#IndonesiaGelap: Ketika Pendidikan Tak Lagi Jadi Prioritas

Hernawan | Taufiq Agung Nugroho
#IndonesiaGelap: Ketika Pendidikan Tak Lagi Jadi Prioritas
Indonesia Gelap yang tengah menjadi Trending Topik. [X]

Ada masa di mana pendidikan adalah jembatan emas menuju masa depan yang lebih cerah. Namun kini, bagi banyak orang di Indonesia, jembatan itu semakin rapuh—bahkan nyaris runtuh. Tagar #IndonesiaGelap yang ramai diperbincangkan di media sosial bukan hanya sekadar ungkapan kekecewaan, tetapi gambaran nyata dari arah kebijakan yang semakin menjauh dari esensi pendidikan sebagai hak fundamental.

Dengan biaya pendidikan yang melambung tinggi, ketimpangan akses yang kian melebar, dan kualitas yang semakin dipertanyakan, muncul pertanyaan besar: Apakah pendidikan masih menjadi prioritas, atau justru telah bergeser menjadi komoditas?

Ketika Anggaran Pendidikan Ada, tapi Tidak Terasa

Dalam setiap pidato resmi, pemerintah berulang kali menegaskan bahwa 20 persen APBN dialokasikan untuk pendidikan. Angka ini seolah menjadi tameng untuk membuktikan komitmen negara dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun, apakah angka ini benar-benar mencerminkan kondisi di lapangan?

Dikutip dari Kementerian Keuangan, meskipun anggaran tampak besar, alokasi dana untuk perguruan tinggi negeri mengalami pemotongan, memaksa kampus menaikkan Uang Kuliah Tunggal (UKT). Hasilnya? Mahasiswa yang tidak mampu membayar terpaksa cuti atau bahkan mengubur mimpinya untuk meraih gelar akademik.

Situasi ini diperparah oleh berkurangnya beasiswa, terutama bagi mahasiswa dari kelompok ekonomi menengah ke bawah. Akibatnya, akses ke pendidikan tinggi semakin eksklusif, hanya terbuka bagi mereka yang punya sumber daya finansial.

Ketimpangan Sosial: Pendidikan yang Kian Eksklusif

Di negara-negara maju, pendidikan adalah alat untuk mempersempit jurang sosial. Sebaliknya, di Indonesia, pendidikan justru memperlebar kesenjangan ekonomi.

Menurut laporan World Bank, individu dengan pendidikan tinggi memiliki kesempatan kerja yang lebih baik dan penghasilan yang lebih tinggi. Namun, dengan biaya pendidikan yang terus naik, mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu semakin sulit mengakses peluang ini.

Kondisi ini berpotensi melanggengkan lingkaran kemiskinan. Ketika hanya kelompok ekonomi atas yang dapat mengenyam pendidikan berkualitas, mobilitas sosial menjadi mandek. Mereka yang lahir miskin kemungkinan besar akan tetap miskin, bukan karena kurang usaha, tetapi karena sistem yang menghalangi mereka untuk maju.

Dampak pada SDM: Indonesia Tertinggal di Era Kompetitif

Pendidikan bukan hanya soal individu, tetapi juga soal daya saing nasional. Laporan Global Competitiveness Index 2023 menempatkan Indonesia di posisi yang masih tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia.

Salah satu penyebab utamanya adalah kurangnya investasi dalam riset dan pengembangan (R&D). Ketika anggaran pendidikan dipotong di sektor ini, inovasi pun mandek. Perguruan tinggi yang seharusnya menjadi pusat penelitian dan teknologi justru lebih sibuk mencari cara bertahan di tengah keterbatasan dana.

Akibatnya, industri dalam negeri kekurangan tenaga kerja berkualitas. Perusahaan multinasional lebih memilih merekrut tenaga kerja asing, sementara lulusan lokal sulit bersaing di pasar global.

Budaya Literasi yang Tergerus: Generasi Muda dan Krisis Intelektual

Sejalan dengan menurunnya akses pendidikan, budaya literasi di Indonesia juga mengalami kemunduran. UNESCO mencatat bahwa minat baca masyarakat Indonesia berada di peringkat bawah secara global.

Penyebabnya bukan sekadar "generasi yang malas membaca," tetapi juga sistem pendidikan yang semakin tidak menumbuhkan rasa ingin tahu dan eksplorasi intelektual.

Ketika biaya pendidikan mahal dan kualitasnya stagnan, generasi muda cenderung mencari hiburan instan dibandingkan membangun kebiasaan berpikir kritis. Hasilnya? Polusi informasi, maraknya hoaks, dan ketidaksiapan menghadapi tantangan era digital.

Jika Pendidikan Bukan Prioritas, Apa yang Kita Harapkan?

Tanpa pendidikan yang kuat dan merata, masa depan Indonesia berada dalam ancaman nyata. Jika pemerintah terus mengesampingkan pendidikan, maka kita tidak hanya kehilangan daya saing, tetapi juga harapan untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil dan sejahtera.

Pemerintah perlu kembali menjadikan pendidikan sebagai prioritas nasional yang nyata, bukan sekadar angka dalam laporan APBN. Jika tidak, bukan hanya #IndonesiaGelap yang akan menjadi tren di media sosial, tetapi juga realitas kehidupan kita di masa depan.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak