Dinamika permasalahan hukum di Indonesia begitu beraneka, mulai dari kasus penistaan agama, berita bohong, ujaran kebencian, pencemaran nama baik, kasus pencurian, kasus bunuh diri, dan masih banyak lagi. Di era seperti ini, kemajuan teknologi digital memiliki peranan penting dan menyumbang sebagian permasalahan di dunia digital.
Meski kebebasan berpendapat telah diatur dalam undang-undang serta sanksinya pun cukup berat, sesuai yang tertuang dalam UU19/2016 Pasal 45B, namun tidak lantas mereka takut. Di sini penulis belum akan masuk ke dalam perihal “benar” atau “salah”.
Linguistik forensik merupakan salah satu dari banyak cabang ilmu linguistik. Linguistik forensik masuk dalam kategori linguistik interdisipliner.
Peneliti Office & Court menjelaskan dengan jelas dalam research-nya, bahwa linguistik forensik adalah sebuah wujud dari persinggungan antara linguistik dengan ranah legal, hukum dan peradilan (2015).
Istilah linguistik forensik itu sendiri mencuat pertama sekali pada 1968, ketika seorang profesor linguistik, Jan Svartvik, menggunakannya dalam rangka pengkajian pernyataan-pernyataan Timothy John Evans, seorang pengemudi truk berkebangsaan Wales yang divonis mati oleh pengadilan Inggris atas tuduhan pembunuhan Geraldine Evans, seorang bayi perempuan berusia 13 bulan, yang tidak lain merupakan putrinya sendiri (Correa, 2013).
Pakar linguistik forensik mengidentifikasi permasalahan melalui lisan dari penutur berupa gaya bahasa, fonetik forensik, dan dialektologi sedangkan tulisan berupa sidik jari dan analisisi untuk mengungkapkan isi dari tulisannya. Secara lisan permasalahan tersebut dapat ditemukan dalam ujaran kebencian, berita bohong, pencemaran nama baik, dan kejujuran penutur sedangkan secara tulisan permasalahan tersebut dapat ditemukan surat, catatan kasus bunuh diri, dan sidik jari.
Dalam tataran, linguistik forensik memiliki ruang lingkup untuk mengkaji setiap permasalahan di bidang hukum meliputi pragmatik, semantik, analisis wacana, dan fonetik.
Bahasa dalam Hukum
Penggunaan bahasa dalam proses pemerikasaan hukum pidana dan perdata tentunya melibatkan banyak pihak diantaranya hakim, jaksa, terdakwa, saksi ahli, dan polisi. Penggunan bahasa dalam proses peradilan meliputi wawancara dengan saksi yang terlibat, wawancara polisi meliputi; wawancara investigatif; pengujian bahasa pencari suaka; ruang sidang dwibahasa dan masalah bahasa kedua; ruang sidang menafsirkan; interaksi ruang sidang; ruang sidang menerjemahkan; bahasa ruang sidang; bahasa kepolisian; bahasa penjara; bahasa yang ditujukan kepada hakim dan juri di ruang sidang pengadilan sipil dan umum.
Dalam menganalisis bahasa proses peradilan berupa lisan yaitu kejujuran bahasa yang digunakan. Teks legal, baik lisan maupun tertulis, adalah bahan yang dibedah oleh seorang linguist forensik.
Teks legal di sini mencakup naskah undang-undang, hukum, dan peraturan legal, transkripsi rekaman interogasi yang dilakukan terhadap tersangka, transkripsi rekaman hasil kegiatan mata-mata terhadap tersangka, naskah nota kesepahaman bisnis, dan segala macam teks yang menjadi bahan penyelidikan untuk keperluan hukum dan peradilan. Dalam meneliti bahasa dalam produk hukum tersebut dapat menggunakan analisis wacana (Discourse Analysis), seperti dalam penelitiannya Ramezani, Sani, & Moghadam (2016), Analisis menggunakan Software Komputer dalam penelitiannya Chung & Pennebaker (2015), analisis struktur bahasa, dan linguistik profisiensi.
Peran Linguistik Forensik dalam Membuka Makna Tersembunyi
Sekali lagi, linguistik forensik melibatkan topik-topik atau isu bahasa hukum, saksi, terduga pelaku tindak kejahatan, dan kasus perdata. Dengan bahasa sederhana, linguistik forensik mencakup analisis bahasa tertulis dan lisan untuk tujuan hukum.
Dalam beberapa kasus yang ada di Indonesia, beberapa bentuk bukti linguistik forensik digunakan di pengadilan, seperti bukti teks, email dan analisis percakapan melalui media telah digunakan dan disajikan sebagai bukti yang jelas dalam pengadilan (Lisina, 2013). Oleh karenanya, dalam menafsirkan suatu teks harus memahami konstruksi bahasa secara menyeluruh. Lenbih jauh lagi karena setiap jenis dokumen memiliki struktur dan konteks yang berbeda.
Prinsip-prinsip linguistik seperti analisis wacana dan teori bahasa akan digunakan oleh ahli bahasa forensik untuk memberikan pendapat mereka di pengadilan. Kontribusi ahli bahasa sangat membantu bagi para penyidik dalam menafsirkan pernyataan yang bias dan ambigu.
Dalam beberapa studi, ahli bahasa dan penyidik kepolisian memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk mendapatkan kejelasan informasi dalam sebuah komunikasi. Namun sekali lagi bahwa wewenang untuk memutuskan suatu kasus adalah hak polisi, tanggung jawab ahli bahasa hanya memberikan pendapat tentang hal-hal penting yang berkaitan dengan analisis bahasa.
Sekali lagi, kajian linguistik forensik masih terbilang baru. Di Indonesia sendiri, terdapat wadah bagi penggiat bahasa (Praktisi dan Akademisi), yaitu Komunitas Linguistik Forensik Indonesia (KLFI). Inisiatornya adalah seorang Linguist Dr. Susanto Saman dari Universitas Bandar Lampung.
Saat ini, tidak banyak linguist di Indonesia, yang secara profesional diakui kapasitasnya. Mereka seperti Prof. Dr. Subyantoro, M.Hum, Dr. Susanto Saman, Bambang Kaswanti Purwo, Andika Dutha Bachari, dan Prof. E. Aminudin Aziz, MA.,Ph.D.
Artinya, keberadaan seorang ahli bahasa yang kemudian diharapkan mampu berjalan berdampingan dengan para penyidik. Menurut penulis, tingkat kompleksitas dan dinamika permasalahan bahasa dalam hukum menuntut pihak Kepolisian dapat terus bersinergi dengan para ahli bahasa (Linguist) forensik sehingga tidak ada lagi kesalahan dalam memfonis atau menetapkan seseorang menjadi tersangka.
Hal tersebut yang membuat penulis tertarik dan sedang mengkaji dinamika hukum melalui kerangka bahasa dalam beberapa penelitiannya, termasuk dalam disertasinya saat ini.
Pengirim : Sigit Apriyanto, S.Pd.,M.Pd
Doctoral Candidate of Forensic Linguistics, Under Faculty of Applied Science and Technology, University Tun Hussein Onn Malaysia (UTHM)
Dosen Pendidikan dan Sastra Inggris UM Lampung
Kepala Urusan Internasional dan Kerjasama UM Lampung
Ketua Bidang Pendidikan, Pelatihan Aparatur dan Kebijakan (Pusat Studi Kelembagaan Desa)
Anggota Komunitas Linguistik Forensik Indonesia (KLFI)