Kisah Tukang Tarik Kabel

Siswanto | Siswanto
Kisah Tukang Tarik Kabel
Tukang tarik kabel (Yoursay/Indrajit)

Kalau lagi berkendara di jalanan Ibu Kota Jakarta, kita sering melihat ada sekelompok orang tengah menarik-narik kabel di trotoar. Kadang kita bertanya-tanya, apa status pekerjaan mereka, berapa gajinya, untuk siapa mereka bekerja, dan dimana tempat tinggalnya.

Saya pernah ngobrol dengan salah satu dari mereka. Namanya Fery, jabatannya kepala pengawas. Fery ini saya temui di Jalan Hang Tuah Raya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, baru-baru ini.

Saat saya ngobrol, ia sesungguhnya sedang mengawasi delapan anak buahnya yang sedang menarik-narik kabel.

Tukang tarik kabel dibagi-bagi menjadi beberapa jenis. Ada kabel listrik dan ada juga kabel untuk jaringan telekomunikasi. Kalau si Fery, bidang kabel telekomunikasi.

Ketika ditanya apa sesungguhnya nama pekerjaan itu, sambil tertawa Fery bilang sebut saja tukang tarik kabel. Fery dan anak buahnya bekerja untuk sub perusahaan yang mendapat kontrak kerja dengan salah satu perusahaan swasta yang cukup terkenal.

"Status kita kontrak semua, jadi sewaktu-waktu bisa tidak bekerja lagi," kata Fery.

Itu sebabnya, orang-orang yang bekerja sebagai karyawan tetap dengan gaji tetap plus tunjangan ini dan itu, sudah sepantasnya tak berhenti bersyukur dan selalu bekerja penuh tanggung jawab.

Bayangkan saja, Fery dkk tidak punya gaji tetap dan tidak mengenal jam kerja, padahal tugas mereka adalah ujung tombak bisnis telekomunikasi perusahaannya. Tanpa mereka, perusahaan pasti tidak untung dan warga belum tentu bisa menikmati internet dan televisi kabel dengan nyaman.

Sepanjang hari Fery terus bekerja. Mereka baru berhenti bekerja kalau target menyelesaikan penarikan kabel hari itu sudah selesai.

Upah mereka diukur dari berapa panjang kabel yang ditarik. Per meter kabel niainya Rp800 perak. Jadi, misalnya dalam sehari tim Fery punya kontrak menyelesaikan penarikan kabel sepanjang dua kilometer, maka upah mereka tinggal dikalikan saja, Rp800 x 2.000 meter.

Selain upah dan uang makan, mereka tidak punya tambahan uang lagi. Jadi, kata Fery, mereka harus benar-benar menghargai per meter kabel.

"Hidup kita tergantung itu," kata Fery sambil menunjuk anak buahnya yang tengah mengukur panjang lintsan kabel.

Hujan dan panas bukan lagi halangan. Mereka harus menyelesaikan target, supaya dapat mengerjakan kontrak baru lagi keesokan harinya.

Pekerjaan mereka memang terkesan ringan, hanya menarik kabel dan tidak terikat. Tapi dari cerita Fery, banyak juga tantangannya, bahkan uji emosi. Tak jarang, mereka dimarah-marahi pemilik rumah yang pekarangannya kena lintasan kabel.

"Kadang kita diusir skuriti, tapi ya bagaimana, kami harus selesaikan kabel," katanya.

Pernah suatu hari, pemilik rumah galak sekali dan tidak mau mengizinkan masuk pekarangan untuk menarik kabel. Akhirnya pekerjaan tertunda sehari yang berarti upah pun jadi tertunda. Entah kenapa, keesokan harinya, si pemilik rumah sudah kasih izin lagi.

Kata Fery, sebenarnya bila pemilik pekarangan menolak, justru bisa merugikan diri sendiri. Mereka bisa dipermasalahkan secara hukum, misalnya dicek ulang berapa luas tanahnya, apakah melanggar batas atau tidak.

"Soalnya, lintasan kabel kita ini kan di jalur milik negara, kalau ada yang masuk pekarangan rumah, bisa rumah itu dibangun dengan memotong lahan negara, malah bisa kena mereka," kata Fery.

Tantangan lainnya ialah minta izin dari instansi pemerintah yang punya otoritas soal lintasan kabel. Sudah izinnya lama keluar, masih dipungli pula. Bahkan, saat di lapangan, ada saja oknum yang melakukan pungli ke orang-orang seperti Fery.

"Kalau kayak kita ini dipungli apanya. (sambil tertawa). Dulu pernah ada kasus, teman-teman memotret petugas yang pungli, lalu kasusnya ditangani pengacara," kata Fery.

Bahkan, ada juga oknum polisi yang ikut-ikutan melakukan pungli. Tapi karena Fery dkk tidak punya uang, ya berusaha dijelaskan kepada oknum tersebut.

Itulah. Tukang tarik kabel ada enaknya, ada juga tidak enaknya. Enaknya sudah pasti kalau lagi terima upah dan ada kontrak baru. Tapi, tidak enaknya kalau ada pungli atau ada warga yang menolak pekarangannya dimasuki sehingga pekerjaan jadi molor dan upah pun tertunda.

Fery dkk tidak punya pekerjaan lain. Tukang tarik kabel merupakan pekerjaan utama mereka. Selama ini, mereka tinggal di sebuah kontrakan. Mereka tinggal beramai-ramai.

Dikirim oleh Indrajit, Jakarta

Anda memiliki foto atau cerita menarik? Silakan kirim ke email: [email protected]

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak