Kita semua pasti pernah berada di fase merasa malas, lelah, atau sulit mempertahankan kebiasaan baik yang sebenarnya ingin kita lakukan.
Ada kalanya semangat di awal begitu besar, tapi hilang perlahan tanpa kita sadari. Rasanya seperti ingin berubah, tapi kok langkahnya berat sekali?
Melalui video di kanal YouTube Zahid Ibrahim pada Jumat (22/12/2022), ia menjelaskan kenapa konsistensi itu sering terasa sulit.
Penjelasannya sederhana, dekat dengan kehidupan sehari-hari, dan membuat kita sadar bahwa masalahnya bukan pada kita semata, tetapi pada pola pikir dan cara kita membangun kebiasaan.
Kenapa Kita Sering Gagal Konsisten? Yuk Simak Penjelasan Zahid Ibrahim!
1. Terlalu Sering Mengecek Progres
Saat ingin mencapai sesuatu, kita sering terpaku pada hasil. Misalnya ketika ingin menurunkan berat badan, kita menimbang tubuh setiap selesai olahraga. Padahal perubahan besar tidak terjadi dalam sehari.
Ketika hasilnya tidak sesuai harapan, kita mulai kesal, kecewa, lalu merasa percuma. Lama-lama, kita pun kehilangan semangat dan akhirnya berhenti.
Zahid menyarankan agar kita memberi jeda sebelum mengecek progres. Bukan harian, tapi bulanan atau bahkan tahunan.
Karena perubahan kecil yang mungkin hanya satu persen per hari baru terlihat jika kita memberi waktu. Kadang progres itu ada, hanya saja belum tampak di mata.
2. Punya Mindset All or Nothing
Mindset all or nothing membuat kita berpikir bahwa kalau tidak bisa melakukan hal secara sempurna, lebih baik tidak dilakukan sama sekali.
Misalnya kita berniat membaca buku di sore hari, tapi mendadak ada tugas kampus yang membuat pulang lebih malam dari biasanya. Dengan mindset ini, kita langsung menyerah dan akhirnya tidak membaca sama sekali.
Padahal, menurut Zahid, yang terpenting adalah tetap melakukan kebiasaan tersebut meskipun cuma sedikit. Melakukan satu halaman lebih baik daripada tidak sama sekali, karena momentum tetap terjaga dan repetisi berikutnya jadi lebih mudah.
3. Terlalu Fokus pada Hasil Akhir
Dalam membangun kebiasaan, hasil bukanlah hal utama, justru sistem lah yang paling penting. Sistem yang baik membantu kita memberikan input tanpa terlalu banyak hambatan.
Misalnya ingin olahraga pagi. Hambatannya adalah harus menyiapkan pakaian setelah bangun tidur.
Untuk memperkecil hambatan ini, kita bisa menyiapkan semuanya sejak malam mulai dari baju, celana, kaos kaki, hingga sepatu. Pagi harinya, kita tinggal jalan. Hal kecil seperti ini dapat membuat kebiasaan terasa jauh lebih mudah dijalani.
4. Berpikir Kita Harus Melakukan Sesuatu Selamanya
Ketika Zahid ingin konsisten mengunggah satu video setiap minggu, ia merasa target itu seperti beban besar. Rasanya sulit dan menekan.
Akhirnya, ia mengubah caranya berpikir, bukan untuk selamanya, tapi cukup dua sampai tiga bulan dulu.
Saat target dipersempit, habit terasa lebih mungkin dilakukan. Bebannya mengecil dan repetisi terasa lebih ringan. Terkadang, kita hanya perlu memendekkan jarak pandang agar tidak merasa kewalahan.
5. Berhenti Dua Kali Berturut-turut
Setiap orang pasti punya hari ketika kondisi tidak memungkinkan. Mungkin ada tugas hingga larut atau tubuh terlalu lelah. Istirahat sehari itu wajar.
Yang berbahaya adalah ketika kita berhenti dua kali berturut-turut. Sekali berhenti masih aman, tapi dua kali bisa membuat kebiasaan benar-benar hilang. Kita kembali ke titik nol dan harus membangunnya dari awal.
Maka, kalau kita terpaksa melewatkan sehari, jangan biarkan hari berikutnya terlewat lagi. Lakukan meski sedikit, sekadar menjaga ritme tetap hidup.
Konsisten bukan soal kerasnya kemauan, tetapi bagaimana kita memahami diri sendiri dan membangun sistem yang memudahkan.
Lima poin dari Zahid Ibrahim ini mengingatkan kita bahwa progres kecil tetaplah progres, dan kebiasaan baik tumbuh dari langkah kecil yang diulang bukan dari kesempurnaan.
CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS