Identitas Mana yang Lebih Nyata: Nama di WhatsApp atau Jabatan di LinkedIn?

Hernawan | Ervina E. W.
Identitas Mana yang Lebih Nyata: Nama di WhatsApp atau Jabatan di LinkedIn?
ilustrasi nama-nama orang (pexels.com/Heiner)

Identitas merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia. Ia tidak hanya terbentuk melalui lembaga formal, tetapi juga lewat cara seseorang dikenali dalam lingkup sosial sehari-hari. Fenomena ini kembali mencuat melalui percakapan ringan di media sosial, yang menyinggung peran profesi dan julukan dalam membentuk citra diri.

Perbincangan daring tersebut memperlihatkan adanya pergeseran, dari identitas yang dilekatkan institusi menuju identitas berbasis aktivitas harian. Diskusi di Twitter/X dimulai dari postingan @ardisatriawan tentang pentingnya memisahkan institusi dari jati diri. Kemudian, balasan @KuntoAjiW berupa daftar nama profesi sehari-hari, seperti “Anto galon” dan “Yuyun pecel” memunculkan refleksi kritis yang dibingkai dengan humor.

Kronologi percakapan media sosial

Rangkaian percakapan berlanjut dengan tanggapan @senjatanukilr yang memberi konteks historis. Ia menyamakan fenomena nama profesi dalam kontak harian dengan tradisi Eropa, di mana nama keluarga sering berasal dari pekerjaan. Contohnya adalah “Baker” untuk pembuat roti atau “Smith” untuk pandai besi.

Dengan demikian, diskusi media sosial ini tidak berhenti pada humor semata. Sebaliknya, ia membuka percakapan yang lebih dalam tentang sejarah identitas manusia. Hal ini menunjukkan bahwa profesi sederhana sekalipun dapat berperan besar dalam cara seseorang dikenali.

Identitas formal dan informal

Secara akademis, identitas dapat dibedakan menjadi formal dan informal. Identitas formal terbentuk melalui institusi resmi seperti pekerjaan, gelar, atau jabatan yang memberi legitimasi sosial. Sebaliknya, identitas informal muncul dari interaksi langsung, seperti julukan berdasarkan profesi atau kebiasaan.

Teori identitas sosial menekankan bahwa individu membentuk jati diri tidak hanya dari struktur formal, tetapi juga dari kelompok sosial. Dalam konteks ini, nama profesi sehari-hari mencerminkan pengakuan sosial yang lebih personal. Fenomena ini memperlihatkan dinamika antara label resmi dan pengalaman langsung.

Fenomena nama profesi memiliki akar panjang dalam sejarah masyarakat. Sejak abad ke-12, banyak nama keluarga di Eropa lahir dari pekerjaan, misalnya Baker, Cooper, dan Miller, melansir dari ThoughtCo. Bahkan hingga kini, nama-nama tersebut masih bertahan sebagai penanda identitas.

Menurut Wikipedia, “Smith” adalah salah satu nama keluarga paling umum di dunia berbahasa Inggris. Nama tersebut berasal dari kata smiþ yang berarti tukang besi, menunjukkan betapa kuatnya profesi dalam membentuk identitas lintas generasi. Dengan demikian, fenomena sederhana di media sosial memiliki hubungan erat dengan tradisi panjang penamaan berbasis profesi.

Identitas di era digital

Fenomena identitas juga mengalami transformasi di era digital. Pekerja muda menggunakan strategi impression management untuk menampilkan citra profesional di media sosial meski tetap menjaga sisi personal. Hal ini menunjukkan adanya negosiasi antara identitas formal dan informal di ruang daring.

Kajian serupa dilakukan oleh McCartney et al. (2021), yang menyoroti kaburnya batas antara personal dan profesional. Media sosial membuat identitas lebih cair, sehingga perilaku daring perlu dikelola sesuai nilai profesi. Karena itu, humor sekalipun dapat menjadi refleksi serius tentang cara identitas dibentuk.

Diskusi ringan di Twitter/X memperlihatkan bahwa identitas manusia selalu bersifat multidimensi. Ia dapat terbentuk dari label institusi formal, profesi sederhana, hingga julukan sosial yang melekat dalam percakapan harian. Humor tentang “Anto galon” atau “Yuyun pecel” menjadi bukti bahwa identitas informal dapat terasa lebih nyata dibandingkan identitas resmi.

Sejarah pun menunjukkan bahwa profesi sering dijadikan penanda identitas yang diwariskan. Dari marga profesi di Eropa hingga kontak WhatsApp masa kini, manusia terus mencari cara sederhana untuk dikenali. Oleh sebab itu, percakapan ringan di media sosial dapat dipahami sebagai kelanjutan tradisi panjang pembentukan identitas.

Percakapan yang dimulai dari humor Twitter/X menunjukkan bahwa identitas manusia jauh lebih kompleks daripada sekadar jabatan atau gelar. Fenomena nama profesi sehari-hari sesungguhnya memiliki akar sejarah yang kuat, mengingatkan pada tradisi penamaan di Eropa yang mengaitkan jati diri dengan pekerjaan. Ini membuktikan bahwa di era digital sekalipun, identitas informal yang terbentuk dari interaksi harian memainkan peran penting dan nyata dalam cara seseorang dikenali.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak