Pada zaman sekarang banyak hal yang berasal dari luar negeri dapat diakses atau diketahui. Seperti saat belanja di pasar swalayan, di sana terdapat banyak produk impor yang dapat kita beli atau ketahui. Sama persis dengan pengetahuan dan tradisi. Bahkan, pada zaman sekarang ilmu bela diri dari luar juga banyak beredar di Indonesia.
Contohnya Muay Thai, Kendo, Karate, Taekwando, kick-boxing, Kraft Maga dan lain-lain. Semua dapat di akses mudah melalui internet atau dari mulut ke mulut dan dianggap tren. Namun, bagaimana dengan produk lokal seperti silat? Apakah silat masih ‘in?’
Padahal, silat itu sama bermanfaat dan memiliki prestasi baik yang hampir tidak pernah terdengar oleh masyarakat Indonesia sendiri. Banyak hal yang terdapat dari silat. Sehat secara fisik dan mental. Memiliki tradisi yang sudah bertahan ratusan tahun, bahkan ribuan.
Memiliki filsafat yang bijaksana dan pintar. Melahirkan legenda di hampir seluruh Asia Tenggara. Memiliki sejarah menarik atau unik yang sama unik nya dengan sejarah lain di dunia. Apakah itu tidak cukup untuk membuat Silat menjadi salah satu seni bela diri yang berguna dalam kehidupan sehari-hari? Negara yang kaya adalah negara yang kaya budaya. Salah satu hal yang bisa mendefinisikan Indonesia sebagai negara yang kuat dan kaya adalah silat.
Ilmu yang mengajarkan kita untuk membela diri adalah bukti konkret bahwa leluhur kita memiliki ide pertahanan bagi negaranya, dan menonjolkan kekuatan pertempuran yang patut menjadi konsiderasi negara lain. Meskipun ini semua telah dibuktikan, survei mengatakan bahwa silat tidak begitu trend dibanding ilmu bela diri yang lainnya di Indonesia.
Ini dikarenakan silat selalu dikaitkan dengan hal-hal yang berbau mistis atau supranatural. Tidak mempan di tusuk atau dibacok, dapat memindahkan badan dengan cepat (teleportasi), berubah seolah-olah siluman dan semua itu tidak berguna kepada kehidupan kita sehari-hari. Sebenarnya yang diajarkan adalah sama dengan ilmu bela diri lainnya di dunia.
Dari semua silat tradisional mempunyai gerakan-gerakan yang lincah dan cepat. Ini pasti mengeluarkan keringat dan mengasah konsentrasi kita untuk menangkal lawan. Gerakan agresif, seperti memukul, menyikut, tendang, cekik lawan dan lain-lain, pasti akan menghasilkan otot yang kuat.
Setiap gerakan pun mempunyai nama dan alasan kenapa dinamai seperti itu. Bahkan silat tradisional bisa dikatakan gesit karena dari nama silat sendiri (menurut banyak profesor silat didapatkan dari kata kilat). Bisa di tambahkan lagi bahwa dengan mengantisipasi gerakan lawan dan bereaksi terhadapnya dengan gerakan balasan adalah pelatihan mental.
Untuk segera tenang dan berkosentrasi adalah hal yang sama untuk mengasah otak. Sama dengan ketika menghafal gerakan-gerakan dan tempo dalam satu jurus. Rata-rata silat memiliki lebih dari 30 jurus dan di setiap jurus pun memiliki banyak gerakan yang harus di hafalkan. Ini menjadi bukti konkret bahwa ini dapat melatih otak kita sekaligus fisik.
Silat pun di Indonesia sendiri mempunyai banyak aliran atau tipe tersendiri. Mempunyai cara pembentukan yang unik yang di ceritakan dari generasi ke generasi. Bahkan tercatat di satu suku saja mempunyai sejumlah aliran silat. Contoh; Betawi (Beksi kong Has, Beksi kong Nur, Jingkrik, Tiga Berantai, Silau Harimau dan lain-lain). Ini menunjukan versi dan sejarah yang menarik.
Namun setelah bukti-bukti atau pernyataan tegas tersebut silat mulai pudar dari masyarakat modern. Seolah-olah masyarakat Indonesia tidak ingin melestarikan silat secara umum. Tetapi ada beberapa yang ingin melestarikan nya baik usia tua dan muda.
Merekalah yang mengajarkan silat dengan ikhlas dan mempunyai visi dan misi yang mulia. Namun banyak dari mereka tidak diberikan dukungan yang seharusnya diberikan, nampak persis seperti mau kalah dalam peperangan. Meskipun begitu mereka tetap tekad melestarikan salah satu kebanggaan Indonesia.
Dikirim oleh Mike Lucock, Jakarta
Anda memiliki cerita atau foto menarik? Silakan kirim ke email: [email protected]