Bekerja di Jakarta adalah suatu impian semua orang karena di kota metropolitan ini banyak sekali jenis pekerjaan yang dapat dilakukan. Bahkan, banyak orang-orang dari luar daerah yang datang.
Seperti saya yang jauh merantau dari kampung halaman mencoba mengubah nasib. Berbekal ilmu pendidikan SMA, saya pun pergi merantau ke Jakarta. Harapan saya dan keluarga sangatlah besar supaya bisa sukses dan mengangkat derajat keluarga.
Saya pun mencari sumber-sumber informasi lowongan pekerjaan di media. Dan akhirnya saya menemukan adanya suatu lowongan pekerjaan di minimarket yang terkenal dan cabangnya sudah tersebar di seluruh kota besar.
Bagi saya dan orang-orang dari kalangan menengah ke bawah, mungkin bekerja di minimarket sudah sangat senang karena tidak perlu banyak mengeluarkan tenaga dan keringat karena sudah pasti tempat kerjanya bersih dan ber AC. Tidak seperti di kampung yang sangat memprihatinkan karena harus bekerja keras mengeluarkan tenaga dan keringat.
Keesokan harinya, saya melamar bekerja di minimarket tersebut. Saya harus bersaing dengan calon-calon pendaftar lainnya dengan cara dites dan interview langsung. Dan tiga hari sesudahnya, saya mendapat telpon bahwa saya diterima. Saya pun merasa senang dan bersyukur.
Besoknya, sayapun mulai bekerja di minimarket di daerah Jakarta Pusat. Hari demi hari saya lalui hingga tiba saatnya saya mendapat gaji yang saya tunggu-tunggu.
Saya pun membagi hasil kerja saya kepada kedua orang tua di kampung. Itu membuat saya lebih bersemangat bekerja hingga akhirnya waktu berjalan empat bulan mulai ada tanda-tanda permasalahan.
Setiap satu bulan sekali selalu stok upnem atau yang lebih dikenal dengan penjumlahan dan pengurangan barang yang ada di toko dengan barang-barang yang dikirim dari kantor logistik atau gudang pusat mini market.
Dengan adanya stok upnem tersebut, semua barang-barang yang terjual dan barang-barang yang masuk dari gudang pusat mini market akan terlihat hasilnya. Alhasil, semua barang-barang di toko minus atau kurang kalau dirupiahkan menjadi uang kisaran Rp2 juta.
Dan untuk menutupi kekurangan itu, semua karyawan harus dipotong gajinya setiap bulan kisaran Rp200-300 ribu. Itu sungguh membuat saya sangat terpukul karena kerja saya tidak ada uang makan dan lemburan.
Dalam benak saya, kenapa hal itu selalu terjadi hingga saya berjalan tujuh bulan di minimarket tersebut. Padahal kami semua sangat teliti mengontrol dan mengecek barang-barang yang masuk dan ke luar toko. Bahkan di setiap sudut ruangan terdapat CCTV agar semua area terpantau dari tangan-tangan jahil customer atau karyawan sendiri.
Tetapi tetap saja tidak ada hasil kenapa barang-barang itu selalu minus. Mungkin ini semua kelalaian kami atau pun banyaknya customer yang tak terpantau CCTV. Padahal, dalam prinsip saya kedua orang saya melarang saya “jangan pernah mengambil barang-barang yang bukan milikmu.”
Kata-kata itu selalu saya terapkan dimana saja saya berada. Dengan adanya permasalahan-permasalahan seperti itu, akhirnya saya tidak lagi bekerja dengan nyaman dan hasil yang saya kerjakan tak bisa menutup kebutuhan saya nantinya.
Sayapun mengundurkan diri meski saya kena pinalti harus menebus ijasah sekolah karena kontrak kerja saya belum ada satu tahun kerja. Saya harus membayar satu bulan gaji. Dari situlah saya berpikir ternyata pekerjaan yang baik dan terhormat belum tentu hasilnya baik.
Saya pun akhirnya memutuskan untuk pulang kampung dan bekerja di kampung. Bekerja apa saja dengan tenang dan nyaman. Dan yang penting lagi tetap mulia.
Dikirim oleh Marzuki, Cengkareng
Anda memiliki foto atau cerita menarik? Silakan kirim ke email: [email protected]