Apakah kalian pernah atau bahkan sering mendengar tentang stigma yang muncul di masyarakat bahwa seorang laki-laki tidak boleh menangis? Stigma tersebut biasanya dinyatakan langsung kepada si anak oleh orang tuanya. Ketika anak laki-laki nya menangis, beberapa orang tua akan mengatakan seperti ini pada anaknya: “Jadi cowok ngga boleh cengeng!”, “Masa anak laki-laki menangis sih? Banci sekali kamu!”, “Masa gitu aja nangis”, dan masih banyak lagi ungkapan-ungkapan yang melarang anak laki-laki untuk menangis. Ungkapan tersebut tidak hanya dilontarkan oleh orangtua nya saja, melainkan orang terdekatnya pun bisa melakukan hal tersebut.
Fenomena stigma yang telah tertanam dalam masyarakat ini pun kian lama dibenarkan, dan menangis laki-laki dianggap sebagai hal yang tabu. Lalu bagaimanakah dampak psikologis dari larangan bagi laki-laki untuk menangis?
Menangis dan macam-macamnya
Menangis merupakan reaksi atau respon dari emosi yang ada dalam diri. menangis tidak selalu mengarah pada sifat-sifat buruk, dan tertawa juga tidak selalu mengarah pada sifat-sifat baik (Abdul Mujib, 2002) Menangis bukan hanya menggambarkan kesedihan, melainkan juga bisa menggambarkan rasa kebahagiaan. Menangis merupakan hal yang sangat biasa dan wajar dalam hidup manusia.
Menangis juga bisa digunakan dalam mengungkapkan rasa cinta, rindu, dsb. Manusia menangis dalam kondisi apapun, seperti dalam keadaan cemas dan bahagia, di saat sunyi atau hiruk pikuk, di saat siang dan malam, dan tak kenal masa kanak-kanak, remaja, atau dewasa, baik kafir ataupun mukmin, orang yang bodoh ataupun orang yang cerdas, baik laki-laki maupun perempuan, dan sebagainya (Abdul Mujib, 2002).
Tapi faktanya berdasarkan studi observasi terhadap perempuan dan laki-laki, ditemukan bahwa anak laki-laki lebih sering menangis ketika masih bayi dan sedang belajar berjalan dengan tertatih daripada anak perempuan, tetapi perempuan dewasa dan tua lebih sering menangis daripada laki-laki yang seusianya (Nicholson, 1993).
Dampak perilaku menangis
Ada beberapa dampak yang dihasilkan dari menangis dan dibagi menjadi dua, yaitu dampak positif dampak negative. Jika tangisan yang dikeluarkan bermakna, maka akan menghasilkan dampak positif (Abdul Mujib, 2002).
Dampak positif dari menangis yaitu: berimplikasi positif pada aktualisasi diri atau realisasi diri; mendorong individu bersikap optimis, produktif, dan menghilangkan sifat pesimis; membantu dalam pencapaian kesehatan mental; dan memiliki muatan spiritualitas.
Terbukti, setelah kita meluapkan emosi dengan tangisan, hati yang sebelumnya terisi rasa mengganjal setelah itu akan lega dan puas. Dampak buruk yang dihasilkan dari menangis hanya dirasakan oleh segelintir orang saja, yaitu mereka yang tidak mengalami perubahan (kelegaan hati) setelah menangis.
Lalu bagaimana dengan larangan bagi laki-laki untuk menangis?
Orang yang dilarang menangis, cenderung akan menahan tangisnya, terutama jika larangan ini dilontarkan sejak anak laki-laki masih kecil. Bahayanya, jika tangisan selalu ditahan, maka Ia tidak bisa meluapkan perasaan, emosi, dan reaksi psikologisnya yang kemudian Ia bisa saja meluapkannya pada hal lain yang negative, seperti berteriak, marah, memukul benda lain, bahkan bisa menyakiti dirinya sendiri.
Selain itu ada juga beberapa akibat dari dilarangnya menangis, di antaranya: tingkat kepercayaan dirinya menjadi rendah, merasa ragu untuk bergantung dan bercerita dengan orang lain, sering menyalahkan diri sendiri, mengabaikan kesehatan mentalnya, sulit berempati dengan orang lain, memiliki hati yang kosong, dan menganggap bahwa menumpahkan atau meluapkan perasaan sebagai suatu hal yang menjijikan dan memalukan.
Menangis merupakan hak setiap orang untuk meluapkan ekspresi dan emosi dalam dirinya, tidak boleh dibedakan hak tersebut antara laki-laki maupun perempuan. Jadi, mulai sekarang jangan pernah menganggap banwa laki-laki yang menangis adalah laki-laki yang tidak gentle dan dianggap lemah. Bagi anak laki-laki, luapkan saja emosi yang ada dalam hati, karena menangis adalah cara untuk mengungkapkan emosi dan ekspresi yang bermanfaat bagi kesehatan psikologis.
Sumber:
- Aqmarina, F. N. (2007). Makna Menangis dalam Self-Awareness dalam Religiusitas. Skripsi, 22.Fakultas Psikologi. Psikologi. Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah. Jakarta
- Prof. Dr. Hj. Eti Nurhayati, M. (2018, edisi 2). Psikologi Perempuan dalam berbagai Perspektif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.