Media sosial yang setiap hari kita usap-usap di layar ponsel kita itu menyimpan sejuta dampak yang kadang tidak kita sadari baik buruknya.
Siapa pun akan mengakui bahwa dirinya nyaris lupa hidup pada kenyataan ketika sudah dihadapkan dengan media sosial, apa pun aplikasinya. Apa yang dilakukannya? Banyak, tentunya.
Sebuah konten social experiment menarik perhatian ketika saya membuka media sosial. Akun Instagram @awan_official09 dengan eksperimennya memberi pertanyaan sederhana yang mendasar dari pengetahuan umum anak usia sekolah dasar sampai pertanyaan kompleks lainnya kepada orang random (biasanya usia anak-anak, remaja, dan orang muda) yang ia temui di sebuah lokasi.
Hal yang unik dari setiap kontennya adalah hampir setiap orang yang ditanya tidak bisa menjawab, bahkan pertanyaan sederhana apa pun itu.
"Samudera apa yang paling besar di dunia?" Lantas jawaban yang mengejutkan adalah pertanyaan boomerang, "Samudera itu apa? Nama orang bukan?".
"Apa kepanjangan dari NKRI" dijawab dengan "Nggak pernah denger sih, atau pernah tapi nggak tahu artinya apa." Komentar di postingan tersebut tentu membeludak dengan kritik dan pertanyaan umum, seperti apa yang mereka pelajari di sekolah dasar? Benarkah kondisi anak-anak dan remaja di kota besar semengecewakan itu?
Dalam kasus yang berbeda bahkan, misalnya yang menyinggung pengetahuan, kecerdasan, atau kebijaksanaan di Indonesia ini ada julukan yang populer dilontarkan oleh kita sendiri kepada sesama warga Indonesia, "Kaum SDM rendah".
Apa yang dimaksud dengan sumber daya manusia (SDM) rendah bukan tentang kuantitas, melainkan kualitas. Istilah ini merujuk pada kondisi ketika tingkat pendidikan, keterampilan, dan produktivitas tenaga kerja di Indonesia dinilai masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lain.
Pembandingan ini tentunya menunjukkan adanya ketidakseimbangan, perbedaan, atau belum mapannya SDM di Indonesia.
Lantas, dari kasus konten social experiment salah satu konten kreator tadi yang bisa jadi merupakan kritik bagi pendidikan di Indonesia, apakah yang bisa dilakukan untuk menyingkirkan istilah itu?
1. Melalui Pendidikan Formal atau Nonformal
Langkah awal yang krusial adalah memperkuat fondasi pendidikan. Pendidikan formal memberikan struktur dan landasan teoretis yang kuat, sementara pendidikan nonformal menawarkan fleksibilitas dan keterampilan praktis yang relevan.
Jangan ragu untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, memilih program studi yang selaras dengan minat dan potensimu.
Di sisi lain, manfaatkan berbagai peluang pendidikan nonformal, seperti kursus, pelatihan, dan seminar untuk memperluas wawasan dan keterampilanmu. Dunia daring juga menyediakan sumber belajar tak terbatas melalui platform dan komunitas belajar daring.
2. Latih Otak untuk Terus Berwawasan
Wawasan yang luas adalah modal utama orang berkualitas. Rajinlah membaca buku atau riset-riset untuk mengikuti perkembangan dunia dan keilmuan terbaru.
PR berat kita saat ini mungkin adalah membaca buku. Adanya terobosan buku online kadang masih ditepis dengan alasan, "Mataku tidak kuat menatap layar lama-lama", tapi dia betah main media sosial seharian.
Bacalah buku sebanyak-banyaknya, fiksi atau nonfiksi semua adalah informasi yang berguna. Jika penasaran akan sesuatu, cobalah untuk mencari tahu sendiri dengan membaca, kita bisa berdiskusi dengan pakar setelah memperoleh sebuah informasi. Itu jauh lebih baik, daripada kita tidak punya apa-apa untuk dikatakan.
3. Koneksi Positif akan Membuatmu Positif
Berangkat dari sebuah pepatah, yang berteman dengan tukang parfum akan berbau wangi, sedangkan yang berteman dengan penempa besi akan terkena percikan api.
Jika diingat lagi, barangkali orang tua kita pernah sekali dua kali membatasi pergaulan kita, dan saat itu kita pasti memberontak. Meskipun hal ini sebenarnya positif, naluri sosial kita kadang bertolak-belakang dengan itu.
Namun, ketika kita sedikit lebih dewasa, kita pasti mampu memilih keputusan terbaik bahwa koneksi yang positif akan jauh lebih menguntungkan daripada lingkaran negatif yang menekan kita untuk tidak ke mana-mana.
Oleh karena itu, tidak ada salahnya ikut berkembang dengan orang-orang positif yang mengajakmu bersaing secara sehat daripada berkerumun dengan kepiting dalam ember yang akan terus menarik kaki kepiting lain yang berusaha mencapai bibir ember.
4. Dalam Hidup, Setidaknya Punya Soft Skills
Di era yang semakin terhubung ini, keterampilan teknis saja tidak cukup. Keterampilan lunak, atau soft skills, menjadi pembeda antara individu yang biasa-biasa saja dan yang luar biasa.
Kemampuan berkomunikasi secara efektif, baik lisan maupun tulisan, adalah fondasi dari hubungan yang sukses. Belajarlah untuk mendengarkan dengan aktif, menyampaikan ide dengan jelas, dan membangun hubungan yang kuat dengan orang lain.
Selain itu, kemampuan bekerja dalam tim, memecahkan masalah, dan mengelola emosi juga sangat penting. Jangan remehkan kekuatan empati dan kecerdasan emosional! Dengan mengasah keterampilan lunak, kamu akan menjadi individu yang lebih lengkap dan berharga.
Kebiasaan kecil yang dilakukan secara konsisten dapat membawa perubahan besar dalam hidup kita. Identifikasi kebiasaan-kebiasaan yang ingin diubah, dan buat rencana yang realistis untuk melakukannya.
Mulailah dengan langkah-langkah kecil, seperti membaca 10 halaman buku setiap hari atau berolahraga selama 15 menit. Jangan mencoba mengubah terlalu banyak hal sekaligus, karena hal itu dapat membuatmu kewalahan.
Bersabarlah dengan diri sendiri, karena membangun kebiasaan baru membutuhkan waktu dan usaha. Rayakan setiap kemajuan kecil yang sudah dicapai, dan jangan biarkan kegagalan sesekali membuatmu menyerah.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS