersebut? Karena berbicara itu bukan soal siapa yang lebih kuat atau lebih lemah. Itu soal mengakui kita semua punya perasaan yang layak untuk didengar.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS