Kreativitas seseorang tidak hanya dapat diukur dari segi fisik, tetapi dari penghayatan dan usaha yang dilakukan. Banyak macam kreativitas yang dapat ditelusuri, seperti membuat kerajinan tangan, membuat sebuah usaha, dan lain-lain. Dari banyaknya macam kreativitas tesebut, kesenian merupakan salah satu yang paling menonjol.
Kesenian sendiri terbagi menjadi beberapa jenis seperti seni rupa, seni musik, seni drama/teater, seni sastra, dan seni tari. Membahas lebih dalam tentang seni tari, masyarakat memiliki persepsi bahwa penari harus memiliki fisik yang sempurna. Tetapi sebaliknya, dapat dilakukan oleh siapapun, termasuk penyandang disabilitas. Dengan peran serta penyandang disabilitas dalam dunia seni dapat meluaskan jangkauan seni itu sendiri.
Berdasarkan data Survei Penduduk Antar Sensus Badan Pusat Statistik tahun 2015 menunjukkan bahwa jumlah penyandang disabilitas di Indonesia 21,5 juta jiwa. Angka tersebut dapat meningkat setiap tahun. Di DKI Jakarta sendiri memiliki jumlah yang terbilang cukup banyak, yaitu sebesar 6.003 jiwa. Mayoritas populasi nya berada di daerah Jakarta Selatan, yaitu sebanyak 2.290 jiwa.
Kemampuan mereka dalam berkarya seni tari sudah tidak diragukan lagi. Dibuktikan pada tahun 2017 dalam rangka Hari Penyandang Disabilitas Internasional, Provinsi DKI Jakarta merakayakannya dengan penampilan tari di Panti Sosial Bina Grahita Belaian Kasih, Kalideres.
Selain itu, terlihat juga pada ajang terbesar yang diadakan di Indonesia tahun 2018, Asian Para Games. Penari tuna rungu dari Sanggar Smile Motivator asal Bandung berhasil memeriahkan acara tersebut. Pada April lalu, dalam merayakan Hari Tari Dunia 2019, penyandang disabilitas tuna rungu di Solo unjuk kemampuan nya dalam menari.
“Menurutku seni itu medium yang baik untuk menyentuh hati orang. Karena kita semua seni tari, kita juga berharap ini seni tari juga mencapai semua kalangan masyarakat. Bahwa seni tari untuk semua orang,” ujar Marisa sebagai Pendiri Yayasan Bina Ballet Indonesia, dilansir dari Britishcouncil.id.
“Dari Unlimited saya belajar banyak banget bahwa pelan-pelan, bahwa iya bisa menari dengan cara apapun, tidak harus berdiri di atas dua kaki. Walaupun di kursi roda bisa menari,” ucapnya.
Hal ini menunjukkan bahwa mereka yang memiliki keterbatasan tidak perlu lagi dipandang sebelah mata dari masyarakat. Seni bersifat universal. Maka dari itu, setiap karya seni yang diciptakan tidak perlu melihat latar belakang pembuat karya dengan pandangan iba. Rasa iba tersebut memposisikan penyandang disabilitas yang tidak pada tempatnya.
Stereotype yang ada di dalam masyarakat terhadap penari harus diubah menjadi ranah yang lebih inklusif terhadap masyarakat. Bahwa penyandang disabilitas yang menari pun memiliki hak yang sama untuk dipandang dan diperlakukan seperti penari pada khalayaknya.
Pengirim: Sarah / Mahasiswi London School of Public Relations Jakarta
E-mail: [email protected]