Di tengah panggung publik yang bising oleh perseteruan suaminya, Ahmad Sahroni, dengan figur-figur kontroversial, nama Feby Belinda justru bersinar dalam keheningan. Ketika sang "Crazy Rich Tanjung Priok" tampil vokal, konfrontatif, dan blak-blakan, sang istri memilih jalan yang berlawanan.
Sikap diam dan menjaga jarak dari sorotan yang dilakukan oleh Feby Belinda bisa diartikan sikap sebagai ketidaktahuan atau kelemahan. Atau bisa juga sebuah strategi kekuatan yang cerdas, sebuah benteng pertahanan citra yang tak tertembus di era digital yang penuh drama.
Pilihan Feby Belinda untuk tetap berada di balik tirai adalah sebuah masterclass dalam manajemen citra modern. Di saat semua orang berlomba-lomba memberikan klarifikasi, pembelaan, atau bahkan serangan balik di media sosial, Febby membuktikan bahwa kekuatan terbesar terkadang terletak pada apa yang tidak dikatakan.
Antitesis Sempurna dari Sang 'Crazy Rich Tanjung Priok'
Ahmad Sahroni membangun citra sebagai politisi dan pengusaha yang tidak takut bergesekan. Ia vokal di parlemen, aktif di media sosial, dan tidak ragu meladeni konflik secara terbuka.
Di sisi lain, Feby Belinda adalah antitesis yang sempurna. Ia bisa diartikan sebagai perwujudan dari ketenangan yang menjaga citra keluarga tetap berkelas dan terhormat.
Kombinasi dua karakter yang kontras ini bukanlah sebuah kebetulan, melainkan sebuah keseimbangan yang strategis. Agresivitas Sahroni di ruang publik diimbangi oleh keanggunan Feby yang menenangkan.
Saat Sahroni menjadi "bad cop" yang berani menghadapi badai, Feby secara konsisten memainkan peran "good cop" yang menjaga marwah keluarga. Keseimbangan ini membuat citra keluarga Sahroni lebih kokoh dan sulit untuk diserang secara membabi buta.
![Ahmad Sahroni dan sang istri Feby Belinda. [Instagram/@ahmadsahroni88]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/08/30/71053-ahmad-sahroni-dan-sang-istri-feby-belinda.jpg)
Privasi sebagai Simbol Kemewahan Tertinggi
Di zaman di mana kehidupan pribadi diobral demi popularitas, Feby Belinda memilih jalan yang berbeda. Ia menjadikan privasi sebagai simbol kemewahan tertinggi.
Feby Belinda tidak memiliki akun media sosial yang aktif untuk publik, dan penampilannya sangat terkontrol, biasanya hanya melalui unggahan sang suami atau sahabat-sahabat terdekatnya seperti Nagita Slavina.
Pilihan ini secara efektif melindunginya dari serangan langsung. Dalam perseteruan panas antara Ahmad Sahroni dan Nikita Mirzani, misalnya, Febby tetap menjadi figur yang tak tersentuh.
Dengan tidak memberikan panggung atau reaksi, ia memutus rantai drama dan menolak memberikan "bahan bakar" bagi pihak lawan. Sikap ini menunjukkan kontrol diri dan kecerdasan emosional tingkat tinggi, sebuah kemewahan yang tidak dimiliki semua orang di lingkaran elite.
Mengontrol Narasi Tanpa Mengucap Kata: Studi Kasus Tas Hermes
Kekuatan dari strategi diam ini paling jelas terlihat dalam insiden penjarahan tas Hermes miliknya. Selama drama berlangsung—mulai dari kehilangan, penemuan kembali, hingga fakta bahwa isinya ludes—Feby tidak mengeluarkan satu patah kata pun di ruang publik. Seluruh narasi dikendalikan sepenuhnya oleh Ahmad Sahroni.
Hasilnya? Feby Belinda memanen simpati publik secara masif. Ia diposisikan sebagai korban yang elegan dan tegar, tanpa perlu melakukan akting atau mengeluarkan pernyataan yang bisa dipelintir.
Bayangkan jika ia ikut berkomentar di media sosial; citranya bisa saja tergelincir menjadi pamer atau mengeluh. Dengan tetap diam, ia membiarkan fakta berbicara dan memenangkan opini publik secara mutlak.
Pada akhirnya, Feby Belinda mengajarkan bahwa pengaruh tidak selalu diukur dari jumlah pengikut atau frekuensi tampil di media. Kekuatannya terletak pada kemampuannya untuk tetap menjadi pusat yang tenang di tengah badai, sebuah jangkar yang menjaga kapal keluarganya tetap stabil. Dalam senyapnya, ia memegang kendali yang mungkin jauh lebih besar daripada mereka yang paling keras berteriak.