Di era digital saat ini, media sosial menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan remaja. TikTok, Instagram, dan platform serupa menawarkan hiburan, jejaring sosial, dan akses informasi instan.
Namun, perubahan teknologi ini membawa sisi gelap yang tak kalah penting untuk dipahami, yaitu kecanduan melakukan scrolling di media sosial. Kecanduan ini ditandai dengan dorongan kuat untuk terus menggulir konten tanpa henti dan dapat berdampak signifikan terhadap kesejahteraan mental, fisik, sosial, serta akademik remaja.
1. Gangguan Kesehatan Mental, Cemas, dan Depresi
Salah satu dampak paling serius dari kecanduan media sosial pada remaja adalah gangguan kesehatan mental. Banyak penelitian menunjukkan hubungan yang kuat antara penggunaan media sosial yang berlebihan, khususnya pola konsumsi pasif seperti scrolling tak berujung, dengan meningkatnya gejala kecemasan, depresi, dan distres psikologis.
Saat remaja menggulir konten terus-menerus, mereka menerima dosis informasi sosial yang terkadang membuat mereka membandingkan kehidupannya dengan kehidupan orang lain yang sering kali terlihat “lebih sempurna.” Proses perbandingan sosial ini dapat merusak harga diri dan memicu rasa tidak puas terhadap diri sendiri.
2. Penurunan Prestasi Akademik dan Gangguan Kognitif
Remaja yang kecanduan media sosial sering kali mengalami keterlambatan dan penurunan kualitas belajar. Ini terjadi karena otak terlatih untuk mencari “imbalan” (reward) instan dari setiap unggahan baru, bukan fokus pada tugas jangka panjang seperti belajar atau mengerjakan tugas sekolah yang membutuhkan konsentrasi tinggi.
Selain itu, aktivitas scrolling yang terus-menerus menyebabkan gangguan pada rentang perhatian (attention span) karena otak terbiasa pada stimulasi yang cepat dan sering. Penelitian modern menunjukkan bahwa kecanduan media sosial berkaitan dengan penurunan kemampuan fokus, yang pada akhirnya menurunkan hasil akademik.
3. Gangguan Pola Tidur dan Kesehatan Fisik
Kecanduan scrolling sering kali membuat remaja memegang ponsel mereka hingga larut malam. Cahaya biru dari layar serta konten yang terus muncul merusak ritme sirkadian alami tubuh sehingga waktu tidur menjadi tidak teratur. Gangguan tidur kronis ini berdampak buruk pada konsentrasi, suasana hati, dan daya tahan tubuh.
Selain itu, kebiasaan duduk terlalu lama saat scrolling dapat menyebabkan nyeri leher (text neck), gangguan postur, dan masalah otot punggung seiring berjalannya waktu.
4. Isolasi Sosial dan Hubungan Interpersonal yang Melemah
Ironisnya, meskipun media sosial dirancang untuk menghubungkan orang, kecanduan scrolling justru dapat menyebabkan isolasi sosial di dunia nyata. Remaja yang terlalu sibuk menggulir konten cenderung mengorbankan interaksi tatap muka dengan keluarga dan teman.
Akibatnya, keterampilan sosial seperti komunikasi langsung, empati, dan kemampuan menyelesaikan konflik dapat melemah. Banyak remaja lebih memilih kenyamanan dunia maya daripada membangun hubungan nyata, yang dalam jangka panjang dapat menghambat perkembangan emosional dan kemampuan bersosialisasi mereka.
5. Perilaku Negatif dan Dampak Emosional Lainnya
Kecanduan media sosial juga memperbesar risiko remaja terpapar konten negatif seperti perundungan siber (cyberbullying), body shaming, dan konten kekerasan atau hoaks. Selain itu, fenomena scrolling tanpa henti sering kali meningkatkan rasa “FOMO” (Fear of Missing Out), yaitu perasaan cemas bahwa mereka akan ketinggalan sesuatu jika tidak aktif secara online.
Kecanduan scrolling media sosial pada remaja bukanlah sekadar kebiasaan, melainkan memiliki dampak negatif yang serius. Dengan pemahaman yang lebih baik, kita dapat bersama-sama menciptakan lingkungan digital yang sehat melalui langkah-langkah seperti pembatasan waktu layar, pendidikan literasi digital, dan dukungan emosional untuk remaja dalam mengelola penggunaan media sosial mereka secara bijak.