Di Indonesia setiap tanggal 10 November dikenal sebagai hari pahlawan dan biasa dilakukan berbagai kegiatan seremonial terutama pada instansi pemerintahan. Namun, tahun ini memang terasa berbeda, beberapa hari sebelumnya pun tidak terasa akan ada kegiatan yang biasa dilakukan tahun-tahun sebelumnya. Dalam benak kita sudah pasti mempunyai jawaban yang sama yaitu kondisi Covid-19 yang tidak memungkinkan, seperti ketika tanggal 17 Agustus yang lalu.
Tapi semenjak informasi tentang rencana kepulangan Habib Rizieq Shihab (HRS), beberapa hari sebelumnya sudah sangat ramai pemberitaan baik di media berita resmi Indonesia maupun perbincangan-perbincangan di media sosial yang begitu riuh, dari yang pro sampai yang kontra. Seakan menuntup banyak pemberitaan yang sedang hangat diberitakan.
Seperti yang telah kita ketahui bersama, bahwa tanggal 5 November kemarin, BPS baru saja merilis pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang sekaligus mengkonfirmasi bahwa Indonesia masuk ke jurang resesi akibat pertumbuhan ekonomi minus selama 2 kuartal berturut-turut. Rilis BPS ini sudah pasti menjadi perhatian tersendiri bagi banyak kalangan. Karena menjadi perbincangan serius, apa-apa saja yang harus dilakukan Indonesia. Karena, masalah resesi ekonomi bukan sekedar sebuah angka minus pertumbuhan karena akibat suatu kondisi.
Belum lagi, beberapa hari ini masih banyak mengulas tentang hasil pemilihan presiden di AS. Perbincangan menarik berseliweran di media-media online baik platform berita maupun media sosial. Karena menghadirkan prediksi banyak negara tidak terkecuali Indonesia apa yang akan terjadi ke depannya. Mengingat hampir seluruh negara mengalami krisis ekonomi yang sudah berlangsung lebih dari 10 bulan ini, meskipun trennya sudah mulai terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Dan, semua negara termasuk Indonesia masih terus berfokus bagaimana bisa keluar dari permasalahan Covid-19 ini. Karena pada akhirnya semua menyadari bahwa permasalahan pelik yang terjadi di dunia saat ini tidak lain disebabkan kemunculan Covid-19 yang berawal dari penyebaran virus di Wuhan-China.
Namun, hari ini pemandangan berbeda terlihat di bandara Soekarno Hatta hingga di sekitaran Petamburan tempat tinggal HRS dan keluarga. Sejak Senin malam masyarakat dari beberapa kota sudah berbondong-bondong mendekat di kedua wilayah tersebut. Informasi tentang penyambutan pulangnya HRS ke Indonesia ditanggapi sangat antusias oleh banyak orang yang simpatik terhadap HRS.
Bak seorang pahlawan penyambutan kepulangan HRS dari banyak elemen masyarakat. Lautan manusia yang menyambut baik yang menunggu di bandara Soekarno Hatta juga yang di wilayah Pertamburan yang terlihat dari banyak foto dan video yang beredar di media sosial, juga media berita online di Indonesia. Seakan permasalahan Covid-19 tiba-tiba hilang seketika. Apakah karena mereka yang menyambut termasuk yang menganggap Covid-19 tidak ada?
Sudah pasti jawabannya tidak. Kita yakin mereka semua yang menyambut tau bahwa ini masih masa darurat Covid-19. Namun, kemungkinannya karena mereka merindukan sosok pemimpin yang bisa merefleksikan harapan mereka, yaitu harapan mayoritas umat Islam yang secara jumlah merupakan mayoritas di Indonesia.
Kepulangan HRS ke Indonesia tanggal 10 November ini tidak pada masa perebutan jabatan politik strategis, meskipun sekarang masih berlangsung masa kampanye pilkada serentak. Namun seperti yang kita ketahui bahwa barometer pemilihan pemimpin melalui jalur partai politik di Indonesia ada di DKI Jakarta yaitu gubernur dan pemimpin Indonesia yaitu pemilihan presiden, bukan di daerah-daerah lainnya. Sehingga pastinya memunculkan pertanyaan, ada fenomena apakah ini?
Fenomena HRS seperti merefleksikan bahwa Indonesia mengalami krisis kepemimpinan yang bisa merangkul semua kalangan terutama umat Islam yang merupakan mayoritas di Indonesia. Sudah terjadi beberapa tahun terakhir yang menggambarkan seolah umat Islam sebagai kelompok yang paling disudutkan disetiap permasalahan kerakyaktan. Sepertinya umat Islam di Indonesia merupakan kelompok yang sudah terlanjur di cap sebagai kelompok radikal, intoleran dan teroris.
Sehingga HRS dianggap sebagai pelepas dahaga akan kehadiran pemimpin yang bisa mengayomi masyarakat Indonesia yang beragam suku dan agama, terutama umat Islam sebagai mayoritas.. Mengingat mayoritas penduduk di Indonesia adalah beragama Islam. Penyambutan yang menyebabkan tumpah ruahnya manusia disepanjang jalan-jalan yang akan dilalui HRS seolah menggambarkan bahwa pemimpin yang tidak memiliki jabatan strategis di pemerintah namun dianggap mengerti isi hati masyarakat atau kelompoknya akan tetap diharapkan kehadirannya.
Terlepas dari pro dan kontra sebab-sebab kepulangan HRS dan isu-isu tentang permasalahan yang akan dihadapi HRS di Indonesia ke depan. Seharusnya seluruh pemimpin di Indonesia atau siapapun yang memiliki jabatan atau pun yang sedang berusaha memperebutkan jabatan di pilkada serentak bisa mengambil pelajaran dan sebuah hikmah dari pemandangan yang tidak biasa ini.
Di tengah peliknya permasalahan kesehatan dan ekonomi yang melanda dunia, termasuk Indonesia, bahwa kepulangan HRS ke Indonesia tiba-tiba bisa menanggalkan semua ketakutan masyarakat Indonesia terutama yang menjemput langsung akan bahaya penyebaran virus Covid-19. Bagaimanapun “rangkulan” hangat seorang pemimpin seharusnya menjadi obat yang paling mujarab bagi rakyatnya yang sedang tertimpa penyakit baik fisik seperti Covid-19 dan batin karena rusaknya sendi-sendi perekonomian kita yang membutuhkan obat untuk penyembuhan.
Oleh: Trismayarni Elen S.E., M.Si / Praktisi dan Akademisi Akuntan