Anyaman Pandan Duri: Menghidupkan Seni Tradisi dan Meningkatkan Ekonomi

Hikmawan Firdaus | Gladys Larissa
Anyaman Pandan Duri: Menghidupkan Seni Tradisi dan Meningkatkan Ekonomi
Salah satu produk tas hasil dari anyaman pandan duri yang dikombinasikan dengan bahan kulit asli dan dijual di Omah Pandam.(dokumen pribadi)

Pandan duri atau dalam bahasa latinnya Pandanus Tectorius yang masuk dalam suku pandan-pandanan atau famili Pandanaceae merupakan sejenis tumbuhan pohon yang memiliki ciri khas daun yang panjang berwarna hijau dan memiliki duri tajam di sepanjang tepinya. Dilansir dari STEKOM, tumbuhan ini memiliki beragam nama yang berbeda-beda bagi masyarakat lokal. Jenis tumbuhan ini di Indonesia tersebar di daerah tepi pantai hingga pegunungan. Di Yogyakarta sendiri pandan duri dapat ditemui di sepanjang pesisir Pantai Selatan dan di desa sekitarnya.

Berbeda dengan daun pandan wangi yang biasa digunakan untuk memasak, daun ini memiliki karakteristik yang unik. Tumbuhan ini juga dapat dimanfaatkan mulai dari akar, daun, bunga hingga buahnya. Meskipun daun ini tidak memiliki bau wangi yang khas daun pandan duri memiliki serat daun yang lebih kuat. Namun, sayangnya masih banyak yang belum mengetahui cara mengolah tumbuhan ini hingga menjadi barang yang mempunyai nilai.

Kerajinan anyaman berbahan dasar pandan duri memiliki nilai estetika dan budaya yang tinggi. Hasil produk anyaman juga memiliki nilai jual yang tinggi di pasaran. Dengan berbahan dasar alami serta nilai budaya yang terkandung dalam kerajinan menjadi daya tarik tersendiri bagi di pasar lokal maupun internasional. Produk yang dihasilkan juga beragam mulai dari tas, topi, dompet, dan masih banyak lagi. Beberapa  produk anyaman juga dipadukan dengan bahan lain seperti kulit asli atau dengan dilukis untuk meningkatkan nilai produk.

Budhe Mukinem: Pengrajin Anyaman Pandan Duri

Di Desa Soropadan yang telahetak di Bantul, Yogyakarta, menjadi desa yang masih mengelola pandan duri hingga saat ini. Budhe Mukinem merupakan salah satu pengrajin anyaman di Desa Soropadan yang masih aktif berkarya hingga sekarang. "Saya sudah menganyam sejak kecil, diajari simbah sejak kecil," ucap Mbah Mukinem. Semua pekerjaan dilakukan oleh Mbah Mukinem sendiri mulai dari pengambilan bahan baku dilakukan sejak subuh di sekitar pantai selatan  yang kemudian dikumpulkan dan diproses di rumah hingga menjadi produk. Anyaman pandan duri tidak hanya sekedar kerajinan tetapi juga membawa nilai budaya tradisi dan pemanfaatan lingkungan.

Warga lokal disana sudah secara turun-temurun dalam mengolah daun pandan hingga menjadi seni tradisi. Dalam pembuatannya daun pandan ini akan melewati beberapa proses, seperti pemisahan duri dan tulang daun (diderehi), pembelahan daun (diirati), perebusan (dibunteli), penjemuran, pengayaman, hingga proses penjahitan produk (njeleti). Rangkaian proses pembuatan produk ini memakan waktu yang cukup lama sehingga seringkali Budhe melakukan penyetokan daun pandan. Melalui cara pengolahan yang sama namun produk yang dihasilkan terus berkembang dan bertambah seiring berjalannya waktu. 

Berkolaborasi dengan UMKM Pandam Adiwastra Janaloka

Salah satu bentuk kerja sama yang membantu pendistribusian produk beberapa pengrajin bekerja sama dengan UMKM. Omah Pandam atau Pandam Adiwastra Janaloka menjalin kerja sama dengan Budhe Mukinem. Dengan terjalinnya kerja sama ini memaksimalkan jangkauan pasar tidak hanya domestik tetapi juga secara internasional. Selain untuk memperluas pasar Omah Pandam juga berfokus pada pemberdayaan ekonomi pelaku seni tradisi dan mendorong partisipasi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pelestarian budaya. Meskipun saat ini pengrajin anyaman pandan duri di Desa Soropadan terus menurun akibat kurangnya regenerasi, tetapi upaya pelestarian terus dilakukan agar budaya ini tidak hilang.

Tidak hanya isu budaya yang menjadi fokus tetapi isu sosial ekonomi juga menjadi sorotan. Jika dilihat dari kacamata ekonomi para pengrajin daun pandan duri ini bisa dibilang masih kurang sejahtera sebelum bekerja sama dengan UMKM. “Harga satu tas hanya sekitar Rp.15.000 - Rp.17.000 kemudian kita beli dengan harga yang lebih layak,” ujar Mbak Miriam selaku General Manager Pandam Adiwastra Janaloka. Di Omah Pandam barang tersebut akan diproses lebih lanjut menjadi barang yang memiliki nilai tinggi dengan tetap mempertahankan nilai budaya di dalamnya. Hal ini menjadi bukti bahwa pemerintah belum bisa mensejahterakan para pelaku seni tradisi.

Namun, dalam hal ini campur tangan pemerintah diperlukan untuk mendukung pelaku seni tradisi demi kesejahteraan yang lebih baik. Kerja sama antara UMKM dan pengrajin ini dapat menjadi contoh upaya yang dapat dilakukan untuk membantu para pengrajin anyaman. Dengan adanya perhatian pemerintah kepada isu ini diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat yang bergantung pada kerajinan ini.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak