Egoisme dalam Fenomena Panic Buying

Tri Apriyani | liamuska
Egoisme dalam Fenomena Panic Buying
Ilustrasi panic buying (unsplash/tonik.health)

Sejak dikonfirmasinya dua kasus pertama positif virus corona di Indonesia, beberapa orang melakukan tindakan panic buying atau memborong sembako di tengah kepanikan. Panic buying juga terjadi di banyak negara yang sudah mengonfirmasi kasus COVID-19, seperti Singapura dan Amerika Serikat.

Panic buying merupakan fenomena di mana masyarakat melakukan penimbunan beberapa barang saat terjadi situasi darurat tertentu. Dalam kasus merebaknya virus corona, barang-barang yang menjadi incaran para konsumen adalah hand sanitizer dan masker.

Hari itu, fenomena panic buying dimulai. Rak-rak yang biasanya berisi aneka rupa bahan makanan mulai beras, gula, minyak goreng, telur, hingga mie instan di supermarket tiba-tiba kosong melompong. Pemandangan serupa tampak di deretan rak yang biasa berisi produk kebersihan diri dan rumah tangga.

Fenomena panic buying dapat menyebabkan kelangkaan barang akibat lonjakan permintaan dalam waktu singkat. Hal ini sejalan dengan apa yang tengah terjadi sekarang. Merebaknya virus corona di beberapa tempat membuat banyak orang tidak memiliki kendali untuk menghentikan infeksi virus.

Oleh karena itu usaha untuk mencegah dengan menggunakan masker dan hand sanitizer dirasa lebih dapat mereka kontrol. Hal ini kemudian menjelaskan kenapa jumlah permintaan dua barang tersebut begitu melonjak dan mengalami kelangkaan stok serta kenaikan harga.

1. Batasi jumlah pembelian

Untuk menghindari barang yang tidak tepat sasaran, pembatasan jumlah beli dapat menjadi metode yang baik. Tidak hanya untuk masker, tetapi juga untuk bahan-bahan pokok maupun kebutuhan lain seperti tisu toilet. Pembatasan jumlah beli membuat setidaknya lebih banyak orang yang dapat memiliki barang tersebut.

Anda juga harus mengendalikan emosi dalam melakukan pembelian, jangan karena melihat orang disekitar anda membeli dalam jumlah besar anda lantas sama seperti mereka juga. Tindakan seperti ini lah yang membuat terjadi nya barang kebutuhan menjadi langka.

2. Memberi ancaman kepada yang menimbun

Dalam situasi genting, kadang rasa kemanusiaan tersampingkan karena ketakutan. Ada pula yang justru memanfaatkan momen genting untuk meraup untung yang lebih besar.

Menjadi manusia yang tidak mengerti bahwa masih ada pihak pihak yang lebih membutuhkan peralatan perlindungan seperti masker, baju alat pelindungan diri (APD) yang sebenarnya di butuhkan untuk mereka yang bekerja bagian kesehatan. Hal-hal yang seperti ini yang membuat permasalahan. Perlu adanya langkah tegas untuk memberi efek jera pada oknum-oknum semacam ini.

Presiden Indonesia Joko Widodo saat ini telah mengumumkan bahwa akan menindak tegas oknum-oknum yang menimbun dan memasang harga tinggi untuk sebuah masker. Langkah ini setidaknya telah menjadi sebuah ancaman dan menimbulkan efek jera pada oknum nakal yang menimbun masker.

Panic buying sejatinya tidak bisa dibenarkan. Bagaimana pun alasannya jangan hanya menyelamatkan diri sendiri dengan membeli atau menimbun alat kesehatan yang seharusnya dipakai untuk pihak bagian dari kesehtan. Akibat dari tindakan inilah yang membuat seolah-olah membuat yang lain semakin resah dan ingin bertindak dengan hal yang sama.

Kita hanya perlu menjaga keshatan dan menjaga kebersihan diri agar tehindar dari virus ini. Bukan membiarkan orang lain menjadi susah akan tindakan tersebut.

Dari alasan kolektif dan kemanusiaan, panic buying perlu dihindari karena banyak orang di sekitar Anda yang masih membutuhkan bahan rumah tangga tersebut. Anda bisa berbelanja secara rasional tanpa harus berlebihan, termasuk untuk menurunkan risiko buang-buang makanan.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak