Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, ingin memperbaiki derajat hubungan bilateral dengan China. Di sela acara KTT G20 2022, pemimpin Australia tersebut bertemu dengan Presiden China, Xi Jinping, untuk membicarakan tentang perbaikan hubungan bilateral Australia - China yang mengalami penurunan drastis sejak 2016.
Reuters melansir, pertemuan bilateral pertama antara dua pemimpin negara Asia-Pasifik tersebut berlangsung di sela acara KTT G20 2022 yang berlangsung di Nusa Dua, Bali, pada Selasa (15/11/2022). Pertemuan tersebut termasuk dalam pertemuan bersejarah dalam perhelatan KTT G20 2022 karena menjadi pertemuan bilateral resmi pertama Australia dengan China yang sebelumnya tidak pernah mengadakan pertemuan tatap muka selama enam tahun berturut-turut akibat kuatnya penilaian buruk Australia terhadap ambisi geopolitik China di Asia-Pasifik.
Pertemuan tersebut juga menjadi pertemuan perdana Albanese dengan Xi Jinping tersebut setelah resmi menjabat sebagai Perdana Menteri Australia pada Mei 2022. Perlu diketahui, Albanese resmi dilantik menjadi Perdana Menteri Australia dari Partai Buruh pada 23 Mei 2022 setelah berhasil mengalahkan mantan Perdana Menteri Australia era 2018 – 2022 dari Partai Liberal, Scott Morrison, dalam Pemilihan Umum Perdana Menteri Australia 2022.
Dalam pertemuan yang berlangsung selama 30 menit tersebut, Albanese mengatakan bahwa dirinya berdiskusi mengenai berbagai hal dengan Xi, seperti masalah perdagangan, pembukaan kembali jalur kekonsuleran, dan masalah pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap Muslim Uighur di Xinjiang dan aktivis demokrasi Hong Kong. Selain itu, Albanese mengakui bahwa Australia menganggap China sebagai mitra dagang penting kawasan yang saling melengkapi kekurangan satu sama lain.
“Australia berupaya untuk menjalin hubungan bilateral yang lebih stabil dengan China. Kami (pemerintah Australia) memiliki beragam perbedaan yang harus kami utamakan. Namun, ketika berdialog, kami tetap mengesampingkan perbedaan yang ada dan berdiskusi secara konstruktif, jujur terhadap apa yang kami inginkan, dan tetap menghormati pandangan satu sama lain,” kata Albanese dalam konferensi pers yang berlangsung di Nusa Dua, Bali, pada Selasa (15/11/2022) waktu setempat.
China adalah mitra dagang Australia terbesar dengan jumlah pendapatan ekspor komoditas Australia ke China mencapai 475 miliar dollar Australia yang setara dengan 303 miliar dollar Amerika Serikat atau setara dengan Rp5 triliun lebih setiap tahunnya (kurs Rp10.514). Melihat data tersebut, Albanese menceritakan pada 2020, ketika masih menjadi Ketua Oposisi dari Partai Buruh, ia khawatir akan dampak negatif dari penerapan kenaikan tarif impor terhadap komoditas China yang masuk ke Australia dan larangan ekspor komoditas Australia ke China yang diterapkan oleh pendahulunya, Scott Morrison.
Saat itu, Australia mendukung langkah internasional yang diinisiasi oleh mantan Presiden AS era 2016 – 2020 dari Partai Republik, Donald Trump, untuk mendesak China membuka akses bagi para virologis WHO untuk menyelidiki asal-usul virus Covid-19 yang berawal dari kota Wuhan di Provinsi Hubei, China.
“Ketika berbicara soal perdagangan, saya tetap mengutamakan kepentingan nasional Australia. Meski kami sama-sama mengutamakan posisi kami, saya tetap menjalankan diskusi yang positif dengan Presiden Xi. Bahkan, kami tidak menduga bahwa hasil diskusi kami telah menghasilkan deklarasi tentang perbaikan derajat hubungan kenegaraan dan peningkatan kerja sama yang lebih erat di antara kedua negara,” kata Albanese.
Hubungan bilateral Australia dengan China mulai memanas ketika Australia mengesahkan undang-undang yang berisi tentang upaya intervensi China ke dalam urusan politik dalam negeri Australia. Undang-undang tersebut disetujui oleh mayoritas anggota Parlemen Nasional Australia pada 2017.
Pemberlakuan undang-undang tersebut juga berimplikasi terhadap kebijakan dalam negeri Australia yang melarang perusahaan teknologi China, Huawei, untuk membangun jaringan 5G di seluruh negara bagian Australia dengan alasan produk Huawei berpotensi mengancam keamanan nasional. Kebijakan tersebut diikuti oleh negara Barat lain termasuk Amerika Serikat.
Masih dikutip dari Reuters, Albanese mengatakan Xi tidak tertarik untuk membahas AUKUS dengan dirinya meski Xi menentang perjanjian tersebut. AUKUS merupakan perjanjian pertahanan trilateral yang disepakati antara Amerika Serikat, Inggris, dan Australia yang salah satunya berisi tentang transfer teknologi kapal selam bertenaga nuklir milik Angkatan Laut Amerika Serikat kepada Angkatan Laut Australia yang bertujuan untuk menjaga pertahanan laut Australia dari ancaman Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat (People's Liberation Army/PLA) China.
Duta Besar Australia untuk Amerika Serikat, Arthur Sinodinos, mengatakan bahwa Australia berupaya untuk mendinginkan hubungan bilateral dengan China setelah menyadari upaya Negeri Tirai Bambu yang terus memperbanyak upaya diplomasi ekonomi dan perdagangan di negara Asia, Afrika, dan Pasifik Selatan. Kendati pun demikian, komitmen Australia untuk membangun hubungan kerja sama yang lebih normal dengan China, khususnya di bidang perdagangan, tidak dapat ditafsirkan sebagai langkah taktis Negeri Kangguru untuk mengubah kebijakan luar negeri strategis yang berkaitan dengan upaya menurunkan ambisi geopolitik China di Asia-Pasifik.
“Nilai dan kepentingan nasional Australia dapat dilihat dari berbagai kebijakan pertahanan luar negeri yang menekankan pada partisipasi aktif dalam Quad dan ikut aktif dalam pembentukan AUKUS bersama dengan Amerika Serikat dan Inggris. Nilai dan kepentingan nasional Australia juga bisa dilihat dari kebijakan pertahanan dalam negeri yang menekankan pada penguatan kapasitas tiga matra militer, baik darat, laut, maupun udara, dan keamanan siber. Ketiga kebijakan pertahanan tersebut diharapkan mampu memberikan manfaat signifikan bagi kepentingan nasional Australia untuk beberapa tahun ke depan,” kata Sinodinos dalam seminar bertajuk “Albanese – Xi Summit” yang diselenggarakan oleh lembaga wadah pemikir (think-thank) International Institute for Strategic Studies (IISS) di Washington D.C pada Selasa (15/11/2022) waktu setempat.
Setali tiga uang, Menteri Pertahanan Australia, Richard Marles, mengatakan meski Australia sudah berkomitmen untuk mengembalikan derajat hubungan dengan China ke tingkat yang lebih stabil, Australia tetap fokus melindungi keamanan nasional dari kemungkinan ancaman keamanan yang sewaktu-waktu dapat datang dari China.
Dari pandangan akademisi, Direktur Eksekutif Asia Society Australia, Richard Maude, mengatakan bahwa Australia dan China akan tetap memiliki pandangan berbeda tentang tatanan keamanan kawasan dan global yang ideal. Menurutnya, di bawah kepemimpinan Albanese dan Partai Buruh, Australia akan terus menerapkan kebijakan yang sengaja dirancang untuk menyeimbangkan kekuatan China di kawasan Indo-Pasifik dan menggaungkan masalah kemanusiaan yang cenderung tidak disukai oleh China, seperti masalah penegakan demokrasi dan Hak Asasi Manusia (HAM).