Pengukusan Keris saat Maulid Nabi Muhammad di Kampung Karadenan

Pebriansyah Ariefana | Pebriansyah Ariefana
Pengukusan Keris saat Maulid Nabi Muhammad di Kampung Karadenan
Masyarakat Kampung Keradenan untuk melakukan pengukusan keris saat Maulid Nabi Muhammad (suara.com/Ika Soewadji/Travel Blogger)

Persiapan pengukusan keris sudah sejak lepas salat Isya. Doa-doa dipanjatkan untuk malam menyambut datangnya 12 Rabi’ul Awal 1439 Hijriyah atau Maulid Nabi Besar Muhammad SAW.

Sudah menjadi tradisi masyarakat Kampung Keradenan untuk melakukan pengukusan keris dengan direndam dupa dan minyak (dalam hal ini minyak non alcohol).

Kampung Keradenan berasal dari Bahasa Jawa, yaitu Raden. Kata “ka” dan “an” memberi arti para raden atau bangsawan. Kampung Karadenan berada di Jalan Karadenan Kaum I, Karadenan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Kampung ini terletak di bagian timur Sungai Cihaliwung yang bermata air langsung dari gunung Pangrango, Cisarua, Jawa Barat.

Makna acara dari peringatan Mauild Nabi Besar Muhammad SAW, bagi masyarakat Kampung Karadenan dengan tradisi pengukusan keris merupakan tradisi yang sudah turun temurun dari nenek moyang yang masih dipertahankan hingga kini.  

Ada 90 keris yang diletakan di museum, sisanya ada 40 keris di rumah pemiliknya itu sendiri, terdiri dari Kudi, Kubang, Keris, Gobang dan Tombak berukuran sekitar 40-60 cm. Fungsi dari pengukusan/warangan keris, kudi, kubang, gobang dan tombak sebagai mempertahankan dari kekaratan.

Selain acara pengukusan keris, pemanjatan doa-doa rawi ada disetiap peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di kampung Karadenan ini juga ada pencukuran rambut bayi yang usianya 2 bulan sampai 8 bulan, yang unik di tradisi ini  yang mengendong bayi adalah ayahnya dibantu saudara yang membawa nampan berisi kelapa, gunting, kembang, lilin, beras dan uang.

Para ayah didandani mengunakan selendang, dimaknai agar bayi tidak rewel atau menangis ketika diarak,  karena  ayah memakai selendang mirip ibu.  Tak berapa lama para bayi yang akan gunting rambut sudah berkumpul di dalam masjid disertai salawatan menghadap ke 8 penjuru mata angin.

Setelah prosesi sholawatan di masjid, para bayi dan ayahnya diarak mengelilingi kampung Karadenan, disertai tabuhan rebana dan saweran uang di setiap rumah bayi yang gunting rambut. Keunikan acara ini dengan melimpahnya sajian yang dibuat oleh para  keluarga, dibawa menggunakan daun pintu rumah untuk didoakan dan disebarkan ke warga sekitar kampung atau tamu yang datang seperti saya dan rekan-rekan. Masakan yang dibagikan beraneka ragam terdiri dari nasi, ayam bakar, ikan mas acar kuning, mie goreng, bihun goreng, oseng-oseng kacang panjang, dan sambal kentang.

Menurut narasumber, Pak Dadang Supadma ketika berbincang, Karadenan berasal dari didirikannya sebuah masjid pada tahun 1667 oleh Raden Syafe’I. Raden Syafe’I merupakan anak dari Raden Pangeran Nasib, yang merupakan anak Pangeran Sanghyang, cucu dari Sri Baduga Maharaja Pakuan – Padjajaran. Sebanyak 90 persen warga kampung Karadenan bergelar Raden yang merupakan keturunan Padjajaran, Tubagus Angke dan Kerajaan Cirebon.

Makna dari semua prosesi Maulid Nabi Besar Muhammad SAW 1439 Hijriyah adalah ketaqwaan dan rasa syukur terhadap semua karunia Allah, dan rangkaian acara ditutup dengan makan bersama dan berbagi makanan dilanjutkan salat Jumat.

Ika Soewadji

Travel Blogger

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak