Makanan dan kenangan mungkin menjadi salah satu kolaborasi yang tak terlupakan bagi sebagian banyak orang. Terutama ketika kita tengah menikmati hidangan favorit yang sukses membuat kita kembali mengenang masa lalu atau perjuangan dalam hidup, baik kisah penuh senyuman, atau justru cerita sedih yang menyesakkan hati.
Berbicara tentang makanan dan kenangan yang ada di baliknya, aku jadi teringat pada semangkuk bubur ayam yang pertama kali aku coba di suatu Minggu pagi bersama kedua teman dekatku.
Mungkin tak terdengar istimewa bagia sebagian orang, tetapi itu adalah sejarah awal ketika aku memutuskan memilih 'Bubur Ayam' sebagai comfort food hingga saat ini.
Berawal dari rasa tidak sukaku menikmati bubur sebagai sarapan atau menu utama karena sifatnya yang tidak mengenyangkan dan membuat kita menjadi lebih cepat lapar setelahnya.
Namun, pada suatu pagi ketika salah seorang teman dekatku mengajak aku sarapan bubur ayam di pinggir alun-alun kota di Minggu pagi, persepsiku tentang bubur sepenuhnya berubah.
Tak hanya soal kemampuan makanan itu mengisi penuh perut kita yang rewel, tetapi kenyamanan dan kehangatan yang ditawarkan setelahnya.
Mungkin karena waktu itu, aku dan kedua temanku baru saja pulang dari menyelesaikan pekerjaan shift malam kami dan jam lembur tambahan yang membuat kami terpaksa sampai di kota tempat kami tinggal hingga jam 8 pagi. Setelah perjalanan pulang yang melelahkan naik bus.
Fisik yang lelah, rasa kantuk setelah semalaman bekerja membuat kami menginginkan sesuatu yang hangat untuk mengisi perut. Sampailah pada ide menikmati sarapan bubur ayam di taman alun-alun kota oleh salah satu temanku.
Bukan hidangan istimewa, tetapi hangatnya bubur ditemani kuah kuning dan suwiran ayam serta topping kacang kedelai dan kerupuk yang melimpah di pagi itu, membuatku berterima kasih kepada si bapak penjual yang tak kalah ramahnya.
Selain rasa masakanan yang enak, ia juga mengajak kami ngobrol saat kami menikmati bubur ayam kami. Membahas banyak hal seperti pekerjaan dan lain-lain membuat kami tak menyadari semangkuk bubur ayam pun ludes dalam waktu sekejap.
Segelas teh hangat yang kami pesan bersamanya pun sukses membuat tubuh kami merasa lebih segar, sebelum memutuskan untuk pulang dan beristirahat.
Setelahnya pun kami bertiga memutuskan untuk menjadikan sarapan bubur ayam setiap Minggu pagi menjadi kegiatan rutin atau kumpul bersama ketika kami memiliki waktu luang.
Hingga kami bertiga tak lagi memiliki kesempatan itu sekarang karena pekerjaan dan kedua teman dekatku yang telah pindah untuk menetap di pulau yang berbeda.
Namun, aku tak pernah melupakan bagaimana sensasi hangat yang ditawarkan serta kenyamanan yang kudapat waktu itu. Hingga aku kerap mengajak keluargaku untuk makan di tempat yang sama saat kami memiliki waktu untuk berjalan-jalan pagi di hari Minggu.
Sampai saat ini pun, bubur ayam menjadi makanan pilihanku ketika aku tengah tidak memiliki napsu makan karena sakit.
Bubur ayam juga selalu mengingatkanku kepada kedua sahabatku yang kini tinggal nan jauh di sana. Ketika salah satu dari mereka pulang kampung, pasti kami akan merencanakan untuk makan bubur ayam di tempat yang sama. Sembari ngobrol dan berbagi cerita lama, dan mengobati rasa kangen kami.
Makanan memang merupakan kebutuhan utama kita untuk tetap hidup dan menjalani hari-hari kita. Mengisi tenaga dan memenuhi kebutuhan tubuh.
Namun, di balik fungsi utamanya yang sangat penting itu, makanan bisa memegang beberapa peran penting lainnya seperti membawa kita kembali pada kenangan masa lalu. Hingga meningkatkan mood-mu saat kamu sedang tidak baik-baik saja.