Baru Seumur Jagung....
Adagium itu sudah berumur 600 tahun lebih, sejak Ibnu Khaldun menorehkan dalam kitabnya, Muqaddimah Al ’Ibar. Tapi tampaknya, hari-hari ini Presiden Joko Widodo harus benar-benar mencamkan hal itu.
Memang, baru seumur jagung ia mengemban tampuk pemerintahan. Enam bulan pemerintahannya ini pun konon baru “sekadar” langkah awal konsolidasi. Program kerja pembangunan jangka menengah yang baru selesai disusun ternyata nyaris tidak berisi Nawa Cita yang diidamkannya, penataan kabinet dan seselon-eselonnya belum sepenuhnya rampung, sementara beberapa instansi bahkan belum memiliki acuan kerja yang jelas.
Tapi, masalah ternyata tak kenal kata kompromi.
Di tengah upaya memasang batu-batu pertama untuk memperkuat fondasi pemerintahan, kasus pemilihan Kapolri berujung konflik antar lembaga Negara. Rupiah terseok, dan tertatih-tatih digempur dollar.
Bencana alam melanda tanpa basa-basi dan menyebabkan tanaman pangan luluh lantak.
Akibatnya, pangan mahal dan nyaris tak terbeli. Perolehan pajak per bulan yang dicita-citakan untuk membiayai pembangunan belum juga mencapai target, sementara harga-harga kebutuhan pokok, bbm, listrik dan gas, terus melambung.
Maka, problem kelambanan gerak, ketidaknyambungan, komunikasi yang terputus-putus, pencitraan yang berlebihan, dan koordinasi antar aparat pemerintah yang compang-camping langsung mencuat di sana-sini.
Kemampuan sang pemimpin untuk memimpin negerinya pun mulai dipertanyakan. Begitu pula soal keinginan partai-partai politik pendukung Presiden untuk menyetir sang Presiden, dengan berbagai cara. Belum lagi soal perbedaan gaya dan persaingan terselubung antara Presiden dan Wakil Presiden yang sering kali menyesakkan dada.
Seberapa pun bentuknya, upaya melanggengkan kekuasaan telah dilakukan. Duet Joko Widodo – Jusuf Kalla memang telah ditahbiskan dengan suara terbanyak rakyat. Namun ashabiyah ternyata tetap saja hendak dibangun lewat imbas magnet kekuasaan kepada partai-partai koalisi, serta para relawan dengan berbagai imbalan kursi, dan posisi yang menggiurkan. Sementara keinginan untuk mengganti para hulubalang terpaksa harus diundur setelah lebaran, dengan alasan yang remeh-temeh.
Upaya menggoyang posisi dan delegitimasi sang penguasa mulai terjadi. Demo-demo dan unjuk rasa menentang kebijakan pemerintah mulai berlangsung. Namun, siapa yang sebenarnya telah menggerakkan demo-demo itu sesungguhnya masih mengundang tanya.
Akankah mahasiswa, pemuda, dan rakyat jelata akan kembali menjadi kuda tunggangan untuk meraih kuasa?
Kini, tinggallah rakyat yang akan menilai, apakah di hari-hari selanjutnya syahwat sang penguasa serta syahwat orang-orang yang ingin lebih berkuasa, masih akan berpihak kepada merek....
Dikirim oleh Hanibal Wijayanta, jurnalis, Jakarta
Anda memiliki foto atau cerita menarik? Silakan kirim ke email: [email protected]
Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.
16 Desember 2024 | 16:04 WIB
Imabsi FKIP Unila Sukses Gelar Mubes, Lahirkan Pemimpin Baru
15 Desember 2024 | 17:15 WIB
Hebat! SMA Negeri 1 Purwakarta Borong Piala Perlombaan JAK Genre
15 Desember 2024 | 08:55 WIB
Upi Asmaradhana Terpilih Aklamasi Pimpin Generasi Digital Indonesia Periode 2025-2030
14 Desember 2024 | 12:14 WIB
Inovasi Pelestarian Budaya: Proyek Virtual Tur di Museum Basoeki Abdullah
13 Desember 2024 | 11:15 WIB
Rapat Dewan Jamu Indonesia DIY di Dinkes Kota Yogyakarta, Bahas Program dan Kontribusi ke Depan
16 Desember 2024 | 19:18 WIB
3 Basic Skincare Advanced Niacin Bright dari White Story Atasi Kulit Kusam
16 Desember 2024 | 19:15 WIB
STY Akui Kesenjangan Antara Indonesia dengan Vietnam, Optimis ke Semifinal?
16 Desember 2024 | 18:27 WIB
The Last of Us Part II Remastered Akan Hadir di PC April 2025!
16 Desember 2024 | 18:23 WIB
Jadi CEO yang Karismatik, Ini Peran Han Ji Min dalam Drama Korea Love Scout
16 Desember 2024 | 18:16 WIB