Suasana suka menyelimuti umat Islam khususnya di Indonesia. Pasalnya melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dinyatakan bahwa pemerintah memperbolehkan kegiatan Ibadan di bulan Ramadhan tahun ini seperti shalat taraweh dan tadarus di Masjid, dengan tetap menjaga protokol kesehatan.
Selain untuk ibadah utama, aktivitas masjid dapat meningkatkan ekonomi masyarakat. Sebab, banyak masjid memfasilitasi para pedagang untuk berjualan di kawasan masjid, baik tempat yang disediakan khusus untuk disewakan bagi pedagang oleh Dewan Kemakmuran Masjid (DKM), maupun para pedagang yang berjualan di luar kawasan yang tidak jauh dari masjid, juga yang menggunakan gerobak atau sepeda yang sifatnya singgah sementara.
Kegiatan ekonomi dan bisnis tersebut sudah pasti berada di luar ruang utama ibadah masjid. Sebab, menurut pandangan Islam di dalam masjid (ruang utama untuk ibadah) tidak diperkenankan melakukan aktivitas ekonomi dan bisnis yang sifatnya komersial.
Ketika secara formal diperbolehkan untuk ibadah Ramadan di masjid, maka ini merupakan kabar baik bagi para pedagang mikro dan kecil yang sudah terbiasa mencari rezeki dari aktivitas ibadah jamaah yang hadir ke masjid tersebut, seperti shalat taraweh, dan tadarusan.
Selain taraweh dan tadarus, banyak masjid digunakan sebagai tempat I’tikaf (berdiam diri di masjid) umat Islam, khususnya pada 10 malam terakhir Ramadhan, dengan malakukan shalat malam (qiyamul la’il) serta ibadah lainnya hingga waktu subuh tiba, guna menjemput malam Lailatul Qadr.
Masjid Al-Akbar yang berada di Surabaya memiliki peran aktif untuk menjamin kelangsungan ekonomi dan bisnis khususnya level UMKM. Izin yang diberikan oleh pihak manajemen masjid Al-Akbar Surabaya menjadi lebih bermakna. Fungsi Masjid tidak hanya untuk tempat ibadah, tapi digunakan pula sebagai tempat untuk meningkatkan ekonomi umat, (Nanda dan Fitryani, 2021).
Masjid Sebagai Sentra Bisnis
Sebelum covid-19 merebak di tahun 2020, masjid-masjid besar di wilayah Jakarta dipadati jamaah yang akan melakukan I’tikaf di malam hari.
Seperti Masjid Istiqlal, padatnya umat Islam melakukan I’tikaf di 10 malam terakhir akan memberikan dampak secara langsung bagi pedagang kuliner. Bahkan jika diperhatikan, jamaah yang baru akan membeli makan untuk santap sahur pada 30 menit sebelum masuk waktu subuh maka sering kehabisan lauk pauk tersebut, karena sudah ludes terjual.
Pemandangan serupa juga terjadi di beberapa masjid besar lainnya di kawasan Jakarta, seperti Masjid Raya Pondok Indah, Masjid Al-Azhar, Masjid Sunda Kelapa. Di masjid Sunda Kelapa sendiri, sudah dilakukan revitalisasi untuk para pelapak kuliner di dalam kawasan masjid, sehingga terlihat lebih tertata dan bersih, meskipun pedagang gerobak di luar kawasan masjid pun masih tetap ada.
Di Masjid Sunda Kelapa dan Masjid Raya Pondok Indah tidak hanya pada momen Ramadan saja pelapak kuliner ramai dikunjungi pembeli, karena pada shalat 5 waktu, shalat Jum’at, dan ketika ada kajian-kajian rutin pun ramai. Mengingat kuliner yang dijajakan sangat bervariasi dan banyak juga yang memiliki citarasa menggugah selera.
Di luar Jakarta, misalnya Masjid Jogokariyan Yogyakarta yang melegenda dan begitu aktif melakukan aktivitas-aktivitas ibadah dan kegiatan sosial kemasyarakatan. Pedagang kuliner pun sangat banyak, pedagang menjajakan sajian yang sangat beragam, seperti soto madura dan sate padang.
Masjid Sebagai Sentra Wisata
Fungsi masjid memang tidak hanya sekedar tempat ibadah. Seperti halnya Masjidil Haram Makkah dan Masjid Nabawi Madinah, yang mana di wilayah luar masjid yang tidak jauh letaknya dari masjid utama, memiliki sentra ekonomi dan bisnis sebagai pusat belanja bagi jamaah dari seluruh dunia.
Maka tidak mengherankan masjid saat ini dikenal dengan sebutan tempat wisata yang lengkap yaitu wisata religi dan wisata lainnya, seperti wisata belanja baik barang seperti makanan/minuman atau produk lain, baik untuk disantap/digunakan langsung maupun dijadikan oleh-oleh.
Di Indonesia seperti Masjid Raya Bandung yang memiliki lapangan terbuka dengan rumput sintetis. Lapangan tersebut menjadi salah satu tempat wisata karena banyak pengunjung yang datang dari luar kota hanya untuk sekedar bermain di lapangan tersebut, terutama bagi keluarga yang memiliki anak usia di bawah 12 tahun. Di Masjid Raya Bandung juga memiliki tempat wisata kuliner yang berada di basement dengan beragam pilihan hidangan.
Masjid Sebagai Lokomotif Penggerak Ekonomi
Di Indonesia peran masjid begitu besar dalam mengangkat ekonomi masyarakat. Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam, maka sudah pasti jumlah masjid dan mushala pun banyak sebagai tempat ibadah.
Menurut Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jusuf Kalla bahwa tahun 2020 jumlah masjid dan mushala di Indonesia adalah 800.000 yang merupakan jumlah terbanyak di dunia.
Diharapkan peranan pemerintah yang sangat penting adalah menciptakan situasi kondusif di dalam masjid, dengan tidak mengeluarkan statement yang meresahkan masyarakat, seperti yang pernah terjadi dengan mengatakan banyak masjid terpapar radikal dan teroris.
Selanjutnya peran DKM pada masa pemulihan ekonomi pasca covid-19 ini agar menjadikan masjid tidak hanya sekedar menyediakan tempat berdagang, tapi juga tempat diskusi/workshop serta pelatihan kewirausahaan sehingga dapat mengangkat para pengusaha untuk bangkit bersama.
Seperti pada tanggal 26-27 Maret 2022 di Masjid Raya Bintaro Jaya menyelenggarakan Nabawi Fair, dengan kegiatan yang dilakukan yaitu tausiyah/kajian dari banyak ustadzah dan ustadz, serta kegiatan lain seperti workshop serta demo bersama wirausaha wanita.
Pembicara kegiatan workshop dan demo tersebut dari penggerak UMKM wanita yaitu Wirausaha Wanita Rabithah Alawiyah (WITA) dan SMESCO Indonesia dengan tema UKM Muslimah Mendunia. Area parkir depan masjid sekaligus diadakan bazar UMKM. Barang-barang yang ditawarkan pada bazar tersebut tidak hanya produk makanan namun juga ada fashion, buku-buku dan lainnya.
Sehingga jika semua masjid bergerak bersama dan didukung pemerintah untuk meningkatkan aktivitas ekonomi dan bisnis, maka diharapkan pertumbuhan ekonomi bisa segera merata khususnya bagi masyarakat ekonomi menengah ke bawah melalui UMKM yang dimulai dari moment Ramadan tahun ini.
Penulis:
Trismayarni Elen, S.E., M.Si (Praktisi dan Akademisi Akuntan, Pemerhati Bisnis dan Keuangan UMKM)