Quarter-Life Crisis Mengintai Anak Muda: Saat Usia 20-an Terasa Lebih Berat dari yang Dibayangkan

M. Reza Sulaiman
Quarter-Life Crisis Mengintai Anak Muda: Saat Usia 20-an Terasa Lebih Berat dari yang Dibayangkan
Ilustrasi galau - quarter life crisis. (Pexels/Pixabay)

Usia 20-an sering dibilang masa emas. Katanya, ini adalah fase yang penuh dengan kebebasan, kesempatan, dan awal karier yang menjanjikan. Tapi kenyataannya, banyak anak muda yang justru merasa bingung, gelisah, bahkan sampai kehilangan arah.

Fase inilah yang dikenal dengan istilah quarter-life crisis. Dan rupanya, pengalaman ini bukan hanya normal, tapi justru penting untuk dijalani.

Krisis yang Datang Diam-diam Tanpa 'Alarm'

Berbeda dengan midlife crisis yang biasanya dipicu oleh peristiwa besar seperti perceraian atau kehilangan pekerjaan, krisis di usia 20-an seringkali muncul tanpa “alarm” yang jelas.

Kita bisa saja punya pekerjaan tetap, hubungan yang baik-baik saja, atau rutinitas yang nyaman, tapi di satu malam, tiba-tiba muncul pertanyaan, “Apa ini memang jalan hidup yang aku mau?”

Rasa ragu inilah yang sering menyusup di tengah hari-hari biasa dan bisa membuat kita mempertanyakan semua pilihan yang sebelumnya terasa aman.

Dihantui 'Timeline' Hidup dan Postingan Teman di Medsos

Generasi muda sekarang juga terbebani oleh ekspektasi yang sangat tinggi. Menurut Psychology Today, banyak orang di usia 20-an merasa gagal bukan karena tidak bisa mengejar tujuan, melainkan karena mereka belum punya tujuan yang jelas atau merasa tujuan awal mereka tidak lagi relevan.

Ditambah lagi, media sosial sering membuat kita tanpa sadar membanding-bandingkan diri. Lihat posting-an teman, sudah ada yang menikah, ada yang berhasil beli rumah, ada juga yang traveling ke luar negeri. Sementara kita? Masih sibuk mikirin gimana caranya bayar kos bulan depan.

Krisis yang Datang Lebih Cepat dan Berlangsung Lebih Lama

Rupanya, generasi sekarang justru mengalami krisis lebih awal dibandingkan generasi sebelumnya. Jika dulu depresi atau rasa krisis identitas sering muncul di usia 40-an, sekarang, fenomena ini bergeser ke pertengahan 20-an.

Bahkan, fase “emerging adulthood” (usia 18–25 tahun) dianggap sebagai periode panjang yang penuh dengan ketidakpastian, di mana banyak keputusan besar ditunda karena merasa belum siap. Sebuah penelitian menyebut bahwa 86% anak muda merasa tertekan untuk bisa sukses dalam karier, hubungan, dan finansial sebelum menginjak umur 30.

Sisi Terang dari 'Kegelapan': Ini Bukan Akhir Dunia

Meskipun kedengarannya menakutkan, Psychology Today menekankan bahwa quarter-life crisis bukanlah akhir dunia. Justru sebaliknya, fase ini bisa menjadi titik balik yang sangat penting.

Rasa ragu dan gelisah ini memaksa kita untuk bertanya hal-hal yang mendasar, seperti, “Siapa aku sebenarnya?”, “Apa yang benar-benar penting buatku?”, dan “Ke mana aku mau melangkah selanjutnya?”

Daripada dianggap sebagai sebuah kegagalan, krisis ini bisa dilihat sebagai proses penting menuju kedewasaan yang sesungguhnya. Dari rasa bingung, kita terdorong untuk mengambil keputusan yang lebih sadar, bukan sekadar mengikuti arus atau ekspektasi orang lain.

Kalau kamu sedang merasa tersesat di usia 20-an, tenang saja, kamu tidak sendirian. Quarter-life crisis dialami oleh banyak sekali orang, dan justru bisa menjadi jalan untuk menemukan versi terbaik dari dirimu sendiri.

Memang menyebalkan, penuh dengan overthinking, dan bikin drama, tapi mungkin ini adalah fase yang perlu kamu jalani agar nanti kamu bisa bilang, “Syukurlah dulu aku sempat bingung, kalau tidak, aku tidak akan pernah sampai di sini.”

Penulis: Flovian Aiko

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak