Prabowo Ingin Ibu Kota Politik di IKN, Langkah Strategis atau Potensi Tantangan Baru?

Hayuning Ratri Hapsari | Sendi Suwantoro
Prabowo Ingin Ibu Kota Politik di IKN, Langkah Strategis atau Potensi Tantangan Baru?
Ilustrasi Prabowo Subianto. (Suara.com/Ema)

Keinginan Prabowo Subianto untuk menjadikan Ibu Kota Nusantara (IKN) sebagai ibu kota politik Indonesia menimbulkan diskusi yang cukup menarik di kalangan masyarakat dan pengamat politik.

Gagasan ini bukan hanya soal memindahkan pusat pemerintahan, tetapi juga menciptakan episentrum baru bagi pengambilan keputusan politik yang lebih terpusat dan strategis.

Namun, langkah ini membawa berbagai implikasi, baik dari sisi peluang maupun tantangan yang harus dipertimbangkan secara matang.  

Dari sudut pandang strategis, menjadikan IKN sebagai ibu kota politik bisa menjadi peluang untuk menciptakan pemerintahan yang lebih efektif.

Dengan infrastruktur yang dirancang modern dan terintegrasi, IKN memiliki potensi menjadi pusat administrasi yang lebih efisien dibandingkan Jakarta yang sudah terlalu padat.

Pemindahan ini juga dapat mendorong pemerataan pembangunan, terutama di wilayah timur Indonesia yang selama ini kurang mendapat perhatian. Jika dilakukan dengan baik, ini bisa menjadi simbol transformasi politik dan pemerintahan yang lebih progresif.  

Namun, ide ini juga tidak lepas dari berbagai tantangan. Pertama, menjadikan IKN sebagai ibu kota politik berarti memindahkan seluruh perangkat pemerintahan dan politik, termasuk parlemen, kementerian, dan lembaga tinggi negara.

Proses ini akan membutuhkan biaya yang sangat besar, di luar dari anggaran pembangunan fisik IKN yang sudah direncanakan. Apakah pemerintah memiliki sumber daya yang cukup untuk mewujudkan visi ini tanpa membebani rakyat?  

Kedua, pemindahan pusat politik juga memerlukan kesiapan sumber daya manusia. Banyak pegawai pemerintahan, politisi, dan pemimpin lembaga tinggi yang sudah mapan di Jakarta.

Tidak semua dari mereka akan mudah beradaptasi dengan kehidupan di IKN, apalagi jika fasilitas sosial, pendidikan, dan kesehatan di sana belum memadai.  

Ketiga, ada risiko bahwa pemindahan ini akan menciptakan jurang baru antara pusat politik dan ekonomi. Jakarta tetap akan menjadi pusat ekonomi terbesar di Indonesia, sementara IKN menjadi pusat politik. Pemisahan ini berpotensi menimbulkan ketimpangan baru yang bisa berdampak pada stabilitas nasional.  

Keinginan Prabowo untuk menjadikan IKN sebagai ibu kota politik mencerminkan visi besar untuk membangun Indonesia yang lebih terdesentralisasi dan merata.

Namun, visi ini hanya akan berhasil jika didukung oleh perencanaan yang matang, eksekusi yang transparan, serta dukungan penuh dari semua pihak. Tanpa itu, gagasan ini berisiko menjadi beban baru bagi negara, alih-alih menjadi solusi bagi pemerintahan yang lebih baik.  

Sebagai warga negara, kita perlu mengawal ide ini dengan kritis. Jika IKN benar-benar menjadi ibu kota politik, maka kita harus memastikan bahwa keputusan ini membawa manfaat nyata bagi seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya sekadar proyek ambisius tanpa arah yang jelas.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak