Neraca Dagang 2019 Tekor, Ini Strategi Pemerintah

Tri Apriyani | noloprabowo
Neraca Dagang 2019 Tekor, Ini Strategi Pemerintah
Ilustrasi. (Shutterstock)

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) dari Januari hingga Desember 2019 secara kumulatif neraca perdagangan Indonesia masih mengalami defisit sebesar 3,2 miliar dolar Amerika. Dengan rincian ekspor kumulatif sebesar 167,53 miliar dolar Amerika dan impor kumulatif sebesar 170,72 miliar dolar Amerika. Tentunya ini bukan hal yang menggembirakan ditengah upaya pemerintah untuk terus memperbaiki defisit neraca berjalan.

Berdasarkan rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, diprediksi bahwa pertumbuhan perekonomian dan perdagangan dunia akan stagnan dan cenderung mengalami perlambatan. Harga komoditas utama ekspor Indonesia, seperti minyak kelapa sawit dan batu bara, diperkirakan masih akan mengalami penurunan.

Risiko ketidakpastian yang lain seperti perang dagang, proteksionisme dagang negara-negara dunia dan konflik di timur tengah diprediksi akan masih terus berlanjut. Pemerintah perlu mengambil langkah taktis dan strategis untuk mengantisipasi risiko yang akan terjadi. Kebijakan yang cepat dan tepat diperlukan agar defisit neraca perdagangan kedepan tidak terlalu dalam. Ini strategi yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk memperbaikinya:

Dilihat dari sisi impor

Pertumbuhan dan jumlah konsumsi bahan bakar minyak (BBM) masih lebih tinggi ketimbang dengan lifting migas yang dapat diperoleh, sehingga pemerintah masih akan terus melakukan impor bahan bakar minyak. Lifting migas setiap tahunnya merosot, efisiensi dan eksplorasi perlu ditingkatkan untuk menambah jumlah lifting migas serta menemukan sumber-sumber migas yang baru.

Kebijakan untuk meningkatkan lifting migas dilakukan dengan memberikan insentif terutama dalam kegiatan eksplorasi. Akuisisi kilang Trans Pacific Petrochemical Indonesia (TPPI) oleh Pertamina diharapkan akan meningkatkan produksi petrokimia di Indonesia. Sehingga akan mengurangi impor turunan produk bahan bakar fosil tersebut.

Pemerintah terus berkomitmen untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil. Untuk mengurangi impor migas, pemerintah pada akhir tahun 2019 melakukan implementasi program B30. Program B30 merupakan program untuk mencampur solar dengan FAME (fatty acid methyl esters), produk turunan minyak kelapa sawit.

Implementasi program B30 juga berfungsi untuk menyerap produk dari minyak kelapa sawit dalam negeri dikarenakan harga komoditas yang mengalami penurunan. Kedepan, pemerintah terus mendorong pemanfaatan minyak kelapa sawit melalui program B50 hingga program B100.

Dalam rangka menjaga stabilitas ekonomi, pemerintah menetapkan kebijakan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Sementara (BMTPS) untuk beberapa jenis barang impor. Kebijakan ini dikeluarkan untuk melindungi industri dalam negeri. Selain itu, pemerintah telah mengeluarkan perubahan kebijakan terkait impor barang kiriman.

Kebijakan ini ditempuh dengan mengurangi batasan pembebasan bea masuk dari sebelumnya 75 dolar Amerika menjadi 3 dolar Amerika. Peraturan ini dimaksudkan untuk melindungi UMKM dalam negeri. Selain itu, kebijakan ini dimaksudkan untuk mengendalikan lonjakan impor barang kiriman.

Dilihat dari sisi ekspor

Indonesia masih mengandalkan ekspor komoditas terutama dari sektor perkebunan dan pertambangan. Ekspor komoditas tidak memiliki nilai tambah. Ini diperparah dengan menurunnya harga komoditas. Sehingga pemerintah tidak bisa selalu mengandalkan ekspor komoditas.

Untuk itu, pemerintah mengambil kebijakan hilirisasi produk nikel sehingga bernilai tambah. Mulai awal tahun ini, pemerintah resmi melarang ekspor bijih nikel. Ini dimaksudkan agar bijih nikel dapat diolah terlebih dahulu di dalam negeri, sehingga bernilai tambah.

Melalui kebijakan ini diharapkan investasi pada industri pengolahan, terutama melalui pembangunan smelter, akan terus tumbuh. Tidak hanya berhenti sampai di nikel, pemerintah juga berencana melarang ekspor “mentah” bauksit, timah, batu bara hingga kopra. Nantinya melalui hilirisasi industri, ekspor komoditas tersebut hanya dalam bentuk jadi atau setengah jadi.

Pemerintah terus mendorong UMKM untuk terus berkembang dengan kemudahan pembiayaan. Pemerintah juga telah meluncurkan PLB-ecommerce. Dengan adanya PLB-ecommerce maka UMKM dimudahkan untuk mengakses pasar dunia melalui ekspor. Selain itu pemerintah juga terus menstimulasi investasi yang berorientasi ekspor.

Meningkatkan proporsi ekspor dari Industri pengolahan dan manufaktur. Negara tujuan ekspor Indonesia masih di dominasi negara-negara di  benua Asia, Amerika Utara dan Eropa. Kedepan, pemerintah juga akan melakukan pembukaan akses pasar ke negara-negara di Afrika dan Amerika Latin.

Diharapkan dengan mengambil langkah-langkah kebijakan tersebut, neraca perdagangan akan terus membaik. Sehingga defisit neraca berjalan akan semakin kecil. Kemandirian ekonomi akan semakin kuat. Pertumbuhan ekonomi akan terus mengalami peningkatan. Sehingga akan ada banyak lapangan pekerjaan tercipta dan memperkecil kesenjangan ekonomi.

Oleh: Nolo Prabowo / Mahasiswa Politeknik Keuangan Negara STAN

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak