Kekayaan alam Indonesia sudah tidak dapat diragukan lagi. Bentang alamnya yang berjajar dari sabang hingga merauke menjadikan Indonesia kaya akan berbagai sumber daya alam hayati maupun non hayati. Hal ini menjadikan Indonesia memiliki peluang yang sangat besar menjadi negara pengekspor berbagai komoditas kekayaan yang dimilikinya. Salah satu yang sudah menjadi primadona di pasaran dunia adalah komoditas perkebunan Indonesia, yaitu kelapa sawit. Kelapa sawit atau yang juga kita kenal dengan julukan buah emas, merupakan salah satu komoditas ekspor yang sudah terkenal beberapa tahun terakhir ini. Bukan tanpa alasan, kelapa sawit dijuluki buah emas lantaran kelapa sawit memiliki nilai ekonomis yang tinggi.
Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan yang memiliki peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Hal ini disebabkan karena kelapa sawit mampu menghasilkan minyak nabati yang sangat dibutuhkan di dalam sektor industri. Sehingga, Indonesia sebagai negara yang memiliki produksi kelapa sawit terbesar di dunia, memiliki peluang yang sangat besar untuk mengembangkan komoditas perkebunan yang satu ini, agar dapat mempertahankan posisinya sebagai penyedia utama olahan kelapa sawit di pasar dunia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), komoditas subsektor perkebunan Indonesia memiliki peran sebesar 3-5 persen terhadap PDB Indonesia pada tahun 2015-2019, dan menempati urutan pertama dalam sektor pertanian.
Luas Area Perkebunan Sawit
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), luas area perkebunan sawit pada tahun 2019 adalah sebesar 14724,60 ribu hektar. Luas ini mengalami peningkatan sebesar 2,78% dibandingkan luas area tahun 2018. Provinsi yang memiliki area perkebunan sawit terluas adalah Provinsi Riau, dengan luas area sebesar 2808,7 ribu hektar. Kemudian Provinsi Kalimantan Barat dengan luas area sebesar 1864,60 ribu hektar, selanjutnya Provinsi Kalimantan Tengah dengan luas area sebesar 1675,80 ribu hektar.
Menurut status pengusahaannya, perkebunan sawit diusahakan oleh perkebunan besar negara (PBN), perkebunan besar swasta (PBS), dan perkebunan rakyat (PR). Pada tahun 2019, 59% area perkebunan sawit diusahakan oleh perkebunan besar swasta dan negara, sedangkan 41% lainnya diusahakan oleh perkebunan rakyat. Tidak jauh berbeda dengan tahun 2018, di mana pada tahun 2018, 59,4% area perkebunan diusahakan oleh perkebunan besar swasta dan negara, sedangkan 40,6% area perkebunan lainnya diusahakan oleh perkebunan rakyat.
Produksi
Produksi primer dari kelapa sawit adalah dalam bentuk Tandan Buah Segar (TBS). Kemudian TBS diolah menjadi dua produk utama, yaitu menjadi minyak kelapa sawit mentah (Crude Palm Oil / CPO) dan minyak inti kelapa sawit (Palm Kernell Oil / PKO). Data produksi yang dihimpun oleh Direktorat Jenderal Perkebunan Indonesia adalah produksi CPO, sedangkan Badan Pusat Statistik menghimpun data produksi CPO dan Inti sawit. Produksi CPO meningkat seiring semakin meningkatnya permintaan pasar untuk memenuhi kebutuhan manusia yang semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi minyak kelapa sawit pada tahun 2019 mencapai 45,861 juta ton. Angka ini mengalami peningkatan sebesar 3,155% dibandingkan tahun 2018, yang memiliki produksi sebesar 44,4583 juta ton, dan mengalami peningkatan sebesar 31,255% dibandingkan tahun 2017, yang memiliki produksi sebesar 34,9403 juta ton. Dari total produksi pada tahun 2019, sekitar 64,62% diproduksi oleh perkebunan besar negara dan swasta, sedangkan 35,38% lainnya diproduksi oleh perkebunan rakyat. Sedangkan produksi inti sawit tercatat memiliki nilai sebesar 9,17 juta ton.
Pada tahun 2019 dan 2017, provinsi dengan produksi minyak kelapa sawit terbanyak ditempati oleh Provinsi Riau, dengan jumlah produksi sebesar 9,13 juta ton pada tahun 2019; dan 7,59 juta ton pada tahun 2017. Sedangkan pada tahun 2018, Provinsi Riau menempati posisi kedua setelah Kalimantan Timur, dengan produksi Kalimantan Timur sebesar 7,23 juta ton.
Ekspor
Potensi Indonesia untuk membawa olahan kelapa sawit ke pasaran dunia memang sangat besar, mengingat Indonesia merupakan negara yang memiliki produksi kelapa sawit terbesar di dunia. Produksi sawit Indonesia, sebagian besar diekspor ke mancanegara, yang mencakup lima benua yaitu Asia, Afrika, Autralia, Amerika, dan Eropa. Sedangkan sisanya dipasarkan di dalam negeri.
Kelapa sawit diekspor dalam dua bentuk, yaitu dalam bentuk Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernell Oil (PKO), baik dalam wujud primer maupun manufaktur.
Berdasarkan data Kementrian Pertanian yang bersumber dari laporan Badan Pusat Statistik setiap bulan, menurut negara tujuan, jumlah ekspor kelapa sawit Indonesia pada tahun 2019 adalah sebesar 35,62 juta ton dengan nilai ekspornya sebesar 16,61 miliar USD, yang terdiri dari 28,31 juta ton dalam wujud primer dan 7,31 juta ton dalam wujud manufaktur/ olahan. Angka ini meningkat sebesar 2,94% dibandingkan dengan angka pada tahun 2018 yang memiliki nilai sebesar 34,60 juta ton. Sedangkan nilai ekspor tahun 2019 mengalami penurunan sebesar 12,31% dari total nilai ekspor tahun 2018. Negara yang menjadi tujuan ekspor terbesar adalah China, dengan jumlah ekspor 6,54 juta ton, kemudian India dengan jumlah ekspor 4,68 juta ton, dan Belanda dengan jumlah ekspor 2,96 juta ton.
Badan Pusat Statistik mencatat bahwa jumlah kelapa sawit yang di ekspor dalam bentuk minyak kelapa sawit (CPO) pada tahun 2019 adalah sebanyak 29,55 juta ton, dengan nilai ekspor nya sebesar 15,57 miliar USD. Sedangkan pada tahun 2018, jumlah ekspor dalam bentuk CPO adalah sebanyak 29,30 juta ton, dengan nilai ekspor sebesar 17,898 miliar USD. Berdasarkan data ini, terlihat bahwa sekitar 80% lebih dari total ekspornya, kelapa sawit diekspor dalam bentuk minyak kelapa sawit.
Lalu bagaimanakah ekspor kelapa sawit Indonesia pada tahun 2020??
Pada tahun 2020, ekspor kelapa sawit Indonesia sedikit mengalami penurunan. Hal ini terlihat dari jumlah ekspor kelapa sawit Indonesia periode Januari – Juli 2020 yang turun sebesar 8,5% dibandingkan dengan tahun 2019, dari 19,36 juta ton pada periode Januari – Juli 2019 menjadi 17,71 juta ton pada periode sama tahun 2020. Sedangkan jika dibandingkan dengan periode ekspor Januari – Juli 2018, jumlah ekspor 2020 pada periode ini turun sebesar 2,41%.
Kendatipun demikian, jika dilihat dari sisi nilai ekspornya, maka nilai ekspor tahun 2020 mengalami kenaikan yang cukup besar dibandingkan tahun 2019. Walaupun jumlah ekspor tahun 2020 periode Januari – Juli mengalami penurunan 8,5%, namun nilai ekspor pada periode ini justru mengalami kenaikan sebesar 11,9% dibandingkan tahun 2019. Nilai ekspor tahun 2019 dengan periode sama adalah sebesar 8,87 miliar USD, sedangkan pada tahun 2020, nilai ekspor mencapai 9,93 miliar USD.
Jika dibandingkan dengan nilai ekspor 2018 periode Januari - Juli, maka nilai ekspor tahun 2020 lebih rendah 7,38% pada periode yang sama. Jadi, jika periode ekspor 2020 dibandingkan dengan periode 2019, maka penurunan jumlah ekspor tidak diiringi oleh turunnya nilai ekspor kelapa sawit, artinya walaupun jumlah ekspor kelapa sawit tahun 2020 lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2019, namun nilai ekspor dari kelapa sawit tahun 2020 justru lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2019.
Berdasarkan uraian di atas, terlihat jelas bagaimana potensi Indonesia untuk mengembangkan usaha perkebunan kelapa sawit dan juga peranannya dalam perekonomian Indonesia. Jadi, usaha perkebunan kelapa sawit ini merupakan salah satu usaha yang perlu dijaga kestabilannya. Karena jika dilihat lebih luas lagi, usaha perkebunan kelapa sawit ini juga berperan penting dalam hal penyediaan lapangan pekerjaan. Sehingga tidak hanya berperan dalam perekonomian melalui kontribusi hasil produksinya, namun juga dalam hal mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia.