Menelisik Kepemimpinan Jokowi Memberantas Korupsi di Indonesia Periode ke-2

Tri Apriyani | bagus surya
Menelisik Kepemimpinan Jokowi Memberantas Korupsi di Indonesia Periode ke-2
Presiden Joko Widodo atau Jokowi (Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden)

Putusan pengadilan terkait tersangka penyiraman air keras kepada penyidik KPK Novel Baswedan telah mencapai tahap akhir. Pelaku penyiraman tersebut diberi hukuman 1 tahun penjara. Namun, hukuman yang diberikan dianggap sangat ringan. Berbagai pihak menolak putusan ini dan melakukan aksi protes.

Berbagai pihak kembali mempertanyakan sikap presiden Jokowi terkait masalah ini. Masyarakat meminta presiden turun tangan dalam mengungkap kejanggalan yang terjadi pada kasus tersebut. Namun sampai saat ini belum ada tindak lanjut dari presiden dan jajarannya.

Padahal salah satu janji Jokowi pada debat calon presiden (Capres) 2019 adalah memaksimalkan pemberantasan korupsi dan pencegahannya. Janji yang diutarakan presiden, saat ini dipertanyakan berbagai pihak terkait realisasinya. Sikap dan kebijakan yang dilakukan saat ini belum terlihat adanya indikasi pemenuhan janji tersebut.

Kasus ini menjadi cerminan pemberantasan korupsi di Indonesia yang masih lemah dan tidak berkeadilan. Dukungan pemerintah pusat terhadap penegakkan hukum dinilai kurang. Korupsi menjadi benalu yang sangat merugikan negara dan seharusnya dibasmi, namun pemerintah cenderung tidak fokus dan tidak peduli dengan hal tersebut.

Apabila kita tarik mundur, komitmen Jokowi dalam pemberantasan korupsi mulai diragukan ketika beliau mensahkan revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Banyak elemen masyarakat dan mahasiswa turun ke jalan untuk menolak UU tersebut dan mendesak Jokowi membuat Perpu untuk membatalkan revisi tersebut. Namun hasilnya nihil dan sekarang UU tersebut telah terbit dan disahkan menjadi UU Nomor 19 Tahun 2019.

Sebagai seorang pemimpin, seharusnya Jokowi mendengarkan suara rakyat dan menegakkan keadilan. Jokowi sebetulnya memiliki kekuasaan sebagai presiden untuk memberantas korupsi. Jokowi memiliki legitimate power dalam menyelesaikan permasalahan ini.

Menurut Gary Yukl, legitimate power adalah kekuasaan yang berasal dari otoritas formal karena menduduki jawaban tertentu. Jokowi dalam menjalankan fungsinya sebagai presiden memiliki kewenangan dalam membuat peraturan dan mengatur negara yang seharusnya dapat diterapkan dengan menggagalkan revisi UU KPK namun tidak dilaksanakan.

Pemerintah juga memiliki kuasa dalam menegakkan keadilan hukum di Indonesia. Kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan menjadi pembuktian pemerintah dalam komitmennya memberantas korupsi. Walaupun sampai saat ini belum ada pergerakan dari Jokowi terkait putusan hakim yang janggal terkait kasus tersebut.

Dalam periode kedua Presiden Jokowi, diharapkan beliau dapat lebih tegas dalam memberantas kasus korupsi di Indonesia. Sudah seharusnya Jokowi lebih peka lagi terhadap kasus korupsi yang sudah mendarah daging di negeri ini. Keadilan harus ditegakkan agar tidak terjadi konflik di kalangan masyarakat.

Tuntutan masyarakat menjadi hal yang harus didengar sebagai seorang pemimpin di negara demokrasi. Kolaborasi pemerintah dan masyarakat juga menjadi solusi dalam memberantas korupsi di Indonesia.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak