Pada 18 Juli 2020 lalu, Fakultas Pendidikan Psikologi yang bekerja sama dengan PT Emina Cheese Indonesia, Lumira Talenta Indonesia, dan Laksmi Karya Bhakti telah mengadakan sebuah webinar berjudul Dongeng Dalam Perspektif Psikologi sebagai bentuk Pengabdian kepada Masyarakat.
Kegiatan ini dilaksanakan secara daring melalui aplikasi Zoom Meetings yang dimulai pukul 14.00 WIB dengan dihadiri lebih dari 350 peserta yang berasal dari berbagai provinsi di Indonesia, mulai dari Aceh, Papua, Kalimantan, Sulawesi, Jawa dan masih banyak lagi. Acara ini dipandu oleh Ibu Lupi Yudhaningrum., M.Psi., Psikolog, dengan menghadirkan 2 pembicara yang ahli di bidangnya yaitu Ibu Irma Rosalinda., M.Si., Psikolog dan Kak Mochamad Ariyo Faridh Zidni (Kak Aio), serta di moderator oleh Bapak Dr. Gumgum Gumelar FR., M.Si.
Dongeng menurut beberapa ahli seperti Kamisa (1997) diartikan sebagai cerita yang dituturkan atau dituliskan yang sifatnya hiburan dan biasanya tidak benar-benar terjadi dalam suatu kehidupan dan terdapat ajaran moral yang terkandung dalam cerita dongeng tersebut.
Sedangkan menurut pengertian dari Woolfson (dalam Puspita: 2009), Dongeng merupakan aktivitas tradisional yang jitu bagi proses belajar dan melatih aspek emosional dalam kehidupan anak-anak. Sebab ketika seseorang masih kanak-kanak, keadaan psikologisnya masih mudah dibentuk dan dipengaruhi. Oleh sebab itu ketika faktor yang memengaruhi adalah hal yang positif maka emosi anak akan positif juga.
Pendapat Woolfson sejalan dengan teori dari John Locke, yang menyatakan bahwa seorang anak ketika lahir diibaratkan seperti kertas putih kosong yang perolehan informasi dan pengetahuannya akan didapatkan seiring dengan pengalamannya dan perkembangan kehidupannya (teori ini dikenal dengan tabula rasa). Informasi akan sangat cepat diterima dan diproses oleh anak saat ia berada pada masa Golden Age.
Masa golden age adalah masa emas dan merupakan periode kritis bagi seorang anak pada usia 0 – 5 tahun. Perkembangan emosi pada masa golden age berkaitan dengan meningkatnya pemahaman terhadap emosi (Santrock, 2011).
Pada masa ini perkembangan emosi anak berkaitan dengan kemampuan tertentu. Berupa pengenalan ekspresi wajah terhadap emosi tertentu, kemampuan mendekripsikan emosi, kemampuan merefleksikan emosi, dan menentukan emosi yang akurat.
Pertumbuhan dan perkembangan yang diperoleh pada masa ini juga sangat berpengaruh untuk perkembangan periode berikutnya sampai masa dewasa, sehingga sangat diperlukan stimulus yang baik untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan masa ini agar mencapai hasil yang optimal.
Salah satu stimulus yang dapat digunakan untuk menunjang perkembangan kemampuan bahasa, kognitif, sosial emosional, dan psikologis anak adalah dengan memberikan/ menceritakan dongeng.
Menurut salah satu pembicara, Irma Rosalinda., M.Si., Psikolog dongeng dianggap efektif untuk membentuk perkembangan emosional anak karena dongeng itu imanjinatif, kreatif, menarik, menghibur, ringan dan tanpa terikat aturan sehingga anak tidak merasa terbebani saat mendengarkan atau menerima nilai yang disampaikan didalam dongeng. Selain itu dongeng merupakan salah satu metode bermain bagi anak, sehingga akan lebih mudah diterima oleh anak.
Saat anak pertama kali diberikan dongeng, maka cerita tersebut akan ditangkap oleh panca indera anak dan diolah secara kognitif, cerita atau kisah dongeng tersebut akan masuk ke dalam memori jangka pendek anak (short term memory), Ketika anak sering diberikan dongeng maka nilai dari dongeng tersebut akan masuk ke dalam memori jangka panjang anak (long term memory) dan akan terinternalisasi menjadi konsep diri dan masuk ke hati nurani nya.
Daya khayal anak yang luas, tidak terbatas dan imajinatif tentu akan semakin mempermudah penerimaan nilai dari dongeng yang diberikan untuk mendukung dalam membangun cita-cita, membangun emosi positif dan menanamkan nilai agama pada anak. Cerita yang disampaikan oleh pendongeng juga akan memperkuat pengetahuan mereka mengenai emosi. Mulai dari karakter tokoh, alur cerita, hingga gaya penyampaian pendongeng yang menarik (Trihastuti et al., 2018)
Berdasarkan penelitian (Trihastuti et al., 2018) menunjukkan hasil bahwa sebanyak 41,2% kelompok kontrol dalam penelitian tersebut menunjukkan adanya peningkatan emosi positif setelah diberikan dongeng. Penelitian (Anditasari, 2016) juga menunjukkan hasil yang serupa, yakni kegiatan bercerita/mendongeng memegang peranan penting dalam meningkatkan kecerdasan emosional anak karena membutuhkan emosional dalam membawakan sebuah cerita agar pesan cerita yang dibawakan dapat tersampaikan dengan baik.
Oleh karena itu, dongeng sangatlah bermanfaat bagi perkembangan emosional anak, meskipun seiring dengan perkembangan kognitif, usia serta pembelajaran dari lingkungan anak akan mengetahui bahwa dongeng itu tidak nyata tetapi nilai-nilai yang disampaikan akan tertanam dan membekas sehingga terinternalisasi kedalam dirinya.
Sumber :
- Anditasari, R. (2016). Dongeng Nusantara Sebagai Wahana Mematangkan Emosi Anak Dalam Bercerita. Paramasastra, 3(2). https://doi.org/10.26740/parama.v3i2.1529
- Santrock, J. . (2011). Perkembangan Masa Hidup. Erlangga.
- Trihastuti, A., Mulya, Y. A., Abdillah, Z., & Hidayati, F. (2018). Pengaruh Dongeng Dalam Peningkatan Emosi Positif Anak Usia Prasekolah. Psikoislamika: Jurnal Psikologi Dan Psikologi Islam, 15(2), 1. https://doi.org/10.18860/psi.v15i2.6736
Oleh: Chairunnisa Fadilah Mulia / Fakultas Pendidikan Psikologi Universitas Negeri Jakarta