Kisah yang Tertinggal dari Penjual Sate di Pesisir Pasir Putih Situbondo

Hayuning Ratri Hapsari | Fathorrozi 🖊️
Kisah yang Tertinggal dari Penjual Sate di Pesisir Pasir Putih Situbondo
Pak Subhan penjual sate ayam di Pesisir Pasir Putih Situbondo Jawa Timur (Doc.Pribadi/Fathorrozi)

Di tengah para bocah yang berlarian ke pinggir laut sambil bermain bola, Pak Subhan duduk termenung sembari mengisap rokok kretek. Pikirannya mengawang, entah ke mana. Yang jelas, Pak Subhan tidak sedang mencari inspirasi sebuah tulisan.

Di saat para nelayan berangkat menuju tengah laut dengan perahu mesin, Pak Subhan masih bergulat dengan pikirannya. Ia mencari peluang untuk tetap bisa bertahan hidup dan mampu menghidupi anak-anak dan istrinya.

"Istriku sedang sakit. Sudah dua tahun ia terbaring di atas kasur," jelasnya kepadaku di depan pintu 2 Sidomuncul, Pantai Pasir Putih Situbondo, Sabtu (6/12/2025).

"Sementara anak sulungku kuliah di Jawa Tengah. Sudah semester akhir, butuh bayar UKT," imbuhnya sambil mengelap lehernya.

Dalam kisahnya, laki-laki berusia 58 tahun itu tidak ingin bekerja dengan meniru profesi kebanyakan masyarakat pesisir lainnya. Ia tak ingin menangkap ikan, sewa-menyewa ban dalam untuk para perenang di pantai, berjualan pernak-pernik oleh-oleh khas pesisir, dan lain sebagainya. Ia ingin beda dari yang lain.

"Rumahku sebenarnya sangat dekat dari pantai ini, jadi sangat bisa jika saya mendayung perahu untuk menjaring atau memancing ikan, tapi tetanggaku sudah banyak yang bekerja sebagai nelayan. Maka, aku cari yang lain saja," ungkapnya.

Pak Subhan berangkat pukul 05.00 WIB pagi dari rumahnya dengan berjalan kaki sambil memikul alat-alat dan bahan lontong sate ayam. Ia bawa pemanggangan sate, tiga puluhan piring seng, sendok, sekarung arang, kipas bambu, tujuh kursi plastik, dan plastik hitam berisi lontong yang dibalut daun pisang.

Ia berjualan sate ayam di Pesisir Pasir Putih Situbondo. Satu porsi berisi 17 tusuk dan dua lontong. Ia jual dengan harga Rp30.000. Mayoritas pembelinya adalah pengunjung pantai. Seringkali dalam sehari Pak Subhan mengantongi uang Rp1.500.000 hingga Rp2.000.000 dari hasil penjualannya.

Ia pulang dari Pesisir Pasir Putih pukul 16.00 WIB, usai mendirikan salat Asar di musala dekat pintu masuk 2. Sampai di rumah, dengan dibantu anak bungsunya yang menempuh pendidikan kelas 5 SD, Pak Subhan memotong daging ayam yang ia ambil dari dalam kulkas, lalu menusukkan lidi yang ujungnya sudah ia tajamkan ke potongan-potongan daging kecil itu.

Begitulah rutinitas keseharian Pak Subhan dalam mengais rezeki untuk menafkahi keluarga. Ia tak pernah patah semangat untuk terus melanjutkan hidup. Ia juga selalu tegar untuk mencari sesuap nasi meski sudah tidak didampingi istri tercintanya.

Cinta dan kasih sayang Pak Subhan kepada keluarganya, teramat kokoh. Sekokoh batu karang yang tak mundur barang selangkah meski dihantam ombak.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak