Bisnis startup berkembang cukup pesat di Indonesia. Hampir setiap bulannya banyak startup baru bermuculan. Masyarakat Industri Kreatif Teknologi Informasi dan Komunikasi (MIKTI), mencatat jumlah startup di Indonesia pada tahun 2018 mencapai 992 perusahaan startup. Jumlah ini terus bertambah setiap bulannya.
Bisnis startup terus mengalami perkembangan positif karena besarnya potensi pengguna internet Indonesia yang semakin naik dari tahun ke tahun. Pada tahun 2017, menurut data yang dirilis Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet (APJII), jumlah pengguna internet telah mencapai 143 juta.
Beberapa perusahaan startup mulai menunjukkan tren yang positif dan mampu menyabet gelar unicorn. Kabar bahagia datang dari bisnis startup pasalnya baru-baru ini tepatnya bulan Oktober tahun 2019 OVO masuk dalam jajaran statup yang memperoleh gelar unicorn.
OVO, penyedia layanan pembayaran elektronik besutan Grup Lippo, ditaksir memiliki valuasi sebesar 2,9 miliar dolar AS atau sekitar Rp41 triliun. OVO sendiri merupakan layanan dompet digital yang menawarkan kemudahan bertransaksi di sejumlah mitra OVO. Platform ini juga bisa digunakan untuk pembayaran aplikasi Grab.
Namun, pertumbuhan perusahaan startup yang positif ini tidak diiringi dengan tingkat keberhasilan yang tinggi. Pasalnya, dari ribuan startup yang telah didirikan hanya 1 persen yang berkembang menjadi unicorn. Sekitar 90 persen startup berakhir gagal, dan gulung tikar. Alasan kegagalannya pun beragam. Alasan yang paling simpel adalah dana.
Namun, tidak ada kebutuhan pasar adalah alasan yang paling utama yang menyebabkan kegagalan perusahaan startup. Kegagalan banyak perusahaan starup ini sangat disayangkan. Pasalnya, bisnis startup telah menyerap puluhan ribu tenaga kerja dan memberi banyak kemudahan bagi pengguna-penggunanya.
Founder startup harus mampu membangun keunggulan kompetitif memalui keunikan dan kekhasan bisnis yang didirikannya Selain itu, founder startup juga perlu menerapkan beberapa strategi khusus agar mampu bertahan dan berkembang menjadi perusahan startup yang menyabet gelar unicorn.
Strategi pertama adalah membangun user/customer engagement. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk membangun keterikatan dengan user. Misalnya melalui promosi besar-besaran seperti yang dilakukan Grab dan Gojek, yang dikenal dengan istilah ‘bakar duit’.
Namun, untuk perusahaan startup kecil hal tersebut mustahil dilakukan, mengingat terbatasnya dana. Founder startup bisa mulai menggeser paradigma yang berfokus pada produk menuju paradigma yang berfokus pada platform. Startup harus mampu membangun ekosistem bagi user.
Ekosistem ini mampu memeberikan user experience yang lebih relevan dan kenyamanan lebih bagi penggunanya. Sehingga tidak hanya meningkatkan nilai pelanggan, namun mampu menciptakan nilai (value creation) yang berbeda anatar satu pengguna dengan pengguna lainnya. Value creation ini yang nantinya akan menciptakan network effect bagi user.
Membangun ekosistem ini memang tidak mudah, founder harus mampu memahami pasar dan usernya dan menciptakan ekosistem yang sesuai. Pembangunan ekosistem bisa dilakukan secara bertahap dan berjenjang seperti yang dilakukan Gojek misalnya. Awalnya Gojek hanya berfokus pada angkutan transportasi saja. Lambat laun Gojek berkembang dan melahirkan go-, go- yang lainnya.
Puncaknya Gojek merambah lembaga keuangan dengan munculnya Gopay. Gojek mempunyai ekosistem yang mampu memuaskan berbagai kebutuhan penggunanya. Dengan ekosistem tersebut, Gojek mendapatkan banyak investor dan mampu meningkatkan kapitalisasinya yang mampu menjadikan Gojek salah satu startup dengan gelar Unicorn nomor 1 di Indonesia.
Strategi kedua adalah membangun employee engagement. Mengapa hal ini perlu dibangun. Alasan yang pertama adalah perusahaan startup membutuhkan tim yang solid. Tak jarang kegagalan bisnis startup disebabkan tim yang kurang solid. Kedua adalah pegawai dapat dijadikan sebagai ‘alat’ yang efektif untuk mempromosikan bisnis startup kita.
Para konsumen/pengguna baru yang tertarik menggunakan platform kebanyakan berawal dari teman, kerabat, bahkan keluarga sendiri. Sehingga mampu meningkatkan jumlah pengguna/pelanggan dari bisnis startup kita. Ketiga meningkatkan loyalitas anggota tim, sehingga tidak mudah tergiur untuk pindah ke perusahaan lain.
Employee engagement dibangun mulai dari pemimpinya. Founder harus mampu mencipatkan visi misi dan nilai dasar perusahaan startup dan harus mampu mengkomunikasikannya kepada anggota tim. Selain itu, founder harus dapat mengetahui kebutuhan anggota timnya dan memberikan mereka ruang untuk mereka tumbuh dan berkembang.
Employee engagement dapat ditingkatkan melalui events pegawai dan membangun budaya kantor yang meningkatkan kebanggaan terhadap bisnis startup yang dibangunnya. Budaya organisasi dapat dibangun melalui aksi terus-menerus, budaya organisasi ini nanti akan mencerminkan nilai dasar perusahaan..
Bisnis startup memang sedang hits dan menggoda banyak orang apalagi untuk generasi milineal. Generasi milineal memang terkenal dengan terobosan-terobosan yang mampu menciptakan perubahan di kehidupan kita. Namun, tanpa persiapan yang matang, semangat, ide, dan usaha dalam merintis perusahaan bisa jadi sia-sia. Maka dari itu, perlu juga disusun strategi-strategi mempertahankan dan mengembangkannya.